Talia~Bersembunyi

3 0 0
                                    

"Denger! Diem atau kita berdua bakalan mati!" Katanya lagi, melihat tampangnya yang seserius itu membuat aku membatu.

Mati katanya?. Benar aku akan mati, justru kalau aku tetap dengannya aku yang akan segera lenyap dari muka bumi ini.

Srak srak srak, suara semak-semak bergesekan dengan sesuatu. Tapi semak-semak yang mana? Sepanjang penglihatanku sama sekali tidak ada semak-semak disini. Ah, di atas. Iya, suara itu berasal dari atas sana. Tempat apa ini?. Kenapa hanya ada batu disini?.

Kak Dyan, menatap mataku. Terlihat jelas ada ketakutan di dalam dirinya. Orang seperti dia bisa gemetar seperti ini? Kenapa?. Orang seperti apa yang bisa membuat orang semacam kak Dyan gemetaran seperti ini.

Tak tak tak tak tak tak tak, terdengar seperti suara langkah kaki semakin mendekat. Sekapan kak Dyan semakin kuat. Aku tidak bisa bernapas. Aku mencoba berontak namun sakit sekali rasanya, apa badanku sudah remuk?. Apa tulang di dalam tubuh patah semua? Ah, aku tidak bisa berpikiran jernih. Kak Dyan brengsek! Dia membanting tubuhku ke tempat seperti ini padahal dia tahu aku habis ditabrak lari. Psiko!.

Kak Dyan kurang ajar! Aku dibawa jatuh ke dalam lubang yang dikelilingi batu-batu besar. Kalau begini hancur sudah hidupku. Aku sudah tidak bisa bergerak. Badanku sudah tidak bisa aku rasakan lagi. Hanya ada rasa sakit dimana-mana.

Aku menangis karena rasa takut di dalam diriku semakin meluap. Aku sudah tidak punya harapan lagi. Tubuhku hancur. Hidupku sudah tidak ada lagi. Kak Dyan bangsat!.

"Gua janji kalau gua mati sekarang, lu orang pertama yang bakal gua bawa mati juga. Lu gak akan lepas dari gua Dyan anjing! Gak akan gua biarin lu hidup dengan bangga sebagai seorang manusia gila. Lu bakal mati juga! Pasti!. " sumpah serapah keluar  dari dalam pikiranku. Aku semakin kehabisan napas. Kak Dyan lepas! Aku benar-benar bisa mati karena sekapan tangan kakak.

"Hhhm! (Lepas!)" aku berusaha keras untuk melepaskan sekapan kak Dyan.

"Diem!" Katanya tanpa suara sambil melotot kepadaku.

SRAK, duk. Tiba-tiba ada orang melompat ke tempat aku dan kak Dyan berada. Dia jongkok di atas kepala kami. Menatap kami dengan tatapan yang kosong namun menyeramkan.

"Wah wah, ini dia rumput liarnya.." katanya sambil menjambak rambut kak Dyan yang diikat cepol.

Kak Dyan terlihat panik, dia membatu. Karena badannya semakin kaku sekapannya terhadapku pun semakin parah. Aku benar-benar kehabisan napas.

"J..ja..jangan!" Kata kak Dyan terbata-bata. "Sssst, .... ... ... ..." balas orang itu ke kak Dyan. Terdengar samar di telingaku, ah tidak aku tidak peduli. Jantungku, jantungku.. aku tidak bisa mendengarnya. Aku mulai kehilangan fokus. Aku tidak bisa bernapas. K-a-k... aku akan mati.

"Kak Dyan..."  pikiranku meledak sampai membuatku mengingat semua ucapan Ayah dulu. Kalau saja aku mendengarkannya saat itu, kalau saja aku tidak menanam rasa marah untuknya. Kalau saja...
.
.
.
.
.
.
.
.
.
................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................

Setahun sebelumnya, sebelum meninggalkan rumah.

"Kamu yakin Lia?" Tanya Ibu, suaranya terdengar khawatir.

See uTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang