14. Mom

1.7K 204 1
                                    

Winwin memasuki apartemen yang kini di tempati oleh ibu dan kakaknya. Ia sengaja membeli apartemen di korea, agar suatu saat keluarganya datang tidak perlu repot repot mengeluarkan uang untuk menyewa hotel.

Kedua tangannya penuh dengan barang belanja, serta punggungnya yang terdapat tas hitam miliknya.

Kakinya langsung menuju dapur apartemen, dan ia langsung saja dapat melihat pemandangan ibunya yang sedang memasak.

Dengan perlahan, Winwin menaruh kedua plastik belanjaan dan tasnya tersebut di atas meja pantry.

Memiliki rencana untuuk mengagetkan ibunya. Pemuda itu langsung saja memeluk sang ibu dari belakang, membuat aktifitas wanita tersebut terhenti karena terkejut.

"Mama....." manja Winwin yang memejamkan mata, menikmati setiap aroma yang selalu khas tenang berasal dari ibunya.

"Astaga, anak nakal! kau mengangetkanku, Sicheng!"

Winwin tertawa dengan suara omelan ibunya, ia sangat merindukan orang tuanya yang satu ini.

"Mama, aku rindu padamu" ucap Winwin tersenyum tanpa melepaskan pelukannya.

"Ya ya ya, mama juga rindu kamu Sicheng. Tetapi, pertama tama lepaskan tanganmu ini. Atau, kita tidak akan makan malam hari ini" ancam Jia li yang kemudian di lepaskan Winwin.

"Baik baik ratu, putramu ini akan menuruti apa yang kau mau" kata Winwin membuat nada bak kerajaan.

Jia li menggelengkan kepalanya sambil terkekeh geli, matanya tetap fokus menatap ayam yang hampir matang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jia li menggelengkan kepalanya sambil terkekeh geli, matanya tetap fokus menatap ayam yang hampir matang.

Ia berfikir bahwa, anak laki lakinya sudah dewasa tetapi masih saja manja seperti itu.

"Mama, bagaimana kabarmu?" tanya Winwin yang sekarang mulai sibuk merapihkan beberapa barang belanjaanya ke tempat yang seharusnya.

"Baik, Sicheng. Bagaimana denganmu?" Jia li melemparkan pertanyaan yang sama.

"Baik."

Jia li merasa ada yang berbeda dengan anaknya satu ini, ia seketika mematikan kompor yang menyala karena juga sudah merasa pas dengan masakannya.

"Ada yang salah?" celetuk Jia li.

Winwin yang sedang menaruh sebuah ramen ke lemari atas sontak menoleh dan memasang wajah linglung.

"Maksud mama?"

Jia li tersenyum mengerti, "Jika ada yang ingin kau ceritakan, berceritalah Sicheng. Aku itu ibumu, bukan setahun atau dua tahun kita bersama. Tetapi, 22 tahun kita melewati semua yang ada."

Mata Winwin menatap Jia li sendu, senyumnya terukir tipis. Ibunya selalu tahu sedikit saja, jika ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya.

"Pekerjaanmu?" tebak wanita tua cantik itu yang digelengi oleh Winwin.

          

"Percintaan?" tebak lagi Jia li yang bertujuan untuk menggoda anak laki lakinya.

Winwin terkejut, ia refleks menggeleng cepat. "Tidak, mama. Astaga, aku saja belum menyukai siapapun" sergah pemuda itu kesal.

"Hm? iyakah? mama tidak percaya?" goda Jia li yang menaikkan satu alis.

"Iya, Sicheng bersumpah belum menyukai siapapun" Winwin mengangkat tangannya, dan menunjukkan peace yang dimana jari telunjuk dan tengahnya berdiri.

Jia li tertawa, ia merasa gemas dengan Winwin yang terlihat panik saat di tuduh seperti itu. Baginya, Winwin seperti polos akan hal itu semua. Pemuda itu terlalu malu untuk sekedar menjalani hubungan dengan seorang gadis.

"Jadi, apa yang membuatmu seperti itu Tuan muda Sicheng?" papar Jia li ketika tawanya terhenti.

Wajahnya seketika bingung, yang melihat langsung perubahan raut wajah Winwin yang nampak murung.

"Sicheng? kenapa?" tanya Jia li lagi, kini terlihat khawatir.

"Ayah."

Tubuh wanita tua itu mematung, ia memandang anaknya serius dan mata yang melebar terkejut.

"Aku bertemu ayah di agensi, sedang ingin rapat bersama paman Fengying. Ayah sedang di sini,"

"Ak— aku..... curiga bahwa Shuwan juga berada disini. Karena Sicheng hafal, bahwa kemanapun ayah pergi. Ayah pasti tidak akan pernah lupa membawa Shuwan," Winwin mendongak yang langsung mendapatkan sang ibu dengan mata berkaca kaca.

