Episode 2: Awal Kehidupan Baru

4 0 0
                                    


Yokohama 24 Juli 1988

Aku akhirnya sampai di Bandara Internasional Kansai di Osaka.Pamanku menyambutku dengan ekspresi yang terlalu bahagia, lalu ia menjemputku dengan mobilnya yang bobrok dan tidak dalam kondisi yang sehat.

"Sudah lama ya kita tidak bertemu, ternyata kau sudah cukup besar ya"

"...."

"Kenapa kau tidak kuliah?"

"Aku tidak punya uang, dan aku pikir aku tidak membutuhkan itu"

"Hey, kenapa kau tidak bekerja saja? Atau menggunakan warisan ayahmu?"

"Aku dilatih untuk mandiri dan aku malas menggunakan uang ayahku"

"Hehe.... Kau tahukan bahwa ayahmu meninggalkan uang untukmu."

"Aku tahu tapi aku hanya malas saja."

"Heh.... Ya sudahlah, aku juga tidak bisa mengontrol hidupmu"

Perjalanan memakan waktu sekitar 2 jam dan akhirnya aku sampai dirumah nenek, selama perjalanan aku sudah siap untuk melihat raut wajah nenek yang kecewa atas diriku yang gagal untuk mencapai ekspektasinya, tapi secara bersamaan aku juga ingin merasakan pelukan nenek yang sudah lama kurindukan. Aku akhirnya sampai di teras rumah dan melihat nenek sedang menyiapkan hidangan untuk kami, seolah kami akan berpesta. Kucoba untuk menahan segala emosi, tapi nenek menaruh hidangan di meja lalu berlari dengan segala kekuatan nya lalu dia memelukku dengan erat. Segala emosi yang kutahan selama ini ku keluarkan di pundaknya dan aku merasa seperti ada 1000 malaikat yang membantuku mengangkat beban hidupku.

"Selamat datang."

Kata-kata yang ingin kudengar, rasa sayang seorang ibu yang kuidamkan, pelukan erat seolah aku sedang dilindungi, senyuman hangat akhirnya kurasakan, aku bahkan belum pernah merasakan rasa sayang seorang ibu, tapi ini yang kubayangkan saat merasakan kasih sayang seorang ibu. Malam itu aku tidur dengan nyenyak untuk pertama kalinya.

Himeji 25 Juli 1988

Aku bangun dan merasakan sejuknya udara pedesaan. Anehnya disaat aku sudah disuguh teh dimana biasanya aku harus membelinya di minimarket atau menjadi preman gadungan. Nenek menyapaku sembari menyiapkan sarapan untuk kami.

"Bagaimana tidurmu tadi malam?"

"Oh, aku tidur dengan nyenyak kok nek."

"Syukurlah kalau begitu"

Nenek menatapku dengan senyuman hangat itu lagi, masih pagi dan aku sudah merasa seperti ini, bagaimana saat ku disambut nanti.

"Oh, iya Yuzuri bisakah kau menyiapkan piring? Sepertinya bibimu masih tertidur pulas."

"Oh baiklah nek."

Jam menunjukkan jam 8 dan semuanya sudah bangun, dan kita bersiap untuk makan sarapan bersama.

"Ah bibi Hina, maaf tadi malam aku tidak sempat menyapamu. Bagaimana kabarmu?"

"Eh....tidak apa-apa Yuzuri, bagaimana kabarmu?"

"Aku baik-baik saja, oh iya bagaimana kabar Hiroshi?"

"Oh dia belum bangun, akan kubangunkan"

Setelah kupikir sejak kapan aku pernah menanyakan kabar seseorang? Aku selalu takut untuk memulai suatu pembicaraan, karena aku harus membimbing pembicaraan itu sampai selesai. Tapi aku tidak tahu mengapa aku memulai pembicaraan ini.

"Yuzuri setelah ini aku akan mengajakmu mengelilingi daerah sini dan mengantarmu ke pusat perbelanjaan, bagaimana?"

"Oke Youma."

"Hey sudah kubilang kan panggil aku dengan kata pa-"

"Sudahlah Youma.... Dia sudah nyaman memanggilmu seperti itu"

Kata nenek sambil tertawa kecil

"Hedeh...."

Siang itu Youma mengajakku berkeliling desa sambil menceritakan tentang masa kecilnya. Lalu kita sampai di sungai kecil.

"Dulu aku dan ayahmu sering bermain disini."

"You-"

"Aku tau kau tidak ingin mendengar apapun tentang ayahmu, tapi aku ingin mengatakan sesuatu."

"Sebelum ayahmu mati, dia sempat datang menemuiku dan memberikan surat ini"

"....."

"Oke sekarang kau sudah tau daerah sini, ayo kita ke pusat perbelanjaan"

Siang itu kita pergi ke pusat perbelanjaan, selama perjalanan itu aku hanya diam karena aku kesal dengan sikapnya yang selalu membawa-bawa ayahku, aku sendiri tidak tau isi surat itu apa, tapi mungkin itu hanya omong kosong yang dia tuliskan agar dia terkesan seperti ayah yang halus dan baik, disaat aku setiap hari hanya makan sushi dari minimarket.

"Baiklah kita sampai."

"Untuk sekarang restorannya hanya perlu ditambahkan kursi dan meja"

"Bagaimana tampak restoranku?"

"Menurutku restoran mu biasa saja, setidaknya layak untuk digunakan sebagai restoran"

"Kau jujur sekali ya."

"Baiklah minggu depan kau akan mulai kerja."

HARD HITTERWhere stories live. Discover now