(Hanum Pov)
Malam semakin larut, Rumi sudah nyenyak tidur diantara aku dan Mas Jati yang saat ini berhadapan dan saling tatap.
"Ada lagi yang ingin kamu sampaikan ke aku?", tanyanya, sambil menggerakkan salah satu jemarinya yang digenggam erat Rumi. Mungkin ini pillow talk pertama kami setelah kami menikah, dan yaa ... kami banyak lebih jujur dan terbuka di tengah keheningan ruangan ini.
"Aku ingin Mas Jati lebih terbuka sama rencana-rencana Mas ke depan. Aku janji kalau itu hal baik, aku akan berusaha mendukung penuh"
"Seperti rencana mengambil job film lagi?", tanyanya.
"Ya, seperti rencana mengambil job film lagi"
"Jadi itu yang membuat kamu marah kemarin?"
Aku tersenyum malu, "Aku tidak marah, tapi mungkin karena suasana hatiku kemarin lagi nggak bagus jadi aku sedikit kecewa. Aku jadi merasa Mas Jati nggak serius mencoba memperbaiki hubungan denganku"
"Kenapa mikir begitu?"
"Aku merasa Mas Jati tidak melibatkan aku dan Rumi dalam rencana masa depan Mas Jati"
Mas Jati malah tersenyum, membuatku mengernyitkan dahi. "Kenapa senyum?"
"Lucu.", katanya tersenyum sambil memandangiku.Aku masih tidak faham bagian mana yang lucu dari pernyataanku.
"Lucu bagaimana tanpa komunikasi, fikiran kita begitu kontradiktif. Di fikiranmu, kamu merasa bahwa kamu dan Rumi tidak aku libatkan dalam rencana masa depanku. Sementara, di fikiranku, rencana masa depanku isinya pasti menyangkut kamu dan Rumi"
Aku ikut tersenyum dengan pernyataannya.
Ia kemudian menambahkan, "Itulah mengapa komunikasi itu penting banget Num. Kalau ada hal yang mengganjal pikiranmu kamu bisa sampaikan ke aku, begitupun aku. Biar kita saling tahu apa yang sedang kita rasakan dan apa yang ada di kepala kita. Nggak Cuma menebak-nebak aja dan ujungnya salah faham".
Aku mengangguk menyetujui.
"Rencanaku ambil job itu sebenarnya buat kamu dan Rumi, supaya kebutuhan kamu dan Rumi lebih terpenuhi"
"Aku sudah merasa cukup dengan kondisi sekarang Mas, Alloh sudah baik banget ngasih aku Bapak, Ibu, Mas Jati dan Rumi. Lagipula kita nggak pernah kesusahan untuk perkara-perkara primer seperti sandang, pangan, papan. Ingkar banget kalau aku masih merasa kurang"
Mas Jati tersenyum lebar, "Aku bisa membayangkan Rumi nanti pasti akan jadi orang keren karena kamu yang mendidiknya"
"Dan juga dididik Mas Jati", ia megangguk.
"Tapi dunia entertainment adalah kehidupan Mas Jati sebelum kita menikah, aku nggak keberatan kalau Mas Jati mau main film lagi. Tapi aku ingin Mas Jati mendiskusikan itu dulu ke aku sebelum ambil tawaran"
Ia mengelus puncak kepalaku,"Iya, makasih sudah diingatkan ya Num"
Aku tersenyum tersipu.
Mas Jati kemudian menggeser posisinya, mengeratkan pelukannya kepada Rumi kemudian berkata, "Udah malam, waktunya tidur"
Aku mengangguk lagi, tapi mataku masih ingin melihat interaksi bapak dan anak yang ada di depanku ini. Aku mensyukuri betapa Mas Jati terlihat sangat menyayangi putrinya, Rumi pasti akan tumbuh dengan penjagaan yang baik oleh ayahnya. Tanpa menyadari jika Mas Jati juga sedang melihatku.
"Mau dipeluk kaya Rumi juga?", suara Mas Jati menyadarkanku kembali dari lamunanku. Aku menggeleng malu kemudian segera berbalik membelakangi Mas Jati. Dari balik punggungku aku mendengar Mas Jati terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencipta Kisah
RomanceHidup dengan label mantan narapidana bukanlah hal yang mudah bagi Jati. Stereotype buruk tentang narapidana terlanjur melekat kuat di masyarakat membuatnya harus menjalani hari-hari keras penuh perjuangan untuk bangkit kembali setelah ia keluar dari...