"Kita tidak bisa memercayai apapun di dunia ini, tidak terkecuali manusia. Semanusia apapun kita mencoba, bahkan banyak orang akan ada yang memerlakukan kita bukan selayaknya manusia."
~Alin~
Tiga insan tengah berdiri disebelah mobil berwarna hitam. Seorang pria paruh baya memberikan kunci mobil kepada salah satu dari mereka bertiga lalu melenggang pergi. Tidak lain dan tidak bukan ketiga orang tersebut adalah Rasya, Bagas dan Aliza.
"Gue yang nyetir!"
"Gue aja."
"Gue!"
"Yaudah elo, tapi Aliza dibelakang."
"Gak bisa Aliza didepan!"
Aliza memijat dahinya melihat tingkah kedua pemuda didepannya. Mereka berebut sesiapa yang menduduki kursi kemudi. Di waktu yang sangat tidak tempat mereka masih sempat bertingkah seperti anak kecil.
"Kalo kalian masih mau lanjut gue cari taksi aja deh ya!" ucap Aliza kemudian hendak beranjak
Namun tangan kanan dan kirinya dicekal. Satu oleh Rasya, satu lagi oleh Bagas.
"Jangan donggg, udah malem gini." ucap Rasya
Aliza melepas cekalan keduanya kesal, "Ya makanya buruan!"
Dia terlihat kacau. Isi kepalanya amburadul. Kabar tidak mengenakkan baru saja menerpanya. Bahkan kedua matanya sudah memerah karena sempat menangis diselimuti rasa takut dan kecemasan yang berlebih.
"Maaf ya Sayang aku nggak maksud.."
Ucapannya Rasya berhasil mendapat sorotan bingung nan tajam dari Bagas. Tetapi dia harus memprioritaskan Aliza untuk saat ini. Perihal hubungan apa yang mereka jalin, pikir belakangan.
Mereka pun masuk ke mobil milik supir Aldo yang sengaja diminta ikut oleh tuannya untuk jaga-jaga jika terjadi sesuatu. Dan benar mobil itupun berguna sekali dalam keadaan mendesak seperti ini.
Aliza masuk dan duduk di kursi sebelah kemudi.
"Kalo capek bilang, nanti gantian."
"Iyya. Oh iya,Za jangan lupa sabuk pengamannya dipake." Ujar Bagas setelah menjawab pertanyaan pria dibelakang dengan singkat, padat.
"Iya gas, lo hati-hati nyetirnya."
Bagas mengangguk.kemudian melajukan mobilnya. Pemuda yang duduk di kursi belakang sedikit kesal karena harus membiarkan Aliza berdua didepan dengan Bagas. Tetapi itu sudah menjadi permintaan Aliza yang tidak bisa ditawarnya.
Jika dia berharap duduk didepan bersama Aliza, maka harapannya pun pupus dengan sekali perintah. Sejujurnya memang Bagas lebih menguasi kemudi daripadanya. Mungkin hal itu menjadi alasan Aliza kenapa meminta Bagas untuk menyetir.
Mengalah untuk urusan kecil bolehlah, tetapi soal perasaan pantang menyerah.
Di sepanjang perjalanan mereka hanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Tetapi perihal Adi selaku Ayah Aliza lebih mendominasi pikiran ketiganya. Terutama Aliza.
Dia belum siap menerima kata kehilangan dan perasaan menyakitkan ditinggalkan untuk selamanya. Kalimat ini bukanlah sebuah rapalan doa, namun sekelibat kecemasan yang terus muncul berulang di kepala. Dia kembali menitikkan airmata mengingat segala kenangan bersama sang Ayah.
"U okay?" tanya Rasya dari belakang sambil memegang lengannya lembut.
Bagas ikut menoleh , "Za mending lo istirahat dulu," tambahnya diangguki oleh Rasya
Aliza hanya menggeleng seakan tidak ada apa-apa. Kedua matanya kembali dipenuhi dengan airmata. Dia terus menghadap keluar kaca mobil di sebelah kirinya. Ditambah dengan suasana hujan diluar yang membuat perasaannya semakin airmatanya sendiri sampai pada akhirnya terlelap dalam wajah yang masih basah. Rasa khawatir bercampur sedih mungkin ikut dirasakannya didalam mimpi.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATE (On Going)
Teen FictionPilihlah salah satu, jatuh cinta jangan egois ~ Rasya Nagaza Alkafi Ketika takdir tidak menggariskan jalan untuk kita kembali beriringan. Itukah yang kau maksud dengan siapapun yang datang pasti akan pergi? ~Aliza Zissakia Putri Ada beberapa rasa y...