Althaya duduk di lantai dengan posisi kaki ditekuk di depan dada, badannya bersandar di pinggiran kasur.
Althaya membuka ponsel yang sudah ia cas tadi malam dan melihat jam, jam menunujukan pukul enam pagi, ia sudah duduk seperti ini selama empat jam.
'Kenapa Reginald belum pulang?'
Sesibuk apakah cowok itu hingga tidak menghadiri pemakaman mama nya sendiri? Memikirkan itu membuat Althaya semakin pusing.
Tangannya bergerak memplay lagu dengan nada pelan setelah itu ia memejamkan matanya. Sejak pulang dari pemakaman mama nya kemarin sore ia sama belum berinteraksi dengan siapapun, bahkan dengan Lorenzo.
Althaya sangat ingat cowok itu mengajaknya pulang, namun ia menolak dan malah memilih pulang bersama Nozel. Ia dapat melihat jelas bahwa Lorenzo ingin menjelaskan kejadian saat di rumah sakit.
Sebenarnya ia ingin memberitahu pada Lorenzo apa yang ia temukan saat Falisa sudah tidak sadarkan diri, namun hal itu ia tunda mengingat dirinya masih kesal dengan cowok itu.
Tok..Tok..Tok..
Althaya tersadar dari lamunannya dan segera menoleh ke arah balkon.
"Maaf gue masuk lewat sini." Lorenzo terlihat berdiri di depan pintu balkon seraya membawa tote bag yang entah apa isinya.
Althaya tidak menyangka cowok itu akan nekat memanjat untuk menemuinnya. Padahal semalam ia mengunci semua pintu rumahnya agar seseorang tidak bisa masuk karena ia ingin menyendiri.
"Tolong buka pintu nya Ay."
Tidak ingin membuat cowok itu sakit karena udara pagi yang dingin, Althaya segera menuju pintu balkon dan membukanya.
Lorenzo masuk lalu menutup lagi pintunya. Althaya terdiam sejenak lalu ia berjalan kembali ke arah kasur.
Lorenzo berbalik dan menaruh tote bag di nakas lalu berjalan mendekati Althaya yang sedang berbaring tengkurap. Tanpa meminta izin dari gadis itu, Lorenzo duduk di pinggir kasur.
"Kak Regi belum pulang, mama udah nggak ada, dan papa pergi ke luar kota sama dua jalang itu buat bersenang-senang. Rumah ini rasanya terlalu besar dan sepi buat gue."
"Kenapa takdir gue selalu sendirian Ren?" Pertanyaan keluar begitu saja dari mulut Althaya, membuat Lorenzo merasa kasihan dengan gadis itu.
"Lo salah. Lo nggak sendiri, lo masih punya gue dan Infinity."
Althaya membenarkan posisinya menjadi duduk menghadap ke arah Lorenzo dengan kaki yang terlipat.
"Gue tau tapi setiap gue di rumah gue selalu ngerasa sendirian Ren. Apalagi semenjak Reginald kuliah di luar negeri."
Lorenzo terdiam, memang benar apa yang dikatakan Althaya ia juga bisa merasakan betapa kesepiannya gadis itu di rumah yang terbilang cukup besar ini.
"Gue sama yang lain bakal sering kesini gimana?" Tanya Lorenzo, matanya menatap gadis itu.
"Kayanya nggak bisa deh, lo tau sendiri papa bakal marah kalo tau kalian disini. Bisa habis gue ditangannya."
Tidak ingin mengarah ke topik ini, Lorenzo mengalihkan pembicaraan karena awal tujuan ia kemari bukan ingin membahas hal yang tidak mengenakkan melainkan untuk meminta maaf dan menghibur Althaya.
"Gue bawain bubur dimakan dulu, nanti dingin. Gue tau lo belum makan dari kemarin." Lorenzo mengambil tote bag yang berisi bubur tadi dan memberikannya pada Althaya.
Gadis itu menggeleng. "Suapin." Ucapnya dengan manja.
Lorenzo terkekeh. "Siap Queen!"
Tangan cowok itu membuka perlahan tupperware yang berisi bubur dan mengambil sendok.
KAMU SEDANG MEMBACA
LORENZO
Teen FictionLorenzo King William adalah wakil ketua geng Infinity sekaligus ketua basket yang berbakat dan disukai oleh banyak siswa di SMA Antariksa. Selain parasnya yang tampan, Lorenzo adalah lelaki yang terkenal playboy dan troublemaker di sekolah. Namun...