Thirty Seven | 00:00

10.2K 2.1K 137
                                    

"He's beautiful."

Laras tersenyum tanpa melepaskan pandangan dari makhluk dalam gendongannya. Jemari mungilnya menggenggam erat telunjuk Laras seolah ia tahu apa yang akan dilakukan oleh sang ibu.

"Siapa nama jagoan kamu, Ras?"

Laras menggeleng lemah. "Biar Jannah yang ngasih nanti."

Lelaki yang duduk di samping ranjangnya pun mengernyit, tidak mengerti. "Jannah? Kenapa harus dia?"

"Karena bukan aku yang akan ngerawat anak ini."

Ares terkesiap. Bukannya paham, penjelasan Laras justru membuatnya semakin bingung. "Laras, aku nggak salah dengar? He's your son."

"Aku nggak mungkin terus-menerus ngerepotin kamu, Ares! Kamu punya dunia kamu sendiri. Mau sampai kapan kita pura-pura sebagai pasangan?" tukas Laras hingga bibirnya menipis. "Perut aku udah nggak besar lagi. Aku udah nggak perlu nutupin apa pun dari orang lain."

Rumit. Begitulah kehidupan Laras kini. Setelah resmi bercerai dengan Bara, perutnya semakin sulit disembunyikan. Jannah yang tidak tega akan kondisi mantan adik iparnya lantas meminta bantuan sepupu terdekat untuk bermain peran sementara waktu.

Berbulan-bulan Laras tinggal di apartemen Ares yang memang sangat jarang dikunjungi oleh lelaki itu karena ia lebih senang pulang dan tidur di rumah orang tuanya. Namun, sejak Laras berada di sana, Ares jadi sering mampir untuk membantu Laras sekaligus "muncul" sebagai jawaban dari pertanyaan beberapa tetangga yang menaruh curiga pada Laras. Dengan kata lain, Ares berperan sebagai "suami" perempuan itu meskipun tidak ada yang secara terang-terangan meminta penjelasan akan status mereka.

Laras sangat menghargai ketulusan Ares. Lelaki itu tidak hanya bersandiwara di depan dunia, tetapi juga ketika mereka sedang berdua. Saat Laras ngidam, Ares datang dan membawakan sesuatu yang perempuan itu inginkan. Saat Laras pegal, Ares memijitkan kakinya. Saat Laras "ketahuan" membersihkan apartemen lelaki itu, Ares langsung mencegahnya dan menyuruh Laras beristirahat.

Ares tidak pernah menginap di apartemennya sendiri selama ada Laras. Selain karena mereka sesungguhnya tidak memiliki ikatan, Laras juga tidak sepenuhnya nyaman pada Ares. Biar bagaimanapun keduanya baru saling mengenal. Kecanggungan masih kerap mengisi interaksi mereka.

Tidak satu pun yang tahu keberadaan Laras kecuali Jannah dan Ares. Laras bersyukur, dirinya bukanlah penulis terkenal sehingga tidak ada yang mau tahu dan peduli dengan kehidupannya. Begitupun Ares yang masih training di agensinya. Laras hanya bisa berharap, semoga keputusan saat ini tidak membawa mereka pada penyesalan. Terlebih Ares dan karier lelaki itu.

Laras hanya mengatakan pada kedua orang tuanya bahwa ia akan pergi selama beberapa bulan. Menetap di luar negeri karena ingin menyendiri. Tidak ingin dihubungi. Tidak ingin dicari. Tidak ingin menjelaskan apa pun. Hal tersebutlah yang membuat papa dan mama Laras semakin kecewa pada Bara karena telah membuat anak semata wayangnya patah sepatah-patahnya hati.

"Jadi, ternyata kamu udah dengar kabar itu."

"Kabar apa yang kamu maksud, Ar?"

"Kamu nggak perlu pura-pura sama aku, Ras. Kamu tahu, kan, Bara udah siuman dan nggak ingat apa pun pas bangun? Dokter bilang, dia amnesia. Aku udah nebak dari mana ide gila kamu barusan muncul."

Laras memejamkan mata seraya mengambil napas dalam-dalam. "Aku emang udah berniat nyerahin anak ini ke Bara. Dia ayahnya. Anak ini pantas bahagia dalam kecukupan."

"Sempit pikiran kamu kalau menganggap kebahagiaan anak kamu diukur dengan materi, Ras." Ares terdiam sejenak untuk mengatur napasnya yang mendadak memburu. "Seandainya kamu mau buka hati, aku bersedia nemanin kamu dan anak kamu," lanjutnya, lirih.

00:00 (a New Beginning) #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang