Bab 13

1K 210 13
                                    

"Masuk!"

Suara dentum pintu menutup keras, meredam suara geraman liar para zombi yang berlari mendekat ke aroma kehidupan.

Masuk ke sebuah ruang berbentuk persegi penuh dengan rak buku, beberapa komputer canggih, serta aroma steril yang membuat mereka seakan salah tempat dengan semua kotoran dan darah yang melekat di tubuh.

Seorang perempuan cantik berusia tidak lebih dari tiga puluh tahun menyambut mereka dengan ekspresi khawatir dan mata bulat berkacamata yang tidak berhenti memindai tubuh mereka berempat dari atas ke bawah.

"Kalian tidak apa-apa? Oh, iya, saya Minsana yang tadi bicara dengan kalian melalui speaker." Perempuan berambut pirang panjang itu melipat tangan di depan dada dan mundur ke belakang—berkumpul dengan para kolega yang berjumlah empat orang.

Tidak hanya Minsana yang bersikap awas, ketiga orang lainnya pun menarik jarak aman. Berjaga jika tiba-tiba salah satu dari mereka berubah.

"Sebelum memperkenalkan diri, boleh aku pinjam satu ruangan tertutup untuk pemeriksaan fisik. Memastikan tidak ada yang tergigit supaya kalian bisa berhenti bersikap awas kepada kami," balas Gama sambil memasukkan senjata kembali ke sarungnya.

"Ada ruang arsip di sisi kiri. Kalian bisa menggunakan tempat itu." Minsana menunjuk ke pintu berwarna putih yang berada di pojok ruangan.

"Fiona, tunggu di sini sebentar. Jangan ke mana-mana," ucap Gama setelah mereka sampai di depan pintu yang di bagian atasnya tertera tulisan 'Ruang Arsip'.

"Mn." Angguk Fiona.

"Tunggu. Kita tidak memeriksa dia? Lihat luka di bahunya!" protes Troy.

"Ini bukan luka gigitan, tapi bekas cengkeraman tangan zombi itu!" Fiona mencoba menjelaskan.

"Jangan khawatir. Dia pasti aku periksa, tapi aku tidak mungkin menyuruhnya menunggu di dalam dan melihat kita telanjang, bukan?"

"Oh. Betul juga, jangan sampai dia mimisan melihat tubuh kita bertiga, haha ...." Pria besar itu tertawa puas. Sementara Fiona yang mati-matian menahan rasa malu memilih untuk memalingkan wajah.

"Muntah, Troy. Dia bisa muntah melihat tubuhmu," ejek Himo.

"Mana mungkin, kalau melihat tubuh Gama saja dia bisa bersemu merah, apalagi melihat tubuhku yang lebih berotot." Troy menonjolkan biceps dengan bangga.

"Jangan konyol. Cepat masuk!" gusar Gama sambil mendorong mereka berdua ke dalam.

Detik berputar dan sepuluh menit terlalui dalam bosan. Menunggu dengan tatap awas dari mereka yang asing dan hidup, sangat mengganggu Fiona. Beberapa kali dia memutar kepala, mencari pelarian dari lirikan tajam yang ditujukan kepadanya, tetapi sudut lapang pandangnya selalu menemukan aura negatif yang menguar dari mata mereka.

Walau begitu dia tidak akan menggunakan emosi untuk meresponsnya. Bagaimanapun juga di masa seperti ini curiga yang berlebihan adalah salah satu bentuk pertahanan diri. Terlebih kepada orang yang sedang terluka, karena dia pernah melakukan hal yang sama pada orang lain.

Suara klik kunci pintu terdengar dan tak lama mereka bertiga keluar.

"Kami semua aman, tidak ada luka gigit," lapor Gama yang melegakan para peneliti. "Sekarang giliranmu, Fiona. Oh, iya, aku boleh minta untuk ditemani salah satu perempuan yang ada di sini?"

Mata Gama beredar untuk menatap Minsana yang justru memutar kepalanya ke belakang untuk balik memandang perempuan bertubuh gempal yang justru meringkuk ketakutan saat mata mereka bertemu.

"Saya yang akan menemani." Minsana mendengkus dan memasang wajah berani. Tidak perlu pembaca pikiran, semua tahu bahwa sebenarnya dia enggan, karena masih mungkin luka di bahu Fiona adalah gigitan yang sewaktu-waktu mengubahnya.

Run!Where stories live. Discover now