Mencari Indekos

30 9 3
                                    

"Wow ... siapa ini?"

Mereka menoleh ke arah suara. Inka sudah berada di dekat meja mereka.

"Inka?" seru Reihan.

"Apa kabar, Reihan?" Inka menoleh ke sisi lainnya, "Cahya? Hmm ... tumben, ada apa nih?"

Cahya merasakan nada Inka nyelekit. Ia memutuskan untuk mengabaikannya.

"Bukankah berduaan tidak dibolehkan oleh agama? Tapi kenapa..."

"Kami ada yang perlu dibicarakan. Dan di sini banyak orang, tentu kami tidak akan melakukan hal-hal yang tidak dibolehkan agama," tukas Reihan dengan nada tertekan.

"Ada yang perlu dibicarakan?! Apa Setya tahu hal ini." Alis Inka semakin menukik tinggi.

"Kenapa harus bawa-bawa nama Setya?" tanya Reihan heran.

"Tak apa. Oke kalau begitu. Aku tidak akan mengganggu kencan kalian."

"Kami sudah bertunangan."

Inka membelalak.

"Jadi ini bukan kencan. Lebih tepatnya membicarakan hubungan kami selanjutnya."

Cahya sengaja membeberkan hubungannya dengan Reihan, supaya Inka tidak lagi curiga padanya.

"Wow .... Big news. Selamat ya. Aku tunggu undangannya," seru Inka. Ia tidak bisa lagi menyembunyikan kebahagiaannya dengan berita ini.

Inka berlalu dengan jalan anggun bersama teman-temannya. Kali ini Cahya melihat sisi angkuh Inka. Cahya tebak mereka semua berasal dari keluarga kaya.

"Kak, jadi tukeran nomor teleponnya?" suara Cahya memecahkan kebingungan Inka.

"Dia kenapa?"

Cahya mengedikkan bahu.

*
*
"Kita mau ke mana?" tanya Cahya kesekian kali selama berada di mobil Setya.

"Bisa diam enggak? Bawel banget!"

Cahya mengerucutkan bibirnya. Ujungnya retina matanya melihat Setya tersenyum.

Mobil mereka memasuki sebuah komplek yang tak jauh dari kampus. Berjejer rumah minimalis elit dengan desain serupa. Tak lama mereka memasuki wilayah banyak indekos juga tak kalah elit. Terlihat mahasiswa berlalu lalang di jalan.

Setya memasukkan mobilnya ke sebuah gedung tingkat dua dengan pagar yang terbuka. Sebelumnya Cahya sempat melihat plang bertuliskan indekos khusus putri.

Ia memutar pandangannya. Tiga orang mahasiswi sedang belajar di sebuah gazebo, dua orang keluar melintasi pagar, dan dua orang sedang ngobrol di kursi teras. Beberapa buah pot tanaman menghiasi tepi selasar.

"Jangan bilang kamu nyariin aku kos! Jangan di sini. Di sini pasti mahal."

Setya tidak menggubris. Ia melepaskan sabuk pengamannya.

"Setya!" Cahya terperanjat. Tanpa sengaja ia menyentuh lengan Setya. Refleks tangannya menarik, tetapi perlu waktu baginya untuk menenangkan degup dada yang tak beraturan.

Ia merasakan wajahnya menghangat ketika menyadari Setya pun terkejut dengan tindakannya.

"Maaf!"

Setya tersenyum tipis. "Keluarlah."

Cahya melepaskan sabuk pengamannya lalu keluar. Di luar Setya sedang berbicara di telepon. "Kami sudah di luar."

Menyadari kehadiran Setya, tiga mahasiswi di gazebo seperti menghentikan kegiatan belajar mereka. Kini mereka berbisik-bisik, sambil melirik Setya. Dirinya pun tak luput dari tatapan ketiga mahasiswi itu.

Ketika Rindu BertasbihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang