CYRAKHA • 51

54.3K 5.7K 236
                                    

Suara ketukan pintu terdengar dari salah satu rumah yang nampak asing

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

Suara ketukan pintu terdengar dari salah satu rumah yang nampak asing. Sang pemilik merasa aneh, pukul sembilan malam, siapa yang mau bertamu di malam yang hampir larut ini?

Ketika sang pemilik yang merupakan seorang pria paruh baya itu membuka pintu, tampak dua anak remaja yang sudah bersandar pada dinding rumah dengan tatapan kosong kedepan.

"Maaf, siapa ya?" tanya pria itu.

Dua orang yang kini berhadapan, yang tak lain adalah Rakha dan Auden masih saling berpandangan tanpa ada niat menjawab pertanyaan yang dilontarkan pada mereka.

"Siapa kalian ini? Ganggu saja! Sana pulang! Saya ini sipir penjara, mau saya masukkan ke sana kalian, hah?" usir si pemilik rumah.

Rakha kemudian menatap sinis pria yang merupakan sipir penjara itu. "Mimpi burukmu di depan mata!"

"Hah? Apa yang-"

bugh!

Belum sempat menyelesaikan kata-katanya, pria itu sudah di hantam dengan sebuah balok kayu oleh seseorang di belakangnya yaitu Xander.

Pria itu tersungkur tak sadarkan diri. Saat ini ia pasrah tak tahu akan dibawa kemana. Ia hanya bisa merasakan dirinya di seret memasuki sebuah mobil dan pergi.

Sebelum pria itu menutup mata dan benar-benar kehilangan kesadaran, samar-samar ia mendengar suara orang dari dalam telfon sedang berbicara pada Rakha.

"Dimana?"

"Mall kosong lantai dua. Gue share lock sekarang."

Entah sudah berapa lama pingsan, pria itu kini terbangun dengan kondisi dirinya terikat pada sebuah pilar ruangan luas yang kosong dan gelap. Memang benar ruangan ini sepertinya adalah mall yang sudah terbengkalai.

"Bapak Widodo, kepala sipir penjara, usia 45 tahun, duda tanpa anak, golongan darah B, tinggi 171 cm, berat badan 75 kg."

Pria bernama Widodo itu amat terkejut kala Rakha berhasil menyebutkan semua tentang dirinya sangat rinci.

"Siapa kalian?" tanya Widodo sedikit berteriak.

Rakha berdecak sambil menyumpal telinganya dengan salah satu jarinya. "Jangan teriak, Pak. Kami gak budeg kok."

"Kami cuma mau lihat wajah takutnya seorang pengkhianat aja," sahut Auden.

Widodo membulatkan matanya. "P-pengkhianat?"

"Gara Aldebaran. Napi dengan kasus pembunuhan dua tahun lalu, bisa bebas karena campur tangan Bapak kan?" tanya Xander sambil memperlihatkan surat-surat pembebasan Gara yang di tanda tangan oleh Widodo.

Widodo hanya diam membisu. Berusaha menyembunyikan rasa takutnya.

"Di bayar berapa?" tanya Rakha spontan.

          

"Hah?"

"Di bayar berapa?" ulang Rakha dengan penekanan.

"S-saya nggak tahu.."

"Oh ya?" Rakha mengangguk paham. Ia kemudian menarik suatu kain putih kusam yang menyembunyikan beberapa barang di sana.

Jeriken berisi suatu cairan juga korek api.

Auden mengambil jeriken itu dan menumpahkan isinya di seluruh tubuh Widodo.

"Jangan! Jangan!!!" pekik Widodo panik.

Xander kini mulai maju sambil menyiapkan satu korek di tangannya. Ia bersiap untuk menggesek permukaan korek itu dan memunculkan api.

"Jangan! Saya mohon!" ujar Widodo sambil menggelengkan kepalanya.

Rakha tersenyum miring. "Jadi iya atau tidak? Gara keluar dari penjara karena bapak?"

"Satu.. dua.. tig-"

"IYA ITU CAMPUR TANGAN SAYA!"

Rakha melanjutkan  permainannya. "Kenapa bapak bisa bantu dia keluar?"

"D-dia..."

"Satu-"

"DIA ANCAM MAU BUNUH SAYA!!"

Rakha membentuk mulutnya menjadi bentuk O. Ia kemudian meminta Xander meneruskan kegiatannya.

Jantung Widodo berdegup kencang. Bukan membebaskannya, Xander justru menyalakan korek api itu dan melemparkannya ke arah Widodo.

Jeritan Widodo mengalun lembut di telinga ketiganya dan mengundang gelak tawa. Tubuh Widodo tak terbakar dan itu membuat empunya heran.

"Itu air, bodoh!" ejek Xander.

Dengan napas yang terengah, Widodo geram setengah mati. Bisa-bisanya anak-anak ini mengerjainya.

"DASAR BOCAH INGUSAN!"

dor!

Widodo terlonjak kaget saat suara tembakan terdengar menggema ke seisi ruangan. Memantulkan kengerian dan membuat keheningan.

"Halo, masih ingat aku?" desis Jevan sambil melangkahkan kakinya mendekati Widodo.

Kaki Widodo bergetar kuat. Tentu ia ingat pada Jevan. Seorang pembunuh yang dulu juga sempat tertangkap tapi dengan mudah bebas, dengan cara yang sama seperti Gara. Mengancam nyawa.

"K-kau, kau..." gagap Widodo.

"Ya, ini aku.." balas Jevan santai.

"APA YANG KALIAN MAU?!" pekik Widodo lelah dengan semua ini.

"Informasi atau mati!"

Susah payah Widodo menelan salivanya. "Informasi apa?"

"Siapa Gara?" tanya Rakha.

Tetap hening. Lagi-lagi Jevan harus melesatkan satu pelurunya untuk membuat Widodo bicara.

"Jangan bunuh saya!" rintih Widodo.

"KALAU BEGITU BUKA MULUTMU!" bentak Jevan.

"Dia, dia salah satu anggota mafia.."

"Siapa nama aslinya?"

Widodo nampak berpikir. Ia sedikit lupa dengan nama asli Gara. Itu sudah sangat lama. Dua tahun adalah waktu yang tepat untuk orang seumuran Widodo melupakan sesuatu bukan?

"Haruskah kami cuci otakmu?" tanya Rakha santai.

"Jangan! Jangan.. Namanya.." Widodo masih coba mengingat-ingat namanya.

CYRAKHADove le storie prendono vita. Scoprilo ora