Dongeng Sembilu dari Mamak
Deretan buku sejarah tertata rapi di rak-rak lemari perpustakaan kampus. Dalam satu tumpukan sejarah ke sejarah yang lainnya. Kadang sejarah-sejarah yang pernah ada itulah yang membuatku memilih pendidikan ini untuk mendapatkan gelar sarjana. Dia mengingatkanku tentang masa lalu itu. Dia yang memberiku suka dan luka masa lalu dalam negeriku.
Mungkin kisah ini tidak tertulis dalam rentetan buku sejarah di lemari-lemari perpustakaan kampus terkenal ini. Tidak tertulis dalam artikel-artikel di blog, twitter, atau media lainnya. Kisah ini sungguh pernah terjadi. Hanya saja orang-orang sudah melupakannya. Lenyap dan pergi begitu saja.
Tapi kisah ini tetap melekat tanpa ada satu bagian katapun yang aku lupakan. Tak ada satu percakapan yang aku tinggalkan di hari-hari penting itu. hari di mana cerita ini dimulai. Hari di mana kejadian besar itu merubah kisah hidupku. Memberikan kesedihan yang berarti dalam hidupku. Membuat aku membenci kenapa hal itu bisa terjadi padaku. Namun, dari hari itu pula aku belajar apa artinya keikhlasan hidup.
Malam yang indah. Menurutku malam memanglah selalu indah selama kita memilih untuk menikmatinya. Di tahun itu, 1421 Hijriah saat bulan di langit belum terlihat semburat cahayanya. Masjid kota dikerumuni banyak masyarakat. Bukan hanya masyarakat kota pada umumnya, tapi juga masyarakat luar kota yang datang menikmati perayaan ini. Malam ini adalah malam tahun baru Islam. Puluhan acara dan persembahan mulai dipamerkan satu persatu. Mulai dari macam-macam tilawah Al-Qur'an yang tak terkira indahnya. Anak-anak yang melantunkan Sholawat Arab dicampur dengan lagu-lagu daerah. Tari Adat dipamerkan dengan elok di panggung-panggung. Lagu-lagu itu terdengar, lagu kebanggaan negri kami melantun merdu penuh pengharapan. Semoga segala konflik di negri kami cepat terselesaikan.
Orang Islam sedang berbahagia dengan malam ini. Di mana semua buku catatan amal perbuatan di ganti dengan buku baru. Masih kosong melompong. Tinggal kita yang memilih apakah ingin mengisinya dengan yang baik. Atau tetap sama buruk seperti tahun lalu. Atau mungkin lebih buruk lagi. Tapi, tentu saja semua umat Islam memiliki rencana yang baik. Apakah berencana untuk naik haji tahun ini. Atau hanya berencana umroh saja. Atau melanjutkan sekolah ke negri lain. Atau untuk menikah. Menikah dengan orang yang ia cintai atau dengan orang yang belum ia cintai.
Tepatnya besok lusa. Setelah malam perayaan besar itu berlalu. Tikar-tikar terbaik digelar di ruang tamu. Tenda-tenda didirikan di halaman rumah. Segala macam menu masakan dihidangkan di dapur acara. Ibu-ibu berceloteh riang membicarakan tentang siapa Si Pengantin Pria. Putra Abuya Syeikh Teuku Zulkarnaen yang jatuh cinta pada wanita dari keluarga sederhana. Namun akhlak mulianya terkenal hingga seantero desa. Gadis pendiam namun riang menyapa ibu-ibu dan anak-anak. Gadis pintar penghafal Al-Qur'an. Gadis jelita yang mengingat setiap titik kosa kata yang dibacanya dalam kitab kuning. Semua orang berbangga dengan hal itu, wanita yang baik mendapatkan lelaki yang baik untuk masa depannya.
Tapi apalah daya. Hari itu telah yang mengubah impian kisah cinta mereka. Cerita yang di tuliskan dengan awal kisah menyakitkan. Tentang seorang gadis yang kehilangan suaminya di hari pernikahannya. Tentang seorang gadis yang kehilangan lelaki amat dicintainya untuk selama-lamanya. Semua guratan tertulis di sini. Bagaimana mereka yang tak memiliki hati merenggut orang-orang tak berdosa. Menghilangkan nyawa-nyawa yang begitu berharga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jauh di Lengkung Pelangi (TAMAT)
Historical FictionSemua yang terjadi memang mesti di ikhlaskan. Tak patut bagi kita yang hanya seorang hamba menuntut banyak dari apa yang diberi dan mengeluh dari apa yang ia kehendaki. Disinilah aku belajar dari Sembilu, si gadis kecil yang tak pernah menangis, tak...