31. Sahabat

420 56 4
                                    

Brak

Taehyung mengangkat sebelah alisnya bingung saat melihat Jungkook turun dari mobil hanya untuk membukakan pintu untuknya.

"Apa sih? Aku bisa buka sendiri tahu." Taehyung terkekeh melihat wajah Jungkook yang tampak kelewat khawatir.

"Bisa jalan tidak?"

Melihat Taehyung yang agak takut-takut menampakan kakinya untuk berdiri, Jungkook memutuskan untuk menggendong Taehyung tanpa persetujuan dari orangnya.

Bridal style pula, memang menang banyak si Jungkook ini.

"Hei!! Lepaskan aku--yak!!" Kaki Taehyung menendang-nendang ingin lepas dari gendongan Jungkook.

"Sstt, tuan putri tak boleh jalan. Nanti kelelahan."

Seketika kaki Taehyung menjadi diam, tak lagi menendang ribut. Karena malu akan ucapan Jungkook tadi, lebih tepatnya gombalan.

Jungkook tersenyum saat melihat Taehyung yang menjadi diam, "Kenapa huh? Benarkan?"

Plak

"Aduh!" Bisa dipastikan bahu Jungkook sudah memerah sekarang.

"Bukan mau ku digendong oleh orang sepertimu."

Setelah beberapa saat berjalan, akhirnya sampai juga di unit kamarnya Taehyung.

"Turunkan aku."

Tapi tak diindahkan oleh Jungkook, malah Taehyung terkejut karena Jungkook mengetahui password kamarnya. "What the hell? Kau sering menguntitku ya?!"

Taehyung memukul Jungkook tanpa ampun, "Aduh, aduh! Kapan aku menguntitmu?!"

Tak terima dipukul terus, Jungkook berniat menurunkan Taehyung.

Namun dia lupa kalau kaki Taehyung masih tidak bisa berdiri dengan benar, dan pada akhirnya...

Brukk

Jungkook terjatuh sambil meringis karena punggungnya yang sakit terbentur lantai, juga Taehyung yang untungnya reflek mengerem wajahnya. Kalau tidak bisa saja bibir mereka sudah saling menempel.

Déjà vu?

"Sedang apa Taehyung?"

Buru-buru Taehyung bangkit dari posisinya yang juga dipegangi oleh Jungkook, "Ah, tak apa Ahjumma Min."

Taehyung memberikan senyum manisnya kepada wanita paruh baya yang menjadi tetangga apartemennya itu, "Baiklah."

Melihat Bibi Min yang berlalu membuat Taehyung menatap Jungkook dengan kesal. Kesal sekali.

"Gara-gara kau."

"Kenapa jadi aku?" Jungkook protes.

Cukup, Taehyung jengah dengan Jungkook. Manusia yang satu itu harus cepat-cepat pergi dari hadapannya, tak mau tahu.

"Pergi sana!"

Jungkook malah terkekeh melihat Taehyung yang sia-sia mendorongnya. "Pergi kemana? Ke hatimu?"

"Ish!"

Plak

Lagi dan lagi, Jungkook menjadi korban kekerasannya Taehyung.

"Sumpah, tanganmu tak punya perasaan sekali."

"Ish, Jungkook! Aku mau tidur, sudah kau pulang sana!!" Ucap Taehyung yang sangat-sangat kesal sambil ingin mencakar wajah songong Jungkook.

Jungkook tertawa pelan, "Iya, iya. Ya sudah, aku pulang dulu ya?"

"Iya!!"

Tak tahan dengan pipi chubby Taehyung yang menggemaskan, tangan Jungkook yang kekar itu mencubit-cubit gemas sang empunya. "Jweon!"

          

"Benar ya aku pulang dulu?"

Taehyung diam tak merespon. Pada intinya sekarang dia tahu, bahwa ada manusia yang lebih menyebalkan dibanding Jimin.

"Tae?"

"Aku pulang dulu, jangan rindu."

Taehyung menendang tulang kering orang itu tak main-main, "Kau bukan pacarku!"

"Tae, betisku sakit." Adu Jungkook.

Terdengar tawa seorang namja yang familiar di telinga mereka berdua, si Jimin ternyata.

"Habisnya kau mengganggu macan yang galak, terima saja kaki malangmu itu kesakitan."

Entah sejak kapan pula Jimin sudah ada disitu.

Memang sesakit itu ya? Tak peduli lah, toh juga Jungkook itu memang menyebalkan.

"Ck, sialan. Aku pulang dulu." Akhirnya Jungkook benar-benar pergi dari situ, meskipun sempat mengedipkan matanya kepada Taehyung.

Akhirnya sisa mereka berdua, Jimin tersenyum kearah Taehyung. "Masih mau disitu? Tak pegal memangnya kakimu?"

Oh iya.

"Gendong."

Jimin tertawa lalu memberikan tumpangan di bahunya agar bisa menggendong Taehyung. Padahal cuma masuk saja, tapi memang sahabatnya ini sangat manja.

Jimin menurunkan Taehyung di ranjangnya, "Rindunya dengan ranjangku."

Mendengar Taehyung yang berkeluh kesah tentang ranjangnya membuat Jimin berdecih, mengapa si alien idiot ini kerjanya hanya tidur saja?

"Tempat tidurmu ataupun rumah sakit sama saja, fungsinya juga untuk tidur."

"Tapi kan beda Jim, kalau disini itu privasi. Kalau di tempat lain itu tak ada privasi, buktinya Jungkook--"

"Apa?" Tanya Jimin.

"Tidak." Hampir saja Taehyung keceplosan, soal insiden hampir berciuman itu.

Jimin hanya ber oh ria saja, lagi pula buat apa dia melarang-larang mereka berdua untuk berdekatan? Tak ada hak.

"Lapar?"

"Belum." Taehyung mempoutkan bibirnya sedih, karena masih belum bisa makan makanan normal.

Pasti harus makan benda lembek putih itu.

Melihat Jimin yang bermain game di ponselnya itu membuat Taehyung mendekat lalu bersandar dibahunya, "Kau tak pulang?"

Jimin menoleh sebentar, "Tidak."

"Kenapa?"

"Kau mau tahu kenapa?"

Taehyung mengangguk pelan, bingung akan maksud perkataan Jimin.

Namja itu meletakkan ponselnya kemudian memfokuskan tatapannya kepada Taehyung.

"Karena aku sahabatmu."

"Ya kan kau memang sahabatku, kau--"

"Dengarkan aku dulu." Jimin memotong ocehan Taehyung.

Dia menggenggam tangan kanan Taehyung yang terasa hangat, "Aku sahabatmu. Sudah berapa kali kubilang? Pasti kau juga bosan kan mendengarnya?"

Taehyung hanya diam tak menjawab, masih menunggu kelanjutan ucapan Jimin.

"Oleh sebab itu aku berhak mengkhawatirkanmu, aku sudah merasa jika kau menjadi tanggung jawabku Tae."

"Park Jimin. Aku bukannya meragukan persahabatan kita, tapi aku sudah merasa cukup merepotkanmu selama ini. Aku benar-benar merasa terlalu bergantung padamu, sehingga apapun masalah yang kuhadapi selalu meminta solusi darimu." Taehyung menatap Jimin dengan senyum kecilnya.

Refuser d'y Aller [KV]Where stories live. Discover now