"Mama..... tenanglah, Sicheng sedang mengikuti ayah. Perlahan, kita akan bertemu Shuwan" lontar Winwin yang kini berada tepat di depan ibunya mengusap kedua pundak wanita tersebut.

Jia li mengangguk, ia mengusap air matanya yang hampir tumpah. Karena merasa terharu bahwa Winwin mendapatkan informasi yang semoga membuat kemajuan, dan mengingat masa masa dengan anak bungsunya.

"Ada apa ini?"

Sebuah suara lain yang datang, membuat keduanya menoleh. Terdapat seorang gadis dewasa yang mengenakan pakaian formal kantor, dan terlihat anggun bersamaan.

Dong Sashuang.

"Kenapa mama seperti habis menangis?" nada Sashuang tajam tertuju kepada Winwin.

Winwin gelagapan, hendak menjawab pertanyaan kakaknya tetapi Jia li lebih dulu mencuri waktu tersebut.

"Mama hanya rindu dengan adikmu ini, dia datang tiba tiba langsung memeluk mama" bohong Jia li seraya tersenyum lembut.

Winwin diam, hanya menyerahkan hal tersebut kepada ibunya. Ia tidak pandai berbohong, apalagi dengan kakaknya yang selalu paling pintar darinya.

"Dasar anak manja," ejek Sashuang yang sibuk mengisi air putih yang berasal dari dispenser tersebut.

"Daripada kau keras kepala!" balas Winwin kesal.

Sashuang menyeringai sambil menaikkan satu alisnya, "Ngaca, pabo."

"Ya!" teriak Winwin marah.

"Sudah sudah, lebih baik kalian ke kamar masing masing dan bersihkan diri kalian, cepat!" titah Jia li yang mulai pusing melihat kedua anaknya kembali bertengkar.

=====

Tuk! tuk! tuk!

Suara langkah sepatu berjalan, sontak membuat Shareen mengalihkan pandangannya ke arah pintu kamarnya.

Gadis itu kini berada pada posisi tengkurap dan kedua tangannya memegang sebuah komik. Tangan kanannya melepas satu earphone yang menyangkut di telinga kanannya, ia memandang pintu kamarnya yang tertutup seolah olah menunggu ayahnya datang untuk sekedar melihatnya.

Tak ada suara lagi, Shareen langsung bangun dari posisinya. Ia meletakkan komiknya di kasur, dan berjalan keluar langsung membuka pintu kamar.

Cklek!

Gadis itu melongok keluar, lalu mendapatkan pemandangan ayahnya yang sedang melonggarkan dasinya dan Fengying yang sedang berada di dapur. Matanya beralih pada jam dinding di ruang tamu, tepat pukul 2 malam waktu dini hari.

Shareen berjalan keluar seolah olah dia baru saja terbangun dari tidurnya, karena takut ayahnya akan marah bahwa ia belum tidur jam segini.

"Shareen? belum tidur?" celetuk ayahnya, Shareen menoleh.

"Tidak. Aku terbangun, ayah."

Jiazhen mengangguk mengerti, kemudian ia mendekat ke arah putri kesayangannya. Tangan kanannya mengusap lembut pucuk kepala Shareen, "Ayah, baru pulang? jam segini?" Shareen bersuara.

"Iya, Ayah lembur, Shareen."

"Sepertinya ayah lelah, lebih baik kau istirahat" saran Shareen yang di setujui Jiazhen.

"Minggu depan, kau ikut ayah ke acara makan malam, ya?" lontar Jiazhen.

Shareen menatap ayahnya penasaran, "Acara apa? kenapa Shareen harus ikut?"

"Ada. Hanya acara bisnis teman ayah, kau harus ikut."

Kepala gadis itu mengangguk menurut, Shareen sudah hafal bahwa permintaan ayahnya ini selalu tidak bisa ditolak.

"Baiklah."

"Ayah sudah makan malam?" Jiazhen berterima kasih sebentar kepada Fengying yang membawa segelas air putih, dan kemudian mengangguk atas pertanyaan anaknya.

"Sudah, tadi ayah sudah makan. Shareen lebih baik kau kembali tidur, besok kau harus ke rumah sakit bukan?" papar Jiazhen.

Shareen menurunkan kedua sudut bibirnya, karena merasa kesal ayahnya mengingatkan hal tersebut. Dengan malas, ia berbalik ke arah kamar untuk memulai tidurnya.

=====

Aku baru sadar udah part 14 aja:(((

Belum ada konflik kan ya? soon hehe, maaf ya kalo narasinya gak jelas karena aku dah lama gak nulis dan nulis cerita ini tuh numpahin haluan aja.

Choose ur fighter🔥

Zhong Chenle🐬

Zhong Chenle🐬

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Or

Liu Yangyang🐑

Liu Yangyang🐑

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
WE ARE (NOT) STRANGER [NCT FANFICTION] Where stories live. Discover now