"Apa nih kadonya, Om?" Suara salah satu gadis seumuran Mayang yang Mayang duga adalah sepupu Rico.
Mahesa Sastrawijaya mengulas senyuman lalu mengedipkan sebelah matanya pada sang istri. Indriana segera meraih kotak mungil di depannya. Memberikannya pada putra tunggalnya.
Rico menerima kotak itu dengan senyuman yang tak lepas dari bibirnya. "Apa ini, Pa?"
"Buka aja," jawab sang ayah.
Tergesa Rico membuka kotak mungil itu lalu beberapa detik kemudian bersorak senang. Tangannya terangkat tinggi menggenggam benda mungil berujung runcing. Menunjukkan benda itu kepada semua orang. Kunci sebuah mobil.
"Makasih, Pa, Ma. Kalian memang paling tahu. Aku bisa ngajakin Mayang keluar tanpa takut kehujanan." Rico memeluk ayah dan ibunya bergantian.
Sorak sorai kembali terdengar, kali ini nama Mayang yang disebut. Semua orang ingin melihat kado apa yang akan Mayang berikan pada Rico. Hal yang membuat Mayang seketika salah tingkah. Bukannya apa, ia malu dengan apa yang akan ia berikan pada Rico. Bukan benda mahal seperti yang baru saja Rico dapatkan. Namun setidaknya, ia memikirkan kegunaan benda itu untuk Rico.
Akhirnya dengan diiringi tatapan ingin tahu semua orang, Mayang membuka tas mungilnya. Mengambil kotak persegi yang terbungkus kertas kado biru muda yang telah ia siapkan semalam. Sebuah jam tangan yang Mayang beli menggunakan uang tabungannya sendiri.
"Wah, Makasih banyak, Yang. Bagus. Aku suka." Rico memakai jam itu setelah membuka kotaknya. Setelah benda itu melingkar di pergelangan tangannya ia seketika meraih tubuh Mayang dalam pelukannya. Membuat Mayang begitu terkejut karena pemuda itu tadi sudah memeluknya.
***
"Kalian kok bisa sih buat kejutan yang aneh banget kayak gini." Rico menelan makanan di mulutnya sebelum melontarkan kalimatnya."Tuh si Mayang tanya," tunjuk Indriana lalu menusuk brokoli di piringnya.
"Jadi kamu yang ngerencanain semua ini, Yang?" tanya Rico dengan raut berbinar luar biasa.
"Tante tuh ada aja. Saya kan cuma bawa Rico ke sini. Tante dan Om kan yang merencanakan semuanya."
"Tuh kalian pada enggak mau ngaku."
"Papa kamu dan Mayang tuh yang banyak terlibat. Mereka yang cari tempat dan mengurus semuanya. Mama nyiapin kue dan hidangannya."
"Kapan? Aku kok enggak tahu."
"Beberapa hari lalu papa kamu dan Mayang ke sini. Memesan ini dan itu hingga akhirnya semuanya terjadi seperti sekarang."
Rico mengalihkan pandangan pada sang ayah.
"Papa benar-benar luar biasa. Makasih pokoknya. Rico janji akan berusaha lebih baik lagi untuk bahagiain papa dan mama."
"Skripsi, Co. Jangan lupa." Mayang mengulum senyum jahilnya.
"Tentu aku akan cepat-cepat selesaiin, Yang. Biar bisa melamar kamu. Kalau aku enggak cepat-cepat lulus bisa-bisa keduluan pria-pria sukses nan mapan yang bakal menghalalkan kamu kapan aja."
Sontak saja Mayang tersedak. Membuat Rico tersenyum jahil lalu mengulurkan gelas berisi air kepada Mayang. Sedangkan ayah dan ibu Rico hanya saling pandang melemparkan senyuman.
***
"Foto di ponsel nanti aku kirim kalau sudah di rumah ya? Tapi foto lainnya mungkin masih besok atau lusa soalnya papa pakai jasa fotografer," ucap Rico saat menghentikan mobil baru hadiah ayahnya di depan pagar indekost Mayang. Mobil sang ayah yang ia pinjam saat menjemput Mayang ia tinggal di hotel. Ayahnya yang akan membawanya pulang.Mayang mengangguk pelan sambil mengulas senyuman.
"Kamu kenapa tadi kok nangis, Yang?"
Mayang mengerutkan kening, ternyata pemuda itu tahu saat ia menangis di tengah pesta tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE PURSUIT OF PERFECTION
ChickLitSelalu bergonta-ganti pacar sesering membayar tagihan rekening listrik bulanan, itulah yang selalu Mayang lakukan hingga orang-orang di sekitarnya menyebutnya si cewek gampangan. Namun, ia tak mempermasalahkannya demi mendapatkan calon masa depan se...