Niskala | 16

177 32 22
                                    

Untuk beberapa detik selanjutnya setelah tawaran itu, Sierra cuma bisa termangu di tempatnya berdiri. Dia malah semakin takut.

Sebelumnya, dia nggak pernah membayangkan kalau Haikal akan mengajaknya untuk menjalin hubungan bersamanya.

Lagipula, Sierra takut untuk itu. Sama seperti Javi yang takut akan semua konsekuensi, Sierra takut kalau suatu saat kejadian itu terulang kembali.

Melihat sarat keraguan di mata Sierra, lantas Haikal menarik lembut tangan Sierra untuk kembali duduk.

"Here, look at me." Ujarnya dengan perlahan.

Sierra tetap menunduk, melihat tangannya yang digenggam dengan lembut oleh Haikal, seakan tangannya seringkih dan serapuh kapas.

"Rai..." bisik Haikal yang terdengar oleh Sierra.

Sierra menghela nafasnya perlahan dan menunduk semakin dalam. Nggak tau, rasanya aneh, Sierra belum pernah merasakan hal ini.

"Rai... I'm up here." Ujar Haikal lagi.

Sierra menggeleng perlahan, menolak untuk mendongak dan menatap mata laki laki itu secara langsung.

Haikal paham, "Ok, tapi denger ya," ujarnya, "Semua yang lo pikirin itu nggak bener, kita masih boleh bareng, masih bisa kemana mana berdua, lo bahkan boleh ngajakin gue kemanapun, sejauh apapun. Nggak akan ada yang marah lagi," Haikal mengulum bibirnya, menjeda omongannya sebelum lanjut berbicara, "Nggak akan ada penghalang lagi atau apapun itu yang lo takutin, gue janji."

"Tapi Haikal..."

"No, listen, lo pengen bookstore date kan?" tanya Haikal dan Sierra mengangguk dengan kaku. "It will not be bookstore date if we aren't dating. Isn't it?" Haikal bersungguh sungguh, Sierra tau itu.

Haikal menunduk, menatap tangan mereka berdua yang masih saling bersentuhan, ibu jari nya membuat pola melingkar di punggung tangan gadis itu. Lalu ia tersenyum. Perlahan sudut bibir nya tertarik ke atas, mencipta senyuman yang paling tulus.

Saat Sierra tengah sibuk dengan pikirannya dan menormalkan detak jantungnya yang tak karuan, disitu pula pandangan Haikal menangkap beberapa bekas luka goresan, tepat di lengan gadis itu, nyaris diatas nadi yang denyutnya masih bisa terasa oleh Haikal sekarang.

Lantas dengan perlahan, Haikal membalik lengan gadis itu, memastikan kalau pandangannya nggak salah.

Ternyata... Ia nggak salah.

Sierra yang sadar kalau Haikal melihat hal itu, langsung menarik lengan bajunya hingga menutupi nadinya. Begitu saja dan genggaman mereka terlepas.

Haikal masih membatu disaat Sierra sudah melipat kedua tangannya diatas dadanya. Memutuskan untuk beranjak dan pergi dari sana.

"No, wait." Haikal menahan bahu gadis itu.

"You better go home." Suara Sierra bergetar, ia menggigit bibir bawahnya dan segera pergi meninggalkan Haikal yang tak lagi menahannya.

Haikal menatap punggung kecil itu yang semakin menjauh dari pandangannya. Laki laki itu merasa bersalah, pertama karena dia telat mengetahui kalau seharian ini, Sierra mendapat perbuatan dan perkataan yang nggak baik dari orang orang di kampus. Kedua, Haikal nggak tau kalau Sierra punya luka itu, harusnya dia lebih berhati hati dalam berbuat sesuatu. Karena Haikal yakin, ada cerita yang menyakitkan dibalik luka itu.

Laki laki itu merasa frustasi, ia meremat rambutnya dan mengusak wajahnya dengan kasar.

Disisi lain, Sierra berjalan dengan cepat seraya memeluk dirinya sendiri. Hatinya nggak karuan, juga merasa takut, sejauh ini selain Bunda, Haikal mengetahui rahasianya.
















[1] Niskala | Haechan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang