Menurut kalian, bagiamana anak yang memiliki 6th sense hidup?
Normal saja kah?
Keluarga mereka menerima?
Orang sekitar bagaimana?
Jawabanya mungkin
Hide and Seek ...
Permainan yang tidak akan ada akhirnya.
Bersembunyi dan Mencari.
Apa mereka tetap...
Beberapa kelompok hari ini pergi ke puncak dan juga air terjun, beberapa masih harus menunggu bagian jadwal mereka. Termasuk kelompok Mark. Besok mereka baru mendapat bagian pergi ke air terjun. Jadi ya yang mereka lakukan hari ini hanya menikmati yang ada di sekitar. Entah berkeliling, atau hanya sekedar berguling-guling di tenda.
"Dipegangin terus, ga akan hilang juga pacarnya." Goda Giselle
"Mungkin mereka merasa mau menyebrang jalan." Timpal Mark
"Takut kabur ke tetangga sebelah sepertinya." Kali ini Jeno ikut andil.
Lucas terlihat mengelus dadanya, sambil melantunkan beberapa kata penenang. Bisa-bisanya bukan hanya Mark dan Giselle sekarang yang meledeknya. Lee Jeno juga turun tangan.
"Tenang ... sabar ... ini hanya cobaan. Mereka hanya orang-orang sirik."
Anak-anak yang lain tentu saja tertawa dengan puas saat berhasil membuat Lucas naik darah. Menggoda Lucas adalah hal yang bisa menjadi kebahagiaan tersendiri untuk mereka semua. Karena Lucas tipikal mudah terpancing suasa hatinya, jadi mereka cepat mendapat hasil.
Para namja baru saja diminta untuk membantu mengurus kayu bakar untuk di potong. Ya, nantinya juga kayunya akan dibawa oleh mereka semua. Sedangkan para yeoja memilih untuk jalan-jalan disekitar aliran sungai. Tenang airnya tidak deras.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Wah, disini benar-benar nyaman. Tenang dan sejuk. Walaupun masih terasa dingin." Ucap Winter
"Alam terbuka memang pilihan terbaik untuk menghilangkan penat." Lanjut Giselle
"Pemandangan hijau memang bagus sekali untuk mengistirahatkan mata dan pikiran."
"Karina, gwenchana?" Tanya Yeji
Yeji dari tadi melihat Karina yang tidak bereaksi sama sekali. Malah asik dengan lamunanya sendiri. Diberi udara sejuk, pemandangan indah, dan sunyi benar-benar waktunya bagus untuk berdiam. Tapi kali ini diamnya terasa berbeda. Apa dia sakit lagi? Atau sedang ada masalah?
"Wae, Karina. Appo? Mau aku panggilkan Jeno?" Tanya Winter
"Tidak, aku baik-baik saja."
"Hey, kalau ada sesuatu yang mengganggumu ceritakan saja. Kita siap mendengarkan!" Ucap Winter
Karina terdiam, dia seperti sedang menimbang-nimbang sesuatu. Dia masih teringat obrolannya bersama Jeno tadi pagi.
'Setidaknya, ada orang yang bisa membantuku untuk menjaga dan mengawasimu. Percaya padaku, semuanya akan baik-baik saja. Kau sudah mengenal mereka kan.'
Ucapan Jeno seperti kaset rusak yang terus berputar di otaknya. Dia hanya takut dengan hasil buruk yang akan dia dapatkan nantinya. Trauma dengan hal-hal sebelumnya benar-benar menyelimuti dirinya selama ini. Terlalu membekas karena saking sering terjadi.
Yeji pergi melihat sekitar, mengecek takutnya ada orang yang akan menguping pembicaraan mereka. Ya namanya juga manusia kan, yang tadinya tidak kepo bisa saja jadi kepo. Yeji memang masih sangat baru bergabung dengan mereka. Bahkan itu juga karena dia di tempatkan di 1 kelompok yang sama. Tapi dia bisa merasakan perbedaanya. Perbedaan dalam sebuah pertemanan. Pertemanan yang pernah dia jalin, dengan yang sekarang dia lakukan. Sangat berbeda, terasa lebih nyaman dan hangat.
"Otte?" Tanya Giselle
"Aman! Kelompok lain jaraknya cukup jauh dengan kita."
"Karina ..." Panggil Winter
"Aku tidak yakin setelah ini pandangan kalian padaku akan sama atau akan langsung berubah."
"Hey, calm down." Ucap Giselle
"Mungkin setelah ini juga, kalian akan menganggapku 'monster'."
Pikiran buruk Karina selalu yang muncul duluan. Jeno sendiri sulit untuk mengubahnya.
"Karina, ayolah! Ketakutanmu terlalu berlebihan!" Tegur Winter
Karina melihat 3 orang di depanya dengan tatapan sedikit sendu. Antara berharap sesuatu dan juga merasa takut akan sesuatu.
"Sama seperti Winter yang mengidap penyakit langka. Aku juga mengidapnya."
"Kau juga hemofilia?"
Karina menggelengkan kepalanya, sebagai jawaban.
"CIPA"
"Sial! Otakku tidak sampai." Gerutu Winter
"Seperti pernah mendengarnya." Ucap Giselle
"Congenital Insensitivity to Pain with Anhydrosis" Ucap Yeji
"Bisa lebih sederhana?" Pinta Winter
"Seseorang yang tidak bisa merasakan sakit."
"What?!" Teriak Giselle dan Winter
Karina menundukan kepalanya, ya dia tau reaksi pertama mereka akan seperti itu. Lalu apa yang akan terjadi selanjutnya? Apa akan sama sepetri yang sebelum-sebelumnya.
"Orang tuaku kelewat peka mungkin. Jadi saat umurku 1 tahun, aku sudah dapat diagnosis."
"Kau ada di tipe yang mana?"
"Tidak merasakan sakit dan perubahan suhu."
"Pantas saja Jeno protektif sekali padamu. Awalnya aku pikir dia bucin yang kelewat batas. Ternyata dia menjaga kekasihnya dengan sangat baik. Kau melakukan check up rutin kan?"
"2 minggu sekali."
"Pamanku sama sepertimu, jadi aku sedikitnya tau soal penyakit itu. Karena dia selalu bercerita padaku. Sangat berat memang hidup seperti kalian. Orang-orang akan menganggap kalian seperti super hero atau mungkin monster. Mereka akan bilang hidup kalian sangat enak, karena tidak akan merasakan sakit apapun. Tapi nyatanya itu semua salah. Kalian hidup seperti bom waktu, yang kalau tidak di tangani akan berakibat fatal nantinya. Kau pasti selama ini mempelajari dan mencoba memahami semua rasa sakit lewat sebuah deskripsi kan?"
"Ne."
"Smart watch itu jadi tumpuan suhu tubuhmu ya."
"Ne."
"Tidak perlu khawatir ada kami semua disini yang akan selalu mengingatkanmu. Itu semua bukan aib. Tidak ada orang yang mau sakit. Akhirnya aku juga tau alasan Hwang Pabbo Hyunjin dan Yeonjun selalu ikutan protektif padamu. Padahal tadinya aku selalu memarahinya, karena aku merasa dia mencoba merusak hubungan orang lain."