18. Perkara Menerima

172 18 0
                                    

🍀

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍀

Bel istirahat baru berbunyi sekitar lima menit lalu, dan guru di kelas tersebut telah keluar. Caka dengan riang membuka kotak makannya. Meskipun sudah kelas enam, dirinya tidak pernah malu untuk membawa bekal ke sekolah. Itung-itung juga menghemat uang saku, kan.

Hari ini Caka sangat excited untuk memakan bekalnya lantaran menu yang disiapkan Maminya merupakan makanan favoritnya, yakni sushi.

Mami Karmila memang bisa mengolah beberapa makanan Jepang. Dan memang dari situlah kenapa Caka menyukai sushi, terutama masakan maminya.

Caka tidak langsung memakan bekalnya. Dia membawa kotak makan berwarna biru miliknya itu ke arah belakang. Caka lantas duduk di sebelah temannya yang tampak murung. Dia adalah Nanang, siswa yang sering di-bully teman sekelasnya lantaran sang ayah merupakan pengedar narkoba.

Sejak menjadi korban bully, Nanang menjadi sangat pendiam dan selalu berada di kelas. Tak ada yang mau berteman dengannya selain Caka. Bahkan Caka pernah secara terang-terang membela Nanang dan dimusuhi teman sekelasnya selama hampir seminggu.

"Nang, mau nyobain masakan mami aku nggak? Ini makanan favorit aku, loh. Nih, cobain." Caka menggeser kotak makannya yang telah dibuka, ke arah Nanang yang tampaknya sedikit terkejut.

"Ng-nggak usah, Caka. Aku nggak laper, kok." Nanang tampak memaksakan senyuman.

"Ih, aku maksa, nih. Ayolah. Sepotong aja, deh. Ya, ya?" Caka memasang muka imut sekaligus memelas, berharap agar Nanang luluh.

Setelah beberapa waktu terdiam, dengan ragu Nanang meraih sepotong sushi, lantas menggigitnya.

"Enak, kan? Yang ada di restoran-restoran aja kalah."

Nanang mengangguk canggung. "Iya, enak."

Akhirnya mereka berdua menikmati sushi tersebut bersama-sama. Caka memaksa Nanang untuk menghabiskan beberapa potong sushi.

"Caka?"

Yang yang tengah menutup kotak makan pun menoleh. "Apa, Nang.m?"

"Makasih, ya," ucapnya. "Salam buat mamimu. Sushi-nya enak banget."

"Iya, sama-sama. Kita, kan, temen." Caka melengkungkan bibirnya ke atas, membentuk senyum.

🍀

Caka berlari ke arah gerbang begitu melihat bahwa sang abang telah menunggunya di sana dengan muka yang masam dan tampak tidak ikhlas.

Kamu akan menyukai ini

          

Hari ini, memang Banyu yang bertugas untuk menjemput Caka lantaran lelaki itu sedang libur pasca ujian nasional.

"Lama banget, sih, lo!" Banyu menyerahkan helm dengan muka dan nada bicara yang judes.

"Ya, kan, belnya baru bunyi. Masa aku mau pulang duluan." Usai helmnya terpasang, Caka langsung naik ke atas motor.

"Pegangan. Gue mau ngebut. Nanti lo kebawa angin lagi."

Caka hanya menurut tanpa banyak membantah. Mood-nya sedang baik hari ini, dia tidak ingin merusaknya hanya karena berdebat dengan kakak sulungnya itu.

Selama dalam perjalanan pun Caka hanya banyak diam. Sedikit buka mulut saja, Banyu akan protes dan berteriak memarahinya.

Sungguh tidak asyik.

Padahal biasanya, dalam perjalanan pulang, jika Papi Adul atau Om Gun yang memjemputmya, dia diminta untuk menceritakan apa yang terjadi di sekolah pada hari itu.

Caka sedikit berjingkat ketika tiba-tiba Banyu menghentikan motornya sedangkan mereka belum sampai rumah.

"Turun," titah Banyu yang sudah beralih dari motornya.

"Loh, tapi, kan, kita belum nyampe rumah, Bang. Jangan bilang kalo Abang mau ninggalin aku di tengah jalan?!" tuduh Caka seraya memicingkan mata.

"Kagak, elah. Bensin gue habis. Cepetan turun."

Caka beranjak turun sambil nyengir, merasa tidak enak karena telah menuduh Banyu sembarangan.

Caka harus agak lama menunggu karena antrean yang cukup panjang. Hingga dia melihat penjual es potong yang mangkal di depan pengisian bensin itu. Senyum licik tercetak di wajahnya. Dia sudah mempunyai strategi untuk memalak sang kakak.

Setelah motor Banyu telah diisi dengan bensin, Caka langsung menghampirinya dan memasang wajah imut.

"Abang, Abang. Beliin itu, dong!" Caka menunjuk penjual es itu.

"Kagak ada duit. Udah gue buat beli bensin. Ayo cepetan naik!" Banyu sudah bersiap menyalakan motornya.

"Ah, Abang. Aku tahu ya kalo Abang masih bawa uang serep. Please, aku pengen itu."

"Naik atau gue tinggal?" ancam Banyu.

Alih-alih tunduk dengan ancaman Banyu, Caka justru merengek  keras, membuat atensi orang-orang di sana tertuju ke arahnya dalam seketika.

Banyu sontak memberikan uang lima ribuan pada Caka, dan secepat itu juga Caka langsung terdiam. Mengada-ada memang.

"Nih, sama buruan beli."

"Ah, sayang Bang Bay banyak-banyak."

Caka langsung berlari ke arag penjual es potong.

Dasar bocah sinting!

🍀

Malam ini Caka diminta Om Gun untuk menginap di kediaman beliau. Caka memang sudah lama tak berkunjung. Maka, untuk menuntaskan rindu, tadi sore Om Gun menyambangi rumahnya dan meminta dia untuk menginap di rumah keluarga Bratahardi.

Aksara CakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang