Amar POV
Sabtu pagi, aku memutuskan untuk pergi ke gedung olahraga dekat kecamatan. Pasalnya, hari ini aku akan belajar bermain basket dengan Riyan. Sebenarnya, aku lebih suka sepak bola daripada basket. Tapi, mengingat Sanira yang mengatakan bahwa cowok yang bisa main basket itu keren, maka kuputuskan untuk lebih mendalami permainan bola besar ini. Singkatnya, aku ingin terlihat keren di mata Sanira.
Kubuka helm yang bertengger di kepala, lalu memarkirkan motor. Selanjutnya, aku masuk ke gedung olahraga dan disambut oleh Riyandi yang sudah lengkap dengan kaus basketnya.
"Kirain gue, lo gak jadi datang." Aku meliriknya sekilas, kemudian menurunkan tas yang berada di bahuku.
"Tapi, gue dateng 'kan?" Riyandi tertawa kecil.
"Ya udahlah, cepetan ganti baju!" Langsung saja aku pergi ke bilik toilet. Dapat kulihat, banyak laki-laki seumuranku bahkan dibawahku yang juga tengah berganti baju.
"Lo nanti mau ikut tanding juga, gak?" Aku menatap Riyandi yang datang dari belakangku.
"Tanding?" Aku mengernyitkan dahi bingung. Maksudnya, bertanding? Aku?
"Iya, tanding. Jadi tiap pas latihan kayak gini biasanya suka main, gitu deh." Aku mencoba berpikir, dan tak ada salahnya 'kan jika aku mencoba sekali ini, saja?
"Oke," Aku mengangguk. "Tapi, gue gak jago rebut bola, gimana?" Riyandi menatapku dan tertawa kecil.
"Yaelah, gak usah dipikirin. Lo tinggi, bisa shooting juga 'kan? Jadi gak usah khawatir, tugas lo masukin bola aja."
Aku mengangguk kecil. Setelah itu, kami pun menuju tempat berupa lapangan tertutup yang ada dia ruang sana. Ini semua cukup bagus, lapangan tertutup ini tak terlalu besar tapi sangat menarik. Desainnya yang mengikuti zaman tapi, tetap mempertahankan khas-nya tersendiri.
Pemanasan dimulai, masing-masing dari kami mengikuti arahan Riyandi yang ternyata menjabat sebagai senior disini. Setelahnya, kami lari dan melakukan berbagai macam latihan fisik seperti push-up dan sebagainya. Riyandi memang mengatakan jika ingin ikut latihan di gor maka harus siap dengan berbagai macam latihan fisik yang cukup berat. Tapi, itu tak menjadi masalah. Karena aku sudah pernah mengalaminya waktu ikut turnamen sepak bola. Justru, yang membuatku tidak percaya diri adalah kurang mahirnya aku dalam permainan ini. Aku bisa basket, tapi tidak jago. Misalnya, seperti merebut bola dari tangan lawan atau memberi bola pada teman, dalam hal itu aku sangat buruk. Hal yang kubisa hanyalah drible dan shooting, kalau pun shooting-ku masuk, berarti itu keberuntunganku.
"Istirahat sepuluh menit, abis itu kita tanding. Bagi empat tim aja." Ujar Riyan memberi arahan. Kemudian, dia duduk tepat disampingku.
"Gimana, nih kesan pertamanya?" Aku menatap Riyan yang tengah tersenyum kecil.
"Lumayan capek," Jawabku seadanya.
"Lo itu sebenernya masuk basket kenapa, si? Jangan pikir gue gak tahu ya, kalau lo ini adalah seorang atlet sepak bola terbaik di SMA kita. Kenapa gak nambah skill sepak bola lo aja?"
Karena Sanira suka cowok keren yang bisa main basket. Sehingga gue mau lakuin hal apapun buat bikin Sanira mandang gue sebagai cowok.
Aku menggeleng kecil, tak mungkin bila aku mengatakan pikiranku pada Riyandi. Dia ini 'kan, teman lamanya Sanira. Nanti dia ember, aku juga yang kena.
"Nyobain aja si, penasaran." Jawabku.
Saat aku beranjak dari duduk, mataku tak sengaja menangkap sosok yang selama ini menjadi saingan terberatku. Itu Arendra, tengah berjalan menuju kemari dengan tas kecil yang bertengger di bahunya. Oh, jangan lupakan juga dengan seorang perempuan yang sangat aku kenali. Janesa Anass, sahabat dari Sanira yang kini ada di belakang Arendra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Poliamori
Teen Fiction°°° Banyak yang menduga bahwa Sanira melakukan guna-guna pada laki-laki yang kerap di sapa Amar. Pasalnya, semua yang diinginkan Sanira selalu dikabulkan oleh Amar. Hingga pada suatu hari, Sanira meminta Amar melakukan suatu hal yang mustahil. Start...