[0.2] Hirap

1 0 0
                                    


"Sekuat apapun seseorang, pasti memiliki titik terendah yang membuatnya lemah tak berdaya."

Alana cantik.

            👑👑👑

Teng ... Teng ... Teng ....

Lonceng istirahat berbunyi, semua merapihkan bukunya masing-masing. Guru pun sudah keluar beberapa menit yang lalu.

"Bro-broku, hayu ngantin!" teriakku pada teman-teman satu circleku.

"Gas, bray. Lapar, dari kemaren gak makan aing, bray," sahut Bintang, bangkit menghampiri tempat dudukku.

"Luthfy, Darma, Kirana, hayu gaskeun!" Ica berteriak.

Entah kenapa, aku bisa punya temen kaya mereka. Mereka cukup solidaritas, baik, gak perhitungan, namun kadang bercandanya suka kelewat batas. Untung aku gak baperan, tapi kadang suka sakit hati juga sih.

Kita berjalan bersama, melewati setiap koridor sekolah. Kita berbincang juga tertawa bersama.

"Duduk di sana, gas," ucapku menunjuk bangku di pojok sana. Kita pun menempati tempat duduk tersebut.

"Tang, pesen jig! Horèam aing mah," ucap Darma.

Belum Bintang menjawab, terdengar kericuhan di sebelah sana. Semua orang berkumpul di sana. Aku menatap kerumunan itu, terdengar suara teriakan amarah dari seseorang.

"Alana!" teriak Salsa berlari menghampiriku, dia teman satu ekskulku. "Itu, Kang Dzikri ketua bertumbuk sama Kang Firman."

"Urusannya sama aing apa, jingan?" tanyaku heran.

"Pisahin, anjrit! Kamu doang yang deket sama dia."

Memang, dari beberapa anggota cuman aku yang bisa dekat dengan Kang Dzikri. Padahal, dia tidak dingin. Dia humoris, tapi entahlah. Muncul beberapa pertanyaan dalam benakku, mereka itu ketua dan juga wakil ketua dari ekskul bela diri. Kenapa mereka bertengkar? Apa yang membuat mereka bertengkar hebat? Padahal kata orang-orang, mereka itu teman baik sejak awal masuk SMK.

Aku berlari ke arah kerumunan tersebut, menghampiri Kang Dzikri dan juga Kang Firman yang tengah berkelahi. Aku menerobos kerumunan, dan menatap mereka berdua. Nampak jelas di mata Kang Dzikri, amarah yang membara.

"Kang Dzikri!" teriakku padanya, namun teriakkan ku tidak membuatnya berhenti memukuli Kang Firman. Ketika Kang Dzikri mengangkat tangannya kembali untuk mengambil ancang-ancang, aku menahannya.

"Kang," lirihku menggelengkan kepala ke arah Kang Dzikri. Kang Dzikri menatapku, aku melepaskan cengkraman tanganku pada tangan Kang Dzikri. Kang Dzikri bangkit dan pergi meninggalkan kerumunan siswa tadi.

Ica dan juga temanku yang lain, menghampiriku. Aku berlutut membantu Kang Firman untuk untuk berdiri.

"Lana, lo gak papa?" tanya Ica.

"Gak, kalem. Luthfy, Bintang, bantuin aing angkat Kang Firman," titahku, lalu Kang Firman diboyong ke UKS.

"Kalian duluan aja, mau ke kelas juga gak papa. Aku mau nyari Kang Dzikri dulu," ucapku lalu berlari ke arah Kang Dzikri pergi tadi.

Aku menyusuri setiap ruangan, mencari keberadaan Kang Dzikri. Namun hasilnya nihil, aku tidak menemukannya di mana pun. Aku berlari menuju pos satpam.

"Pak, liat Kang Dzikri, gak?" tanyaku pada Pak satpam.

"Gak liat, Neng."

"Oh, oke, hanupis, Pak." Aku menghela napasku. Lalu berjalan kembali, berniat kembali ke kelas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 04, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hirap [ Aku, kamu dan semua anganku ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang