Rann meninggalkan ruang OSIS, berjalan menuju rooftop sekolah. Rann bermaksud hendak menenangkan fikiran sejenak. Istirahat dari semua peristiwa yang terjadi sepanjang hari ini.
Rann duduk di sebuah kursi, pandangannya menyapu bersih segala yang ada di depannya. Sejenak dia merasa hidup sedang berpihak pada dirinya. Udara alam yang segar dengan hangat menemani kesendiriannya, perlahan otaknya Mulai berkelana, memori tentang Rey datang menghampiri.
Terlintas rasa penasaran tentang pelantun lagu misterius itu. Otaknya terus saja berkelana memikirkan hal itu, hingga akhirnya seseorang mengejutkannya.
"Cewek gak baik duduk sendirian disini, di jam sekarang," ucap seseorang yang berada di belakang Rann.
Rann yang terkejut pun menoleh. Matanya melebar saat melihat siapa yang dibelakangnya.
"Lo!" Pekik Rann dan dia langsung berdiri.
"Lo!" ucap orang itu yang juga terkejut.
"Lo ngapain disini?" Tanya Rann penuh selidik.
"Harusnya gue yang nanya. Lo ngapain disini sendirian? Cewek lagi!" ucap orang itu.
"Bukan urusan lo!" Ketus Rann seraya memalingkan wajahnya.
"Oh ya, berhubung gue ketemu lo disini, gue mau minta maaf soal yang tadi, sorry banget yah gue tadi buru-buru soalnya," ucap orang itu.
Rann hanya memasang wajah datar tanpa meresponnya dengan sepatah katapun. Rann justru berjalan meninggalkan orang itu.
"Woi, lo mau kemana?" orang itu berteriak menatap punggung Rann.
"Mau pulang!" ucap Rann yang mulai berjalan menjauh.
"Woi tunggu, lo maafin gue gak?" teriak orang itu yang masih memandangi punggung Rann yang mulai menjauh.
Rann masih terus berjalan menuju parkiran meninggalkan orang itu. Sampai di parkiran, David sudah berada di sana, di dalam mobilnya.
Sebenarnya mobil itu sengaja di beli Krishna untuk Rann agar dia tidak perlu kesekolah naik angkutan umum lagi, tapi Rann menolak dengan alasan malas bawa mobil sendiri, lebih baik naik angkutan umum.
*****
Bel tanda istirahat telah berbunyi 1 menit yang lalu. Hari tak terlalu pusing karena tak menjumpai pelajaran fisika atau matematika. Pagi ini justru diawali dengan pesona senyum manis pak Amir.
"Tia, gimana kemarin? Latihan tanpa gue maupun khan?" tanya Rann yang masih dalam posisi duduknya.
"Ya gitu deh. Oh ya Rann, kemarin ada anggota baru lagi, cowok," ujar Tiara.
" Oh ya?" Rann memutar bola matanya malas.
"Iya, namanya sam, Samudra Alvian. Hari ini lo bisa ketemu dia di ruang musik Rann," jelas Tiara.
"Ok, siang ini kan?" tanya Rann yang beranjak dari kursinya dan dibalas dengan anggukan kecil Tiara.
"Kantin yuk ...," ajak Rann yang mulai berjalan keluar kelas disusul oleh dua sahabatnya.
"Gila! gue baru tau tu anak pinter juga ternyata" suara Mey terdengar menggelegar di kantin, sepertinya dia sedang memuji seseorang.
"Anak baru siapa?" tanya Alika. Baru kali ini Alika mau angkat suara lebih dulu sebelum Rann dan Tiara.
"Ituloh ... Sam," Safna menimpali walau tak sampai menatap mereka.
"Emangnya kenapa?" tanya willi.
Willi dan Inay berbeda kelas lagi. Mereka kelas Xl IPS 2.
"Jadi gini, tadi kan ada ulangan dadakan dari Bu Desi, tau kan guru killer itu gimana?" Anna mulai bercerita dan yang lain mendengarkan dengan seksama.
"Terusss?" Inay nampak tak sabar.
"Terus, semuanya gelabakan deh, karena soalnya skak mat-" belum selesai, Tiara kembali memotongnya.
"Itu sih biasa Na."
" udah lanjutin aja Na," ucap Rann dan yang lain masih pada posisi semula bak pendengar setia.
"Ok, dilanjut! Jadi, nilai semuanya itu rata-rata ya turun drastis lah. Kecuali 2 orang, lo tau siapa?" Anna memandang satu persatu sahabatnya.
"Kecuali Viona sama Sam" sambungnya.
"Bener Vi?" tanya Alika antusias.
Viona yang di merasa di tanya hanya mengangguk kecil dan kembali menyantap baksonya. Sementara yang lain saling bertukar pandangan takjub. Bagaimana tidak? Selama ini, ulangan dadakan fisika adalah bencana besar. Wajar jika nilai turun drastis.
Kecuali untuk para anak rajin yang biasa menduduki 10 besar paralel. Itupun jika mereka benar-benar fokus pada saat pelajaran.
Dan untuk kali ini, seorang anak baru. Anak kemarin pagi sudah mencuri perhatian dengan mendapatkan nilai tertinggi dalam ulangan dadakan fisika. Kalau untuk Viona sih masih wajar, karena dia memang cerdas.
"Mantullll." Suara Willy menggelegar di sekelompok remaja itu.
Dan sontak membuat sekumpulan anak-anak itu memandang ke sumber suara. Willy yang merasa mendapa tatapan aneh hanya senyum-senyum salting. Satu kata dari Willy tadi sukses membuat sekelompok remaja itu memberinya tatapan aneh. Bagaimana tidak? Willy tergolong anak yang jarang bicara di depan umum dengan nada yang tinggi. Tapi kali ini, dengan lantangnya dia mengucapkan kata itu.
*****
Pelajaran berakhir dan bel tanda pulang sudah berbunyi 30 menit yang lalu.
"jam istirahat paling terakhir, pulang juga terakhir!!!" Fara, gadis berkacamata yang duduk disamping Tiara itu mendengus kesal.
"Kayaknya gurunya hobi banget korupsi waktu," ucap Ivan saat guru baru saja keluar kelas dan di sambut langsung dengan kekehan teman-temannya.
"Rann, ruang musik yuk. Ada yang mau kenalan sama lo," ajak Tiara seraya menarik lengan kanan Rann. Rann hanya pasrah pada tingkah sahabatnya itu.
Keduanya berjalan menyusuri koridor menuju ruang musik dengan Tiara yang masih menggenggam erat lengan Rann.
"Kok berhenti Rann?" tanya tiara seraya menoleh kebelakang mengahadap sahabatnya, saat menyadari yang diraih tak kunjung bergerak.
"Gak papa kok cuma sedikit pusing aja," jawab Rann dengan satu tangan memegang kepalanya. Entah mengapa kepalanya tiba-tiba saja terasa sangat pusing.
" lo sakit Rann? Gue anter ke dokter yh," ujar Tiara melihat Rann sedikit pucat.
"Gak usah Tia, gue udah biasa kok rasain pusingnsemenjak kecelakaan itu, mungkin efeknya kali ya," ucap Rann berusaha menutupi rasa sakitnya.
Semenjak kecelakaan di depan toko buku itu, kecelakaan yang sempat membuat satu kaki Rann pincang, kecelakaan yang mana setelahnya Rann tak tau lagi apapun tentang Rey, kecelakaan Yang banyak mengubah hidup Rann dan kini meninggalkan rasa pusing yang sering datang tanpa undangan.
"Udah, ayo ah. Katanya lo mau ngenalin gue sama seseorang." Kini berganti justru Rann yang menarik tangan Tiara. Sementara Tiara hanya mengangguk meng-iyakan.
Tak perlu menunggu lama, keduanya sudah sampai di depan ruang musik. Tiara berjalan lebih dulu memasuki ruangan, diikuti Rann di belakangnya.
"Rann, lo duduk sini gih. Kayaknya udah gak kuat banget, itu muka pucet banget Rann," ucap Tiara yang melihat wajah Rann tambah memucat. Kemudian Tiara berjalan kesana-kemari mencari seseorang.
Rann merasa kepalanya semakin pusing dan sesuatu mengalir dari hidung kirinya. Rann yang panik langsung menutupinya dengan kedua tangannya, takut jika teman-temannya nanti melihat.
Selama ini Rann sedikit acuh dengan sakitnya. karena, ketika dia mulai peduli dengan rasa sakit yang menderanya maka sekelibat bayangan tentang Rey akan berkeliaran di pikirannya dan Rann tengah berusaha kuat menepisnya.