Indah, bahkan lebih dari kata indah.
Kahfi merapatkan punggungnya ke tembok. Telinganya dipasang tajam setia mendengar murotal seseorang yang berada di dalam kelas. Siapa seorang perempuan yang membaca Quran dengan penuh penghayatan seperti itu?
"Kahf, gue cariin dari tadi."
Pemuda berpeci hitam itu terkejut bukan main karena Zaki menepuk pundaknya. "Ki...." Telunjuk Kahfi diletakkan di tengah bibirnya. Suara Zaki yang sedikit keras itu membuatnya malu jika sampai perempuan yang sedang mengaji di dalam kelas mengetahui keberadaannya.
Bodohnya seorang Zaki membuat Kahfi ingin sekali menenggelamkannya. Pemuda dengan gaya pakaian kekinian itu berdiri sambil melakukan dance yang sedang viral di hadapan pintu. Kahfi segera menyeret temannya dari sana. Namun, sayang, tindakan Zaki mengundang perempuan di dalam sana keluar. Kahfi malu, sangat malu. Kepalanya segera menunduk seraya membasahi bibir.
"Eh, Chika?" Zaki mengulum senyum semanis mungkin untuk menarik perhatian perempuan dengan rambut hitam terurai rapi. Ada ekspresi terkejut ketika mengetahui perempuan yang sedang diintip oleh Kahfi adalah temannya semasa SMA. "Gue nggak tahu loh lo kuliah di sini."
"O hai." Chika tampak kaku ketika bertegur sapa dengan Zaki. Bukan sebab Zakinya, tetapi seseorang yang ada di samping Zaki. Memangnya siapa yang tidak mengenal Kahfi? Anak IT yang cerdas, aktif organisasi, selalu baik kepada siapa pun. Kahfi cukup terkenal di fakultasnya, bahkan universitas ini.
Zaki menyenggol Kahfi ketika menyadari jika Chika terus menatap Kahfi. "Lo nggak berubah ya, Chik. Muka lo tetap unyu-unyu gitu. Pantes temen gue ngintip-ngintip lo dari tadi."
Semakin bertambahlah malunya Kahfi. Rasanya ingin menghajar Zaki. Namun, Kahfi terlalu sayang dengan temannya itu. Setelah menahan segala malu yang ada, Kahfi pamit dengan langkah tergesa-gesa. Sekilas ekor matanya melihat wajah perempuan bernama Chika itu. Manis, kulitnya putih mulus, hidung minimalis, bulu mata lentik, dan bibir tipis. Satu lagi, poin paling indah, rambut hitam yang rapi.
Hatinya terus beristigfar, memohon ampun atas kesalahan-kesalahan yang baru saja diperbuat. Namun, memang pada dasarnya Chika cantik, hal itu tidak bisa dielakkan.
"Zak, Kahfi...," kata Chika dengan suara pelan.
"Malu tuh anak. Daritadi dia ngintip lo terus."
"Nggak mungkin."
"Gue serius. Tadi di sini nih." Zaki mengambil posisi yang persis seperti Kahfi saat mengintip Chika. "Suara ngaji lo ada kemungkinan membuat temen gue jatuh cinta."
"Jangan buat terbang, ya! Eh." Chika kaget ketika sadar jika Zaki mengatakan Kahfi itu temannya. "Kahfi teman kamu? Yang benar? Nggak bohong, kan?"
"Kahfi mengajarkan gue pantang bohong bagi seorang gantlemen," ucap Zaki bangga sambil menepuk dadanya.
*
"Semoga Engkau mengampuni saya, Ya Rabb...."
Kahfi selalu demam ketika menjelang malam sampai Subuh, terhitung setelah hari pertemuannya dengan Chika. Entah apa artinya ini. Mungkin Tuhannya sedang menegur jika Kahfi harus lebih tunduk lagi ketika berhadapan dengan perempuan. Kerap kali Kahfi tidak dapat tidur karena tubuhnya sangat mengigil. Semua obat-obatan yang dikonsumsinya selama ini tidak ada reaksi sama sekali terhadap tubuhnya.
Yang Kahfi mampu lakukan selama hampir dua minggu ini adalah sabar. Mungkin Tuhannya sedang menggugurkan dosa lewat cara seperti ini. Sampai akhirnya demam itu hilang setelah hari di mana Chika mengatakan mau ikut bergabung di organisasi Generasi Perbaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAHFIpt.II
Spiritual[Part 2 novel Kahfi] "Sayang, meskipun Islam tidak lagi menjadi penguasa di dunia, tetapi ajaran-ajaran Islam yang dibawa Rasulullah telah tersebar ke berbagai penjuru dunia. Dan hal itu merupakan mutiara bagi peradaban dunia. Kahf harus tahu, sekal...