Satu, dua sampailah putaran kelima, napas tersengal baru dirasakan oleh Alexia. Kakinya bergetar dan keringat dingin sudah membanjiri pelipisnya. Para ksatria istana termasuk Chaiden Hector yang melihat itu berekspresi khawatir.
"Tuan Putri, jangan memaksakan diri! Jika lelah, berhentilah!"
Teriakan Chaiden itu hanya dianggap angin bagi Alexia. Dia melanjutkan larinya saja sampai sepuluh putaran halaman akhirnya berhasil dilaluinya. Para ksatria istana di sana seketika menghembuskan nafas lega karena dirinya tidak kehilangan kesadaran akibat kelelahan. Dia lalu mendekati Chaiden sambil mengatur nafas.
"Hah ... hah ... katakan dimana pedang yang ... harus kuangkat?" Alexia membungkuk sedikit, memegang kakinya yang gemetar.
Helaan nafas panjang keluar dari mulut Chaiden sebab melihat sifat keras kepala Alexia. Tangannya lalu terangkat dan menunjuk tumpukan pedang besi dan kayu di atas tanah sehingga Alexia spontan melihat jari telunjuk Chaiden mengarah.
"Angkatlah salah satu pedang di sana, itu syarat terakhirnya."
Alexia kemudian melangkah pelan mendekati tumpukan pedang. Kedua tangannya segera mengangkat salah satu pedang dengan sangat mudah. Itu memang mudah baginya yang sudah sering mengangkat benda berat berupa tumpukan buku tebal. Berat pedang dan tumpukan buku yang biasa dibawanya kurang lebih sama.
"Tuan Putri hebat!" puji para ksatria kagum.
Di sisi lain, Chaiden tersenyum tipis melihat Alexia berhasil mengangkat pedang besi. Sekarang ia sudah yakin Alexia pantas menjadi muridnya. Dia memang sengaja memberikan syarat berupa lari dan mengangkat pedang karena ia perlu mengetahui stamina yang dimiliki calon-calon muridnya. Dirinya tidak bisa mengajar orang yang memiliki stamina lemah demi kesehatan mereka sendiri juga.
"Semua syarat sudah terpenuhi. Mulai hari ini saya akan mengajari Anda belajar pedang, Tuan Putri." Chaiden menyilangkan satu tangan di depan dada dan membungkuk sedikit.
Alexia yang telah menstabilkan detak jantungnya sehabis berlari tadi pun mengangguk dua kali. "Iya, mohon bantuannya!" ucapnya tersenyum.
Suara langkah kaki dari seseorang tiba-tiba terdengar dari suatu arah sehingga mengambil perhatian para ksatria di sana termasuk Chaiden dan Alexia. Terlihatlah Reviano yang berjalan mendekati mereka.
"Alexia, kau di sini?" Reviano terkejut atas keberadaan adiknya. Sebelumnya dia memang tahu kalau Alexia akan belajar pedang, tetapi ia belum tahu siapa yang akan mengajari Alexia.
"Iya! Mulai hari ini aku akan menjadi murid tuan Hector," jelas Alexia.
Alexia lalu terkesiap karena melihat ekspresi Reviano tiba-tiba berubah menjadi datar dan sedikit dingin. Namun setelahnya perhatian Alexia teralihkan sebab suara Chaiden yang mengajaknya dan Reviano pergi ke bagian halaman lain yang sepi untuk memulai latihan. Reviano dan Alexia pun mengikuti langkah Chaiden saja dalam keheningan yang canggung.
Beberapa jam telah terlewat. Kini di bawah rerimbunan suatu pohon, Alexia sedang mengayunkan pedang kayu di tangannya beberapa kali. Dirinya masih dalam tahap pemula yakni belajar cara memegang dan mengayun pedang yang benar.
"Cara memegang dan mengayun pedangnya sudah benar, Tuan Putri. Perkembangan yang sangat bagus," puji Chaiden mengamati Alexia dari tadi.
Alexia menurunkan pedangnya dari udara lalu menoleh ke arah Chaiden dengan mata berbinar senang karena usaha kerasnya dalam proses belajar pedang berhasil. "Benarkah? Kalau begitu, apa sekarang kita akan lanjut ke tahap selanjutnya?"
"Tidak," jawab Chaiden menggeleng pelan. "Meski pun gerakan Tuan Putri bagus, tapi Tuan Putri harus terbiasa mengayun pedang sebanyak mungkin terlebih dahulu, baru kita bisa lanjut ke tahap pelatihan selanjutnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Takhta Berdarah ✔ End
FantasyTerdapat banyak buku dongeng yang menceritakan kisah bahagia pada lingkungan keluarga kerajaan. Namun dongeng tetap hanyalah dongeng, berbeda dengan kehidupan realitas yang dialami seorang putri bernama Alexia Quella Dietz Berdine, tuan putri pertam...