Part 05

14.1K 1.4K 202
                                    

Jakarta, Lima tahun kemudian

Betari menepikan mobilnya di sebuah komplek pemakaman. Semalam ia di beri kabar oleh teman kecilnya yang dulu merupakan tetangga Betari mengenai kematian Saira karena kecelakaan. Ingin rasanya Betari tidak percaya dengan kabar itu. Mengingat beberapa hari lalu ia masih melihat postingan Saira di akun sosial media adiknya itu. Memang yang namanya umur tidak ada yang tahu, tapi kematian Saira yang begitu mendadak jelas mengejutkan Betari yang sudah lama sekali tidak pernah mendengar kabar keluarganya.

Setelah kebenaran mengenai statusnya terungkap, Betari memutuskan pergidari rumah. Dan tidak pernah pulang lima tahun ini. Ia bahkan tidak datang di pernikahan Saira dan Arsene. Lagian untuk apa, mereka juga tidak mengundangnya, menyadarkan Betari bahwa kehadirannya tidak di harapkan disana. Jadi dari pada ia semakin sakit hati, Betari memilih menghilang untuk selamanya. Tapi meski begitu, Betari tidak menyimpan dendam pada keluarganya. Bagaimanapun ia tetap berterimakasih pada mama tiri dan papanya yang telah merawat dan membesarkannya selama ini-sekalipun dirinya di perlakukan tidak adil. Ia bahkan masih sering mengirimi uang dari hasil gajinya untuk sang papa.

Betari memang belum sepenuhnya lupa tapi ia juga tak ingin terus mengingat masa-masa kelam itu lagi. Mengingatnya hanya akan membuat Betari sulit untuk melangkah maju. Dan lagi, Betari tidak mau terus terikat dengan masa lalunya yang menyakitkan. Memaafkan mereka yang telah menyakitinya adalah cara Betari untuk mendapatkan kebahagiaannya di masa sekarang. Apa yang ia lalui lima tahun lalu mengajarkan Betari banyak hal, salah satunya adalah keikhlasan. Karena ia yakin Tuhan pasti sudah menyiapkan rencana lain yang jauh lebih indah dari apa yang ia harapkan.

Satu hal yang tidak bisa di rubah oleh manusia adalah takdir yang kuasa. Tak ada satu orang pun yang ingin di takdirkan menjadi anak dari seorang selingkuhan. Begitupun dengan Betari yang tidak bisa memilih dari rahim siapa ia di lahirkan. Ia juga tersadar tidak bisa memaksa orang lain untuk menyukai dan menerima dirinya dengan status anak dari wanita yang menjadi orang ketiga di kehidupan papa dan mama tirinya. Maka itu, Betari berusaha memaklumi kebencian sang mama dan juga Saira padanya.

Dengan memakai pakaian serba hitam dan juga kaca mata yang berwarna senada, Betari mencari letak keberadaan makam Saira. Ia menemukannya tak lama kemudian, itupun karena petunjuk si penjaga makam yang ia temui saat di depan jalan. Sebagian orang sudah membubarkan dirinya, hanya tersisa kedua orang tuanya dan juga Arsene beserta seorang anak laki-laki yang kini tengah merengek di dalam gendongan mama tiri Betari.

Sembari membenahi letak kacamatanya, Betari perlahan menghelakan kakinya ke makam Saira. Kemunculan Betari sontak mengejutkan mereka yang berada disana lebih dulu. Mulanya mereka tidak langsung mengenali Betari. Rambut Betari yang panjang dan juga warna kulit yang jauh lebih cerah dari yang dulu membuat penampilan Betari berbeda dari lima tahun lalu sehingga dirinya terlihat seperti orang lain. Tanpa kata, Betari menaruh bunga yang di bawanya keatas pusara Saira sambil hatinya memanjatkan doa untuk sang adik.

"Tari?" Ganjar menatap putrinya, terkejut. Seperti tidak menyangka wanita muda dengan penampilan luar biasa anggun disampingnya itu adalah Betari--sang putri yang sudah lama pergi dari rumah.

Tidak hanya Ganjar, kemunculan Betari disana seketika menyita perhatian sang mama tiri dan juga Arsene yang berdiri tepat di seberang Betari. Pria itu seperti sulit percaya mendapati kehadiran Betari di tempat peristirahatan terakhir Saira. Menghindari mereka semua bertahun-tahun lamanya membuat Arsene berpikir hati Betari sudah tertutup untuk mereka.

"Pa...." Betari tersenyum lemah sambil mengulurkan tangannya, hendak menyalami papanya.

"Kamu datang Nak?" Suara Ganjar gemetar layaknya sedang menahan tangis.

Ketika Betari berhasil meraih tangan sang papa, seketika Ganjar langsung memeluknya.

"Terimakasih, kamu sudah berhati besar untuk mau datang ke pemakaman Saira."

Kamu akan menyukai ini

          

"Maaf Pa, Tari terlambat tahu soal Saira di rawat."

"Terlambat tahu atau kamu sudah tidak mau tahu lagi soal kami?" Sindir sang mama tiri.

"Jangan berkata begitu, dengan Tari masih mau datang ke pemakaman Saira, kita harusnya berterimakasih untuk itu," hardik Ganjar seraya melepaskan pelukannya pada Betari sebelum menatap istrinya dengan marah.

Dengkusan kasar terdengar begitu Ganjar mengakhiri kalimat. "Terlambat, Saira sudah pergi. Seharusnya dia datang saat Saira ingin bertemu dengannya dirumah sakit. Bukannya malah mematikan ponselnya berhari-hari."

"Ponsel Tari hilang. Maaf kalo kalian kesulitan menghubungi Tari." Tari tidak bohong, ponselnya yang selama ini ia pakai untuk menghubungi sang papa hilang entah kemana. Kabar kematian Saira pun di dapatnya dari insta story temannya.

"Tidak apa-apa, melihat kamu mau datang kesini saja Saira pasti senang. Maafkan adikmu ya Nak. Maaf jika selama ini Saira ada salah sama kamu, agar adikmu bisa tenang di peristirahatan terakhirnya." Sang papa menyentuh bahu Betari.

"Saira tidak butuh maaf darinya untuk tenang di alam sana." Kembali Marwah si ibu tiri menyindir Betari.

"Kamu bisa diam tidak? Apa kamu tidak sadar juga, apa yang menimpa Saira saat ini bisa jadi adalah hukuman untuk kita atas apa yang telah kita lakukan kepada Betari selama ini." Mata Ganjar kemudian memejam, terlihat jelas bahwa ia sedang berusaha mengontrol emosi. "Ini adalah hari kematian Saira. Jadi ku mohon, biarkan anak kita tenang tanpa harus ada keributan di pemakamannya."

Betari menatap haru Ganjar dari balik kaca mata hitamnya. Ia jadi teringat peristiwa lima tahun lalu ketika sang papa menghalangi kepergiannya. Tapi sayangnya Betari yang sudah terlalu lelah berada di rumah itu tetap memilih angkat kaki.

"Nggak apa-apa Pa. Tari juga nggak akan lama disini." Betari menyentuh lembut lengan sang papa.

"Memangnya setelah ini kamu mau kemana, Nak?" tanya Gambar, terkejut.

"Tari mau langsung balik lagi ke Surabaya, Pa."

"Tapi kamu baru aja tiba, Nak. Perjalananmu kesana juga bukan waktu yang sebentar. Kamu pasti capek kalo harus bolak balik Jakarta-Surabaya. Menginaplah sehari di rumah. Papa juga udah kangen minum kopi bikinan kamu."

Betari menoleh kearah Marwah yang wajahnya sengaja di palingkan sembari menggendong putra Saira dan Arsene. Gestur tubuhnya mengatakan bahwa wanita paruh baya itu keberatan dengan permintaan suaminya. Tapi alih-alih peduli dengan reaksi sang mama tiri, Betari lebih tertarik memperhatikan bocah di dalam gendongan. Alisnya yang tebal berikut tatapan tajam si bocah benar-benar mirip dengan Arsene. Yang mengejutkan adalah bocah itu kini mengulurkan tangan mungilnya pada Betari. Meminta Betari meraih tubuh kecilnya ke dalam gendongan.

"Mami...." Panggilan si bocah pada Betari yang tanpa disangka-sangka sontak mengejutkan semua orang.

Betari mengerjap, coba meraih fokusnya ketika panggilan bocah itu berhasil membuatnya blank.

"Mami endong. Eki mau ama Mami," rengek Eki saat melihat Betari hanya diam di tempat tanpa menanggapi panggilannya.

Reflek, Betari merenggut bocah satu tahunan itu dari Marwah yang kini terlihat syok. Seketika tangis Eki pun berhenti. Untuk sejenak, Betari merasa kehangatan memenuhi hatinya saat jemari mungil itu membelai lembut wajahnya.

"Mami, Eki angen."

Meski Eki belum begitu fasih berkata-kata tapi Betari memahami maksud kalimatnya. Anak itu merindukan Maminya, dan Eki menganggap dirinya adalah Saira. Teringat dulu ia juga pernah menganggap orang lain sebagai mama kandungnya, membuat hati Betari teremas-remas. Menurut cerita sang papa, ia kehilangan mama kandungnya di usia satu tahun-seusia Eki saat ini. Tidak menyangka hal yang sama kini juga di alami oleh keponakannya.

"Eki pasti mengira kamu adalah maminya."

Merasakan sesak di hatinya, Betari mengangguk sambil mengecup jemari Eki yang kini tengah menarik-narik kaca matanya.

"Ata mata."

"Eki mau pakai?"

Eki mengangguk dengan polosnya sehingga Betari melepas kaca matanya untuk kemudian di pakaian kepada Eki. Bocah itu tertawa lepas, wajah sembabnya tampak bahagia sekali ketika akhirnya di pertemukan kembali dengan maminya yang sudah beberapa hari ini tidak di lihat.

Melihat senyuman Eki telah kembali setelah rewel berhari-hari-semenjak Saira di rawat-seketika membuat Ganjar terharu, pun sama halnya dengan Marwah yang diam-diam menyusut air matanya.

Sementara Arsene yang sejak kemunculan Betari hanya diam memperhatikan kini menundukan pandangan. Kesedihan melihat respon sang anak pada Betari dan begitu juga sebaliknya, mencengkeram kuat. Menyesakkan dada Arsene, sehingga ia tidak berani melihat pemandangan itu lebih lama.

"Menginaplah beberapa hari nak, itu akan membantu Eki melupakan kesedihannya."

"T-tapi pa.... Tari hanya ijin satu hari," sahut Betari cepat. Meski sebenarnya ia ingin menemani Eki lebih lama, tapi membayangkan ia harus sering-sering bertemu Arsene membuat Betari tak nyaman.

"Meminta ijin selama beberapa hari dalam suasana duka, tidak akan membuatmu di pecat dari perusahaan. Apalagi pemiliknya adalah pacarmu sendiri. Kecuali kamu memang tidak ingin ada disini bersama kami."

Ucapan Arsene mau tak mau membuat Betari menoleh kepada sosok yang sejak tadi di abaikan olehnya. Untuk pertama kalinya setelah lima tahun, Betari kembali menatap wajah itu. Wajah yang dulu pernah membuatnya takluk dengan mudah. Tidak seperti dirinya, wajah Arsene tidak jauh berbeda. Selain terlihat lebih dewasa, mungkin hanya bulu-bulu maskulin yang mulai tumbuh di area pipi dan dagu pria itu yang menjadi pembeda.

"Tentu saja, aku akan menelepon kekasihku untuk minta ijin tinggal beberapa hari disini," sahut Betari sebelum mengalihkan tatapannya lagi pada sang papa. Ia tidak mau repot-repot bertanya pada Arsene mengenai pengetahuan pria itu. Sekalipun sebenarnya Betari heran hubungannya dengan sang bos di ketahui oleh Arsene.

Senyuman bahagia terkembang di wajah Ganjar ketika mendengar jawaban sang putri. Sementara di tempatnya, raut wajah Arsene berubah dalam sekejap. Jemarinya bahkan tanpa sadar sudah mengepal di kedua saku celana.

Tbc

Nggak nyangka udah lima tahun aja nulis nih cerita wkwk semoga kalian gak bosen😆

Komen yuk

Love

Neayoz😘

Kepingan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang