sahabat kecil

7 1 0
                                    

Dua bulan telah berlalu, di kota Cambridge seorang wanita sedang duduk santai melihat pemandangan dedaunan yang sedang gugur, langit orange sangat tenang di balut sinar senja. Hawa dingin tak terasa akibat hangatnya senja.

Tiba-tiba seorang pria duduk disampingnya, mengagetkan wanita itu. "Maaf telat." Ujarnya.

Inara menghela nafas kasar. "Untung gue sabar."

Aiman terkekeh. "Iya-iya, Lo yang paling sabar. Karena itu, gue sayang sama Lo." Goda Aiman.

Inara memutar mata malas. "Masih aja nge gembel. Kenapa ngajak aku kesini?" Tanya Inara.

Aiman terdiam. Entahlah, rasanya kaku untuk mengungkapkan suatu kebenaran. Namun, memang itu yang harus Aiman lakukan. Aiman mengetuk kursi umum itu dengan jarinya.

Aiman menatap Inara, lalu tersenyum manis dihadapannya. Nyatanya, siapapun yang melihat senyuman Aiman kali ini, pasti sudah jatuh cinta. Tapi, bukannya jatuh cinta, Inara hanya memasang wajah datar.

"Iya tau kalo ganteng, tapi ga usah di depan gue." Katanya datar.

Senyum Aiman langsung hilang mendengar ucapan Inara. "Lo mau pulang ga?" Tanya Aiman mulai serius.

Inara menatap Aiman tak yakin, "Lo beneran ngajak gue balik?" Aigham mengangguk pasti.

"Gue udah pesenin tiket buat kita berdua pulang besok pagi." Beritahu Aiman.

Inara menatap Aiman bingung. "Kok tiba-tiba gini, gue curiga nih." Inara mula curiga.

Aiman terkekeh. "Apa si! Lo kalo sewot kok imut banget siii, ulululu." Aiman mencubit gemas pipi Inara.

"Ish, lepasin! Sakit tau!" Cegah Inara melepaskan tangan Aiman. Inara mulai salah tingkah dibuatnya.

Aiman masih terkekeh, melihat tingkah Inara. "Yaudah mending kita pulang, trus packing barang-barang." Ajak Aiman, diangguki oleh Inara.
***
'Drrt, drrt'
Handphone Danendra bergetar sejak tadi, membuat Danendra risih. Danendra melihat layar hp nya, terdapat notif miscall dari Aiman. Danendra terlonjat kaget. Dia langsung menekan tombol panggilan.

Tak perlu menunggu lama, Aiman langsung mengangkat panggilan Danendra.
"Assalamu'alaikum, kenapa nelvon mendadak gini?" Ujar Danendra mengawali.
"Wa'alaikumussalam. Lo ga mau jemput sahabat Lo di bandara?" Beritahu Aiman.
Aigham tertegun, "Lo mau ungkapin sekarang?" Tanya nya.
Aiman memejamkan matanya, lalu menghela nafas kasar. "Iya! Apapun konsekuensinya bakalan gue hadapin. Gue ga mau dia akan lebih sakit, kalo rahasia ini makin kita Pendem." Jelas Aiman.
Danendra menggeleng, tak habis pikir. "Semangat, gue otw kesana. Lo jangan kemana-mana!" Ucap Danendra.
"Gue tunggu, Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
'Tut, tut' dengan sepihak panggilan itu berakhir.
Danendra bersiap-siap untuk pergi menemui sahabatnya itu.
***
Danendra, Zefanya, dan Aigham sudah berada di bandara dimana Aiman dan Inara telah turun dari airport.
"INARAAAAA!" Pekik Zefanya girang memanggil nam sahabatnya. Mereka berdua saling berpelukan, melepas rasa rindu yang amat besar.
"Selamat berpulang ke Rahmatullah bro!" Ujar Danendra ber-tos ria ala sahabat lama.
"Rahmatullah matamu!" Ucap Aiman berpura-pura ingin mencolok mata Danendra.
Aiman tertawa lepas dengan Danendra. Aiman melihat Aigham berdiri di samping Danendra, menatap heran kearahnya.
"Lo cuman mau berdiri doang disitu?" Ujar Aiman.
Aigham menghampirinya lalu memeluk sepupu nakalnya itu. "Sorry, kalo gue sering ngerepotin Lo." Ungkap Aigham haru. Aiman menepuk pundak Aigham menguatkan dirinya.
"Chaira sehat kan?" Tanya Aiman. Aigham mengangguk pelan, lalu melepas pelukannya.
"Bagus! Lo emang pantes buat Chaira." Kata Aiman menyemangati. Aigham hanya terkekeh.
Di acara melepas rindu ini, Inara merasa ad yang kurang disini.
"Wait, Chaira dimana?" Tanya nya kepada Zefanya.
"Chaira sakit." Jawab Zefanya gugup.
Inara terlonjat kaget mendengar hal itu, "Hah! Sakit? Sakit apa?" Tanya Inara khawatir.
"Chaira mengalami kecelakaan, dia sempat koma selam tiga hari. Tapi sekarang dia udah sembuh kok. Hanya saja hari ini waktunya dia kontrol ke dokter yang biasa meriksa dia. Jadi, dia ga bisa Dateng." Sela Danendra.
Inara benar-benar terkejut mendengar hal ini. "Kenapa ga ada yang ngasih tau gue, kalo Chaira ngalamin peristiwa mengerikan kek gitu. Zef! Seharusnya Lo ngasih tau gue." Cercah Inara.
"Sabar dulu In. Kita cuman ga mau ganggu Lo!" Ujar Danendra.
Inara menatap Danendra penuh tanya. Mereka bertiga nampak gelisah dan gugup melihat tatapan Inara. Rasa penasaran Inara semakin besar.
"Ada yang kalian sembunyiin ya dari gue?" Ucap Inara curiga.
"Enggak, kita ga mau sembunyiin apapun. Kita malah pengen nunjukin sesuatu! Dan Lo harus siap menerima pemberian kita." Ujar Zefanya.
Inara mulai percaya atas ucapan Zefanya tadi. "Yaudah, gue percaya. Apa yang mau kalian tunjukin? Cepet ih gue ga sabar! Oh ya, sebelum itu, gue mau ketemu Chaira."
"Iya ayok kita ke rumah Chaira." Ajak Aiman.
***
Di rumah Chaira.
Chaira sedang bersiap-siap untuk menjalankan rencananya dengan Aigham dan Zefanya. Kini, saatnya Inara mengetahui kenyataan yang pahit.
Tiba-tiba terdengar bunyi mobil masuk ke pekarangan rumah Chaira. Itu adalah mobil Aiman, diikuti oleh Aigham, Danendra, dan Zefanya yang menaiki kendaraan roda dua.
Chaira menghela nafas berusaha kuat. Dia menggenggam ujung jilbabnya. Entah apa yang akan terjadi, hanya Allah yang tau.
"Assalamu'alaikum, Chaira! Gue Dateng nih!" Panggil Inara bersemangat dari depan pintu rumah Chaira.
Chaira membuka pintunya pelan, sengaja dia memakai baju yang keseluruhannya berwarna hitam. Inara terkejut melihat raut wajah Chaira yang nampak sendu. Ada apa dengan Chaira, pikiran Inara mulai bertanya-tanya.
"Ra, Lo kenapa? Lo baik-baik aja kan? Katanya Lo kecelakaan? Apa yang luka? Bilang!" Semua rasa penasaran yang Inara miliki, ia lontarkan. Saking khawatirnya Inara sampai mengguncang tubuh Chaira yang terdiam kaku.
'kok aneh gini sih? Chaira kenapa?' batin Inara.
Inara mulai geram dengan semua sahabatnya yang hanya diam mematung. "Stop! Disini, gue kok kek orang bodoh ya! Kalian kenapa? Apa yang terjadi sama kalian? Tolong jelasin, ini semua ga sesuai yang gue harepin dari kemaren." Pekik Inara.
Chaira mengambil tangan Inara, memberikan sepucuk kertas yang entah isinya apa. Inara menatap bingung Chaira.
"Coba kamu buka, dan tolong resapi dengan sadar kata-kata nya." Pesan Chaira.
Inara melihat lembar kertas berwarna krem itu, entah kenapa hatinya bergetar. Rasanya aneh saat mendengar ucapan Chaira barusan. Namun, Chaira sudah terlanjur penasaran setengah mati. Inara membuka lembar kertas tersebut.
Tertulis sebuah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 19, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Minimum (AiRa) (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang