Satu

677 64 0
                                    

Jarum jam masih bertahan di angka tujuh. Matahari sudah cukup berusaha memberikan sebagian sinarnya hingga mencuri jalan lewat celah gorden yang sesekali berkibar akibat sapuan angin.

Celotehan balita terdengar memenuhi kamar mandi. Bunyi kecripat air disusul lengkingan tawa sangat mendominasi suasana pagi itu.

Ody membalut tubuh anaknya dengan handuk warna merah bergambar mobil Lightning McQueen favorit Karang. Anak laki-laki dan mobil-mobilan bukan perpaduan yang luar biasa. Tapi tak hanya tema Cars yang mengisi ruang bermain yang bersebelahan dengan kamar. Berbagai gambar kereta Thomas, Buzz Lightyear, dan figure Transformers tertempel di dinding. Semua khas kesukaan anak lelaki.

Jika melihat sosok Ody yang sekarang, tak akan ada yang percaya bagaimana sifat bunda Karang sewaktu masih gadis dulu. Tidak ada lagi Ody yang egois, emosional, ataupun tak acuh. Segalanya berubah setelah Ody menikah dan semakin berubah saat mendapati kenyataan jika dirinya harus berjuang tanpa Samuel yang bisa menemaninya bersama Karang sampai akhir.

“Anak bunda wangi banget sih.”

Karang menjeritkan tawanya akibat geli saat sang bunda menciumi perutnya berulang-ulang. Karang memiliki fisik persis seperti Samuel. Dari warna rambut yang hitam pekat serta lurus tak seperti rambut berombak Ody. Mata, hidung, bibir, benar-benar menunjukan anak siapa Karang sebenarnya. Semoga dari segala fisik yang tidak menurun darinya, bukan berganti sifat milik Ody yang justru menurun pada Karang. Demi apapun, Ody tidak mau jika itu benar-benar terjadi. Bisa cepat tua dirinya nanti.

Ketukan di pintu lalu disusul perempuan usia 40-an muncul dari balik pintu. “Maaf mbak, ada mas Mikah di depan.”

Ody hanya mengangguk dan kembali memusatkan perhatian pada Karang yang sudah tampil ganteng.

“Karang ke depan sama Bude Asih. Ada Oom Mikah loh.”

Karang langsung melompat kegirangan. “OK, unda.” Ucapnya sebelum menuju bude Asih, asisten yang membantu pekerjaan rumah, menemui Mikah.

“Bilang aja sama Mikah kalau saya lagi beres-beres ya Bude.”

“Iya mbak.”

Tak lama setelah pintu kembali tertutup terdengar teriakan nyaring dari Karang yang menyebut nama Mikah. Suara khas balita membuatnya terlihat menggemaskan jika sudah mulai mencoba membuat percakapan dengan orang-orang dewasa di sekitarnya. Dan Mikah adalah salah satu yang paling sering meladeni obrolah dengan Karang selain tiga adik kembarnya.

Sendirian dalam kamar mau tak mau membuat pikiran Ody kembali pada kejadian semalam. Mungkin dia terlalu gegabah karena memberi kesempatan yang dia sendiri tak tahu apakah dirinya bisa. Tapi entah kenapa pada saat itu lidahnya begitu licin untuk berkata-kata seperti semalam.

Memang, Ody belum mendapat isyarat apapun setelah semalam bersujud memohon petunjuk. Tapi semoga saja memang apa yang diputuskannya adalah yang terbaik. Satu bulan dan tak ada yang tahu apa yang akan terjadi nantinya.

.

Karang duduk khitmad di atas pangkuan Mikah. Kepalanya tertunduk menatap layar i-pad yang menayangkan video The Animal’s Sound Song. Sesekali mulut kecilnya bergerak-gerak lucu mencoba mengikuti jenis-jenis suara hewan yang dinyanyikan. Mikah sendiri juga tak kalah dengan sesekali menggoyangkan badannya ke kanan kiri sehingga Karang juga ikut terbawa bergoyang.

“These are the sound that the animal make… The duck goes quack quack quack…”

“Udah sarapan?” Mikah mendongak sebentar untuk melihat Ody. Dia hanya menggeleng lalu kembali pada kegiatannya menonton video anak-anak bersama Karang.

Another BeginningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang