Bagian 45 : Luka

2.8K 363 69
                                    

"Ferona! Tunggu!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ferona! Tunggu!"

Aku menyusul Ferona yang berlari ke luar klinik. Dengan napas yang terengah-engah, aku menggantungkan tanganku ke rok gaun hijaunya.

"Apa kau bisa jelaskan mengapa kau membawa seorang pria ke tempat tidur saat klinikmu tutup?" introgasi Ferona.

"Bu-bukan seperti itu. Itu hanya pertengkaran kecil dan ...."

"Dan?"

"Dan aku tidak sengaja jatuh. K-kau tahu 'kan aku bukan perempuan yang akan berbuat aneh-aneh?"

Ferona merenung sesaat. Ia pun memisahkan tanganku dari gaun hijaunya dan berbalik. "Lalu, siapa pria itu? Apa dia memiliki hubungan khusus denganmu?"

"Tidak! Tidak ada!"

Untuk beberapa detik, Ferona menerawang jauh ke dalam mataku. Ia menampakkan raut tidak puas seakan mengetahui sesuatu. "Setengah benar dan setengah tidak. Kau masih ragu-ragu," ucap Ferona.

Menghindari matanya, aku menyembunyikan lenganku di balik punggung. Aku pun mulai mengisahkan tentang Louis dari awal pertemuanku di danau sampai aku bisa jatuh di kasurnya.

Meski aku tak membeberkan bagian kalung, identitas, dan fakta bahwa Louis teman lamaku, aku mengatakan kalau aku pernah mengenalnya di suatu tempat. Hal itu sedikit menurunkan keraguan Ferona terhadapku.

"Begitu. Bagaimana dengan latar belakang pria itu? Apa kau tidak merasa curiga dengannya?" Ferona bertanya.

"Entahlah. Tapi, aku yakin dia bukan orang yang ...."

Tunggu, Louis 'kan mencari keberadaanku. Terlebih, dia merupakan ksatria kekaisaran yang entah bagaimana sampai ke desa ini. Aku memang belum menambahkan informasi tersebut, namun aku yakin Ferona akan langsung menyarankanku mengusirnya dari bila ia tahu hal ini.

Setelah sekian lama, aku menemukan Louis dengan kondisi yang hampir mati. Bagaimana aku bisa membiarkannya pergi dengan kondisi yang tidak stabil?

"Yang apa?" Ferona membuyarkanku yang tertegun.

"Bukan orang yang mencurigakan. Percayalah, Ferona!" tegasku meyakinkan.

Ferona mendengkus sambil mengusap keningnya. Daripada menyerah, dia cenderung tidak mood berdebat denganku. "Yah, baiklah," pasrahnya.

"Tapi, kau ingat 'kan? Kau tak akan dekat dengan pria manapun sampai rencanamu berakhir sukses?" imbuhnya.

Aku mengulum bibirku sendiri, kemudian mengangguk kecil atas peringatannnya.

Sementara Ferona membenahi anak rambutku dengan jemarinya. Ia menyisirnya halus dan merapikannya. "Godaan seorang pria bisa saja membuatmu goyah. Aku hanya memastikan kau tak melupakan hal itu."

"Iya," singkatku.

Beruntungnya, Ferona tak mempermasalahkan hal itu lebih jauh. Artinya, ia tak begitu marah dengan adegan salah paham tadi.

I Don't Want The Male Lead's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang