jemari menawan temaram asyik menari diatas kanvas yang ia bawa dalam pelarian ini.
menciptakan kenangan katanya.
warna sekunder mendominasi, disekitaran tempat kami mendudukan diri.menutup buku bacaan, aku beranjak tuk mengecek temaram. tanpa aku lihat dengan netra pun aku tahu lukisan temaram adalah yang paling jelita didunia. jika Van Gogh masih ada di semesta mungkin beliau akan memberi penghargaan beruntun tuk temaram.
ia menoleh kearahku, selalu dan selalu senyum kotak itu menyambut kehadiranku dengan hangat.
"cantik sekali."
"iya, seperti mu."
hei jika kalian pikir temaram hanya bisa melukis, kalian salah besar! nyatanya temaram juga mampu tuk menyihir seseorang menjadi tomat yang begitu merah!
"apakah kamu bahagia bersamaku? hanya kita berdua lalu ditemani secangkir coklat hangat, kanvas, dan panorama di depan netra?" tanyanya.
yang ku lakukan tuk membalas tanyanya dengan mendekati, mengecup labium keringnya karna ia terlalu mementingkan torehan demi torehan yang menari diatas kanvas lalu lupa menyentuh secangkir coklat hangat.
"kenapa hanya sedetik?" sembari ia menunjuk labium yang sedetik lalu ku kecup.
"lalu? kau ingin berapa?"
ia merengkuh jemari kerdilku, ia kecup. nyala netranya memancarkan radiasi namanya afeksi.
"selamanya."