04• Jangan Galak

250 45 8
                                    

Haii, akhirnya ketemu lagi kita!

Masih ada yang nunggu cerita ini update kah?

Maaf sudah menunggu lama.

Kalau sudah lupa alurnya, diwajibkan baca ulang dulu ygy.

Sekarang, saya bakal lanjut cerita Adam sambil nunggu cerita MST terbit.

Harus ninggalin jejak (komentar) sebelum bacaa🤗

•••

🎶Dia - Sammy Simorangkir

04. JANGAN GALAK

Adam tidak perlu pulang ke rumahnya untuk mengganti pakaian karena rumah Rangga sudah menjadi rumah kedua untuknya. Ia memakai pakaian miliknya dari lemari Rangga, sementara pemilik kamar sedang menyantap sarapan di meja makan.

Tidak perlu mempertanyakan keberadaan Lais, sudah dipastikan saat ini laki-laki tersebut sedang berada di samping Naya—tidak menyerah meski telah dilarang oleh Rangga.

Setelah merasa puas dengan penampilannya, Adam segera melangkah keluar kamar, tidak lupa menyambar tas dan kamera miliknya. Namun, suara notifikasi pesan dari ponselnya membuat langkah laki-laki tersebut berhenti. Satu alisnya terangkat saat melihat pesan dari nomor baru, namun ekspresi bingung tersebut seketika menjadi kesal setelah membaca isinya.

085324865xxx

Pagi kak Adam, ini Mawar
Jangan lupa jemput, ya.
Aku tunggu!

Adam mendengus kesal setelah membaca pesan terakhir—Mawar mengirim lokasinya. Hal itu tentu saja membuat suasana hati Adam menjadi suram. Ia lupa dengan kejadian kemarin bahwa mulai hari ini ia harus menjadi supir pribadi dari perempuan tidak waras kemarin.

Bisa saja Adam langsung menggantikan kamera Mawar dengan cara meminta uang dari Heri— sang ayah, namun hal itu tidak mungkin terjadi. Ia lebih baik menjadi tukang antar jemput seumur hidup daripada menerima uang dari pria yang dulu ia anggap baik.

Semenjak Heri berubah—sering membawa wanita berbeda ke rumah, Adam tidak lagi ingin menerima uang dari pria itu. Bahkan ia lebih memilih untuk bekerja part time di salah satu studio milik rekan kerja ayah Rangga. Untung saja ia dapat biasiswa dari kampus sehingga ia tidak perlu pusing memikirkan biaya kuliahnya ke depan.

Adam menarik napas panjang, lalu kembali melangkah menuju meja makan—tempat kedua sahabatnya dan Naya berada. Adam merasa tidak tertarik dengan tingkah Lais yang terus menggoda Naya.

“Orangtua lo udah berangkat?” tanya Adam kepada Rangga saat tidak menemukan orangtua Rangga di meja makan.

“Biasa. Masuk kerja pagi.”

Rangga menjawab santai seakan-akan hal tersebut sudah biasa. Ini alasan Naya memilih untuk tinggal bersama neneknya karena orangtua mereka terlalu gila akan kerja. Tidak punya waktu untuk mengurus Naya yang butuh perhatian lebih—tidak juga dengan Rangga.

“Kalo gitu gue cabut duluan.”

“Nggak sarapan?” Rangga beralih melirik arloji dipergelangan tangannya. “Masih pagi juga.”

“Ada urusan lain.”

“Yaudah, kalo gitu sekalian aja lo antar Naya. Gue nggak bisa berangkat pagi.”

Mendengar kalimat tersebut, spontan Naya menggeleng cepat—mengabaikan Lais yang kembali mengeluarkan gombalan maut miliknya. Naya tidak ingin lagi dititipkan dengan laki-laki di sampingnya ini. Ia tidak ingin seperti kemarin, bukannya mengantarnya pulang, Adam malah menyuruhnya naik angkot padahal ia tidak hapal jalan pulang.

TRAUMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang