16

725 105 5
                                    

Di dalam kamar, Alle hanya bisa memandang keluar jendelanya, duduk di kursi meja kerjanya.

Pandanganya was-was, seolah menjelaskan seberapa khawatirnya ia saat ini. Banyak sekali hal-hal yang bersarang di dalam kepala wanita yang memakai muslim dress berwarna abu-abu, serta kerudung berwarna hitam itu.

Demi acara ini, Alle juga dibantu memoles tipis wajahnya oleh Zihan. Benar-benar berharap segala hal baik terjadi di bawah sana. Juga, berharap sang adik cepat memanggilnya.

Tapi, nyatanya, hampir sejam lebih tidak ada yang memanggilnya turun. Ingin mengintip, tapi mana bisa. Karena, masalahnya adalah, kamarnya ini langsung berhadapan dengan tangga, dan mengintip sedikit saja ia bisa langsung melihat ke arah sofa—yang saat ini diduduki oleh Jaena, Yuan dan di tengah mereka ada Darka—tapi, Alle tidak tahu tentang ini.

"Kenapa lama banget, ya? Gue juga bosen lama-lama di sini.. Ya Allah.." Keluhnya.

Tok tok tok

"Mbak Al..." Panggil Zihan, membuka pintu dan melongokkan kepalanya ke dalam.

"Eh?" Alle sampai terkejut melihatnya.

"Hehe, ayo turun.."

Oke, Alle tadi berharap ingin cepat-cepat turun 'kan, ya? Tapi kok ini malah jadi takut begini, ya?

"Aduh.. Bentar, dong. Sini deh, bantuin dulu. Make up Mbak berantakan, nggak?" Tanya Alle, lalu dengan cepat ia beranjak berdiri di depan cermin fullbody nya.

Zihan terkekeh geli, "Nggakk.. Udah ayo, buruan.. Nggak baik bikin orang nunggu, tau!" Sentak Zihan, menarik lengan sang kakak.

"Eh!"

Dan ternyata, kekehan Zihan tadi terdengar ke bawah, membuat mereka menoleh ke arah Zihan yang masih membelakangi mereka, mengintip di pintu kamar.

Yang melihat tentu saja terkekeh gemas, ada saja tingkah anak manis itu.

Tidak lama sampai mereka melihat Zihan menarik lengan seorang wanita dewasa lainnya.

Yuan dan Jaena langsung melirik Darka yang menundukkan kepalanya saat melihat Alle menuruni tangga dengan perlahan. Mereka yang ada di sana tengah menahan senyuman mereka.

"Al.. Duduk sini, Nak.." Pinta Tara, menggeser tempatnya, membiarkan Alle duduk di tengah-tengah Tara dan Dara. Dan Zihan menarik kursi stool yang ternyata ada di dekat tangga, untuknya duduk, pegal juga berdiri selama sejam lebih.

Saat sudah duduk, Alle reflek menggenggam tangan sang ibu. Dara bisa merasakan betapa dinginnya telapak tangan Alle, makanya ia balas menggenggam tangan kiri Alle dengan kedua tangannya, berusaha menenangkan anaknya.

"Darka.. Alle.. Kalian pasti udah saling kenal, 'kan? Jadi nggak perlu perkenalan lagi dong, ya?" Tanya Tara, mengusap pucuk kepala anak pertamanya.

Darka dan Alle mengangguk pelan, tanpa berani menatap satu sama lain. Gugup sekali rasanya.

Tara terkekeh, "Darka.." Panggilnya.

Darka mendongak, tapi menatap Tara, tidak berani menatap Alle yang duduk tepat di hadapannya, "Ini anak gadis kami, wanita yang kamu bilang sangat kamu inginkan untuk jadi makmum mu. Kamu sudah sangat berani mengucapkan segalanya pada saya dan Dara tadi, sekarang giliran kamu meyakinkan anak gadis kami, supaya keputusannya final dan bulat." Ucap Tara.

Darka terdiam sebentar, membuat Alle mendongak, melirik pria itu.

Darka menghela nafas pelan, berusaha mengumpulkan kembali fokus dan keberaniannya untuk berbicara dengan wanita di hadapannya ini.

RaguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang