Dua karakter yang sangat bertolak belakang antara Filomela, gadis ceria yang hampir tidak bisa menjaga setiap tutur katanya. Dengan Erchen, pemimpin bijaksana namun arogan yang juga dikaruniai paras tampan. Mengikuti takdir, mereka kini terikat untu...
❝Setiap merasa lelah ingatlah, betapa sulit kau memulainya.❞
(( Chan Mi - Twenty Five Twenty One ))
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Dipaksa menjadi musim semi oleh hati yang telah lama seri. Lac Leman, Switzerland.
Mentari sudah berputar sebanyak 360° sejak semalam, artinya hari ini akan menjadi penentuan apakah Mela bisa menepati sumpahnya atau tidak. Jujur saja ia merasa takut, namun harus segera ditepis demi kelangsungan hidup banyak orang.
Lac Leman, danau terbesar di Switzerland degan luas permukaan 580,03 km² ini menjadi tempat bersemayamnya bangsa Mermaid. Dihiasi dengan bunga yang tampak memutih, danau ini tidak beku sekalipun. Sangat cantik dan mempesona pada setiap sudutnya.
Beralih fokus pada bangsa Herold, sedari tadi mereka tengah berada dimuka gerbang yang menghantar pada bibir danau, menunggu Mela yang berdiam diri sebab takut berlebih.
Erchen menggenggam erat tangan yang terjuntai itu, menjaganya agar tak lepas. "Kita lewatin bareng-bareng, ya?"
Mela termangu, mata sayunya menatap Erchen sekilas. Ia hanya bungkam, tak mau beranjak sedikitpun. "Nggak usah takut, ada gue." sambung sang Tuan.
Laksana seorang anak menatap rembulan, begitu pula Mela menatap lelaki dihadapannya ini. Ia tersenyum, bersemangat menganggukan kepala seolah staminanya telah kembali. "Kalau ada apa-apa nanti, kamu mati duluan, boleh?" ucap Mela sungkan setelah membisu lama.
Nih anak dibaikin malah ngelunjak, anjir.
Erchen memilih menanggapi hal itu dengan menarik tangan yang berada di genggamannya, mereka sudah terlalu lama mengulur waktu. "Iyakan kalau aku mati duluan nanti Kerajaan Herold nggak ada penerusnya," Mela menggerutu dan melepaskan genggaman Erchen.
Yang diajak bicara hanya mendengus, seakan ingin berteriak bahwa ia sudah tak tahan dengan ocehan seorang Luzette Filomela. "Lo kira gue mandul?" tanya Erchen sembari mengangkat sebelah alis.
"Kan kamu nggak bisa hamil," balas Mela cepat.
Bara berdeham, mengambil atensi dari perdebatan keduanya. "Erchen kan bisa nyari selir, Mel."
Raut wajah gadis itu seolah membenarkan perkataan Bara, tetapi ia tidak ingin mengalah dan terlihat seperti orang bodoh lagi dihadapan Erchen. "Kita kan nggak nikah, ngapain bahas beginian."
Erchen merasa takjub dengan perkataan Ratu nya ini, ia hanya bisa mengelus dadanya yang rata untuk bersabar. "Anjir Mela, lo yang mulai duluan."
Sementara Erchen menatap Mela seolah ingin memangsa, yang ditatap hanya acuh tak acuh dan menggandeng lengan lelaki itu serta menyeretnya masuk menuju tepi danau.
Belum ada beberapa langkah, Erchen menghentikan jalannya terlebih dahulu. "Kenapa, takut ya?" tanya Mela.
"Nggak dodol," sanggah Erchen dengan cepat, lalu ia beralih mengintimidasi Jenderal yang bersamanya. "Bawa pasukan lo ke dalam, Bar. Kalau percakapan ntar ampe bocor, kepala lo taruhannya."
"Baik, laksanakan."
Menapaki jalan berbatuan, langkah demi langkah di pijak guna melewati gerbang dengan kaligrafi Yunani bertuliskan Basilissa, yang berarti bangsanya dipimpin oleh seorang ratuini. Tanpa ragu mereka masuk dengan semangat walaupun tahu tidak akan bisa keluar hidup-hidup jika tak mempunyai asal usul serta tujuan yang jelas.
Mela mendekati bibir danau, berucap lantang. "Maafkan kelancanganku yang telah mendatangi tempat ini tanpa diundang. Dengan memberikan seluruh hormat pada penguasaan perairan, aku Filomela, Ratu dari bangsa Herold beserta sang Raja ingin meminta kesempatan agar bisa menemui Ibu Suri. Aku harap permintaanku ini dapat dipertimbangkan mengingat adanya darah murni kalian pada tubuhku."
Tidak perlu menunggu lama dalam hitungan menit, Ibu Suri memunculkan diri dari atas air bersamaan dengan singgasana agungnya. Tak lupa sederet menteri beserta sang jenderal ikut serta.
Mela mundur, agar bersisian dengan Erchen. Iris keduanya memancarkan tekad yang begitu kuat, hampir tak bisa goyah oleh apapun.
"Beraninya kamu datang kesini anak haram," cecar Damaresh—Perdana Menteri.
Jari-jari Mela terkepal, ia harus menguasai dirinya. Hanya satu kalimat menyakitkan tidak boleh di sikapi dengan gegabah.
"Rajaku ingin menyampaikan sesuatu tentang kedua bangsa, harap Ibu Suri bersedia mendengarkannya."
Reana tak bergeming, orang disekitarnya menganggap ini adalah persetujuan atas ucapan Mela. Sontak Erchen maju dan memberikan hormat pada penguasa air. "Aku ingin menawarkan sebuah perdamaian dengan kalian."
Satu kalimat mampu membuat keadaan menjadi ricuh seketika akan pro-kontra. Merasa perlu mengendalikan keadaan, Reana menghentakkan tongkat pusaka, membuat seluruh orangnya diam.
"Bukan tanpa alasan. Seperti yang kita ketahui lambat laun akan terjadi peperangan besar antar lima prefektur, hal ini tentu saja akan berdampak buruk bagi kita berdua. Atas dasar itu Herold memutuskan akan memberikan perlindungan penuh jikalau kalian bersedia meminjamkan segelintir kekuatan," jelas Erchen dengan lugas.
Reana menatap kearah Mela sesaat, ia menimbang. "Apa jaminan bangsamu tidak akan mengkhianati kami?" tanya Reana setelah diam sejak awal.
Mela maju dua langkah. "Aku."
Para menteri berdecih. "Anak haram sepertimu bisa melakukan apa?"
Yang lain menjawab, "tentunya menjadi pemuas nafsu seperti ibunya."
Gelak tawa terdengar dari satu sisi, membuat siapapun akan merasa mendidih. Erchen menatap Mela, seakan memintanya untuk tetap bersabar.
Sepasang mata memicing dengan jari-jari yang mengepal, ia sangat marah. Mela memang tak tahu bagaimana rupa sang ibu namun, ia yakin ibunya adalah orang baik. Jika tidak, bagaimana bisa Mela tak mempunyai pikiran untuk membunuh mereka semua yang telah menghinanya?
Orang baik pasti punya masa lalu, dan orang jahat berhak mendapatkan masa depan.
Jangan mencoba untuk menghakimi siapapun.
Karena takdir bukan kita yang mengatur.
"Jaga ucapanmu. Secara biologis aku masih seorang pewaris sah bangsa kalian, aku juga seorang Ratu terhormat dari bangsa Herold. Yang telah kalian hina ialah anak serta cucu Ibu Suri, apakah kalian sungguh tidak mempunyai malu?" Mela menahan emosi, rasanya kepalanya saat ini ingin meledak. "Lagipula aku bisa mencabut jantungmu sekarang juga, yang belum tentu bisa kamu lakukan kepadaku," sambungnya lagi.