.
.
.
3
Mereka kini sudah berada di dalam mall yang mewah. Milan menggendong Azi lantaran Bayu yang katanya malu membawa balita itu dan akhirnya memaksa ia untuk menggendongnya.
"Lo mau kemana?" Tanya Bayu saat melihat Milan hendak belok ke kanan. "Tempatnya bukan disitu."
"Gue tau. Gue mau beli minum."
Bayu mendengus. Lalu ia mengajak Morgan untuk mencari pakaian khusus bayi. "Eh lo ngapain goblok, taroh gak?! Jangan malu maluin gue!"
Bayu menatap Morgan tajam saat cowok itu mengangkat sebuah mainan. Bayu itu paling tidak bisa dibuat malu, setiap hari pasti ada saja yang membuatnya marah. Tidak peduli jika ia memarahi kawannya sendiri.
"Lo gak tau apa apa Bay. Udah mending lo diem aja biar gue yang nyari keperluan anak lo!" Ucap Morgan yang membuat Bayu langsung mendelik tajam. "Lagi pula lo tuh harus belajar kayak gini Bay. Suatu saat kalo lo nikah, lo gak bakal tergantung sama istri lo."
"Geli gue ngomong begituan. Mending lo cepetan deh. Gue gak mau lama lama disini." Ucap Bayu nyolot. Ia berdiri dibelakang Morgan, mengekori cowok itu kemanapun cowok itu sedang memilih keperluan untuk Azi.
"Menurut lo yang ini apa yang ini Bay?" Tanya Morgan mengangkat pakaian bayi bewarna hitam dan biru.
Bayu menatapnya malas. "Gue gak tau gan. Terserah lo aja."
"Emang bapak oon lo! Disuruh milih malah gak tau." Maki Morgan sambil menaruh pakaian itu ke dalam troli.
Bayu yang sudah tak sabar dengan pekerjaan Morgan yang lelet, berdecak kesal. Ia langsung menaruh apapun yang bisa dipakai ke dalam troli dengan cepat.
Melihat itu, Morgan menjauhkan trolinya dari Bayu. Menatapnya marah, "Lo tuh bisa gak sih yang sabar dikit?! Ini gue bantuin lo, lonya malah kayak gini." Ujar Morgan.
Cowok itu segera mengembalikan apa yang di ambil Bayu tadi ke tempat semula. "Eh Oon! Lo liat ini kan? Yang lo ambil itu buat umur lima tahun goblok! Anak lo baru umur setahun! Kalo lo gak bisa pilih biar gue aja yang pilih."
"Lo kok jadi ngatain gue oon sih?! Belagu banget Lo jadi orang! Yang nyuruh Lo kesini siapa? Ada yang ngajak?!"
"Lo, gue bantuin malah nyolot. Kalo Lo ngajak Milan doang, mana tau itu anak. Lo tuh, emang gak tau cara berterima kasih ya? Pernah Lo, gue bantuin bilang makasih sama gue?? Enggak kan? Selama kita temenan Lo orang yang paling pelit bilang makasih waktu di bantuin."
"Gue gak minta Lo bantuin gue. Kalo Lo gak ikhlas, yaudah Lo pergi aja. Gampang kan?"
"Lo kok malah ngusir gue?!" Tanya Morgan kesal dengan sikap Bayu. Di bantuin, malah gak tau diri. Mungkin beginilah gambaran saat kedua laki laki pemarah itu disatukan.
Milan yang melihat itu dari kejauhan langsung membalikkan tubuhnya pergi. Ia sangat malu dengan kelakuan mereka. Lebih baik ia berdua dengan Azi, dari pada di liatin banyak orang.
*****
Sekarang kamar Bayu berantakan. Penuh dengan pakaian anak kecil yang berserakan dimana mana. Sebab, saat ia sudah memandikan Azi, ia hanya memakaikan pampers saja kepada anak itu. Bisa bisa ia gila setelah ini. Ia tak berpengalaman, makanya malas meladeni Azi si balita cilik itu.
"Lo bisa diem gak sih kalo dipakein baju?!" Gertak Bayu saat Azi tidak mau diam di atas kasur. Cowok itu melempar bajunya asal. Sudah beberapa kali ia mencoba memakaikan baju kepada Azi, namun balita itu malah menangis.
"Ya udah, Lo kayak gini aja sampe pagi. Kalo masuk angin, jangan ngrepotin gue." Kata Bayu, membiarkan Azi yang mengacaukan kasurnya.
"Bayu.." Alvaro yang melihat kelakuan putra semata wayangnya itu menggeleng heran. Menghampiri Bayu yang duduk disofa. Soal nama Azi, mereka sudah memutuskan jika balita itu di beri nama, Azidane Aldevaro.
"Kamu tuh gak bisa ya lembut dikit sama Azi? Anak kecil kamu omelin terus, nanti gak bagus buat perkembangannya."
Bayu menghela nafas jengah. "Terserah Bayu lah. Yang bapaknya siapa?" Jawabnya, sewot.
"Oh, jadi kamu udah ngakuin kalau ini anak kamu?" Tanya Alvaro dengan tatapan curiga. "Kamu ngelakuin itu sama siapa? Dimana pacarmu?"
Bayu yang terpojokkan itu langsung terdiam.
"Kamu ini masih SMA udah berani ngerusak masa depan orang. Kalau udah kayak gini gimana? Gak kasian kamu sama kehidupan Azi?" Tanya Alvaro membuat Bayu semakin tersudutkan. "Anak ini gak salah apa apa. Kamu yang bertanggung jawab karena kamu udah ngelakuin itu sama perempuan. Papa tanya sekali lagi, dimana pacarmu Bayu?"
"Bayu gak punya pacar pa," Ujarnya kesal. Tak tahan dengan tatapan tajam dari Alvaro. "Bayu udah cerita kan, Bayu nemu Azi waktu mau pulang dari club."
"Masih gak mau jujur...??"
"Pah..." Bayu bingung ingin berkata apa. Kenapa sulit sekali membuat orang percaya dengannya. "Kenapa sih papa gak mau percaya sama Bayu? Aku udah jujur."
Alvaro menghela nafasnya. "Cuma mau ngasih tau kalau Pak Herman gak bisa datang. Dia balik ke Indonesia tiga bulan lagi." Kata Alvaro, menyebut nama pengacara pribadinya.
Bayu menatap papanya tak percaya. "Itu lama pah! Bayu gak mau lama lama sama anak pungut ini! Emang gak ada pengacara lain selain Om Herman? Papa bisa sewa secepatnya kan? Gak perlu nunggu Om Herman balik ke sini."
"Ya sudah kamu aja yang sewa pengacara. Di pikir kasus kamu ini gak berat apa? Kalau kita kalah dan gak ada bukti sama sekali kamu bisa di penjara."
"Tapi papa punya banyak uang!"
Alvaro bangkit dari duduknya. "Punya banyak uang bukan berarti kita bisa sogok mereka. Kamu mau dituntut? Jangan main main sama hukum." Katanya, kemudian keluar dari kamar Bayu. Membawa Azi yang sudah ia pakaikan baju.
Bayu menatap Alvaro yang pergi dari hadapannya. Semakin ia terdiam dengan kalimat ayahnya barusan. Lantas, kenapa ia yang dihukum padahal bukan kesalahannya?
*****
Cafe Utera adalah cafe yang sering di kunjungi oleh kalangan anak muda di malam hari. Sebab cafe Utera sangat cocok untuk mereka; yang sedang pacaran, mengerjakan tugas sekolah, skirpsi, seleb, youtuber, atau yang lagi sendiri ngejomblo, dan nge-galau ria pun juga ada.Tapi, di saat semua orang ingin mengunjungi cafe Utera, Bayu justru sangat malas datang di tempat banyak manusia berlalu lalang itu. Jika tidak terpaksa datang, mungkin ia akan memilih tidur ketimbang hanya duduk dan minum kopi di sana.
Ini semua karena Milan, jika cowok kalem itu tidak menyuruhnya untuk datang kesini, ia tidak akan berada disini bersama sahabat sahabat noraknya.
"Cewek..." Goda Haidar mengerlingkan matanya saat melihat seorang cewek bertubuh aduhay, membuat mata penuh dosa itu semakin berbinar binar. "Mau mutualan sama gue gak? Gue Haidar Prayoga, cowok terganteng dari Sabang sampai Merauke."
Bayu yang berada di sampingnya mendengus jengah. Melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul delapan malam. "Lo call Milan, tanyain dia udah sampe mana." Perintah Bayu kepada Morgan.
Morgan merogoh ponselnya. Baru saja akan menelfon Milan, sahabatnya itu sudah datang bersama empat orang di belakangnya. "Lama bener Lo. Dari mana aja sih?!" Kesalnya.
"Sorry, jalan macet tadi." Milan langsung duduk di antara mereka.
Cowok bersepatu air Jordan itu langsung menyela tempat duduk sebab tidak ada kursi kosong lagi. Dia menggeser temannya yang memiliki kursi lebih luas. "Geser lah bego! Gak kebagian kursi nih guee..."
"Kegencet anjing tangan gue. Minggirin gak bokong Lo?!"
"Udah, jangan berisik!" Salah satu di antara mereka berinisiatif untuk mengambil kursi di meja lain.
Bayu memandang heran. Melirik tajam ke arah Milan. Tau arti tatapan itu, Milan segera membuka pembicaraan. "Kenalin dia sepupu gue, Erlan."
Erlan yang memiliki muka tirus, dengan bibir tipis yang menambah dua kali lipat ketampanannya itu hanya diam saja. Agaknya sedang tidak mood.
"Mereka temen temennya. Noah, Andreas, sama Audris." Milan berucap singkat lalu menatap Erlan, sepupunya. "Dan ini temen temen gue, Bayu, Morgan, Husen, dan Haidar."
"Langsung aja," Perintah Bayu seakan tau mereka datang dengan maksud tertentu. Bayu menatap mereka tidak suka, terutama kepada Milan. Setelah capek seharian mengurus Azi. Cowok itu dengan seenaknya menyuruh dia untuk datang ke cafe Utera. "Cepet, gausah basa basi. Gue gak mau buang buang waktu."
Erlan berdecih. Menatap sepupunya sesaat, "Gue sama temen temen gue cabut aja, Lan. Kayaknya juga gak di terima."
"Duduk." Suruh Milan ketika cowok itu melihat Erlan hendak bangkit dari duduknya. Erlan mendengus, sambil menyugar rambutnya yang basah akibat gerimis air hujan di luar sana. "Gue minta waktu Lo Bay. Sepupu gue ini mau ngomong sebentar sama lo."
Bayu menatap Erlan dengan lipatan di dahinya, "Ngomong apa?"
Erlan menghela nafasnya. "Gue mau ngomong kalo sebenernya..."
"Sebenarnya Lo itu bapaknya Azi?!" Bayu berdiri dari tempatnya duduk. "Ngaku Lo sekarang? Lo nyariin Azi kan?!"
"Apa...?" Erlan menatap Bayu tak paham. "Lo ngomong apa sih! Gue cuma mau ngomong, kalo Lo harus mau terima nyokap gue!"
"Maksud Lo?!" Kini Bayu yang gantian menatap orang di depannya ini dengan lipatan dahi yang semakin dalam. "Gue gak doyan tante Tante!" Sentak Bayu, kemudian.
"Bay Lo bisa tenang dulu?" Suruh Morgan memegang pundak cowok emosian itu. "Dengerin dulu lah, mereka datangnya baik baik juga."
"Gak! Ngapain Lo nyuruh gue buat terima nyokap Lo?! Lo pikir gue Cowok apaan? Kurang ajar banget Lo berani sama gue!" Bayu mulai tersulut emosinya. Menatap tajam Erlan yang sudah berani menyuruhnya seenak jidat.
Erlan yang merasa dirinya terancam pun mulai bangkit, tidak suka dengan sifat Bayu. Bagaimana bisa akur jika Bayu saja begini? Cowok itu menunjukkan raut wajah bringasnya. "Kayaknya emang gak bisa gue tinggal sama Lo nanti! Baru liat Lo sekali aja langsung gak betah gue! Amit amit, najis!"
"Heh, maksud Lo apaan?!" Bayu mencengkeram kerah Erlan. "Lo dateng dateng langsung ngehina gue. Lo siapa hah?! Kenal aja enggak. Lo tau siapa gue?"
"Gue gak perlu tau Lo siapa." Erlan menyentak kasar kedua tangan Bayu yang bertengger di kerah bajunya. Dia menatap teman temannya, "Guys, cabut. Percuma kita Dateng kesini."
To be continued
P.s : Maaf ya, soalnya part ini panjang banget hehe.. di lanjut part berikutnya yuk capcuss!