Nopember, 2009
“Kayshila Kahiyang Ayunda!” teriak Nola dari pintu kelas. Masih jam 6.15 pagi tapi energi Nola sudah full charger, terdengar dari suara cemprengnya yang membahana.
Aku yang sedang sarapan di dalam kelas, mendongakkan kepala dan melihat ke arah perempuan bersuara melengking itu.
“Kamu ya, kemarin disuruh telepon, nggak telepon-telepon sampai malem. Ditungguin juga. Kamu masih punya hutang cerita,” kata Nola sambil berlari kecil ke arahku lalu memukul lenganku. Aku hanya tersenyum dikulum dengan pipi menggembung penuh makanan.
“Jadi, yang kemarin itu siapa?” cecar Nola.
Aku tidak menjawab hanya menunjuk mulutku yang masih mengunyah.
“Oke, aku tungguin. Cepet abisin dulu sarapannya,” ucap Nola dengan mendorong kotak makanku.
Nola benar-benar tidak memalingkan wajahnya hingga sarapanku habis lalu kuteguk sebotol air minum.
“Cepetan, keburu bel masuk nih,” kata Nola gusar.
“Ya ampun, sabar dong.” Aku menutup botol minum lalu mulai bercerita tentang awal aku dekat dengan Rama kemudian menerima pernyataan cintanya walau baru satu bulan kami saling mengenal.
“Gila. Kalau cowoknya macem Rama emang susah ditolak ya. Shila punya pacar perdana nih ceritanya, PJ dong, PJ doong ….” Nola memukul lenganku berkali-kali sambil tertawa lebar.
“Ih, minta pajak jadiannya ke Rama aja sana.”
“Lah, kan belum kenal, Shil.”
“Kapan-kapan aku kenalin. Trus gimana sama si anak IPS?”
“Ah, gitu-gitu aja, masih lempeng. Belum ada gejolaknya.”
“Tungguin aja deh, kayaknya sih oke ya.”
“Bener oke kan, nggak lumayan?”
“Beneran. Keliatan dari belakang sih, oke kok.”
“Ya ampun Shila, Cuma punggungnya doang yang oke kalau gitu ceritanya. Kemarin kamu beneran liat nggak sih?” tanya Nola cemberut.
Aku terkekeh, “Enggak jelas. Kamu juga lewat nggak kasih aba-aba cuma seliwer sedetik, itu juga lewat belakangku.”
“Nanti deh, aku ajak dia ke kantin bareng. Kamu ikut ya biar bisa menilai.”
“Dari kemarin ribet score terus deh. Jadi gimana menurutmu Rama? Dapet score berapa dia?” Aku menaik-turunkan alis, bangga. Harusnya berpasang-pasang mata yang melihat kami kemarin sudah cukup membuatku yakin bahwa penampilan Rama paling tidak 8 dari 10.
“9.5,” kata Nola setelah berpikir sejenak.
Aku membulatkan mata, “Sumpah? Aku malah nilai Rama 8 sih,” ujarku sambil menggerakkan tangan menulis angka delapan di udara.
"Mau aku kasih nilai 9.9 tapi yang ada kamunya nanti yang ke-PD-an,” aku Nola.
“Wow. Segitu kerennya Rama?” tanyaku minta diyakinkan.
“Kuakui Shil, kali ini kamu benar-benar ...” Nola berdiri sambil bertepuk tangan pelan lalu mengangkat kedua ibu jari ke arahku. Aku tertawa. “Tapi Shil, kalau akhlaknya minus sih sama aja, anjlok tuh nilanya.”
“Tumben banget ngomongin akhlak.” Aku masih belum berhenti tertawa.
“Nah ini, jangan salah, Shil. Poin kita harus nambah selain tampang dan bawaan, poin utama juga kesopanan.” Nola duduk kembali di bangkunya, aku hanya memperhatikan dia bicara sambil menganggukkan kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
FREE YOUTH
Teen FictionAwalnya Shila menerima Rama-siswa STM (Sekolah Teknik Menengah) angkatan 2008-sebagai pacar karena dia ingin seperti teman-teman yang lain. Menjalin hubungan dengan laki-laki dan merasakan manisnya kisah kasih di sekolah. Namun, semakin lama Rama me...