18. Can I Be Him

4.3K 445 33
                                    

Aku tidak pernah membenci diriku selama ini. Namun sekon ini, aku begitu membenci diriku yang bahkan merasakan hembusan nafasku pun rasanya begitu menjijikkan.

Bagaimana bisa aku lemah dan tak berdaya di bawah kungkungan Jay. Lantas yang lebih buruknya aku membuat kedua orang paling berarti dalam hidupku kini di ambang batas.

Jake beberapa saat lalu berhasil di tangani dan di pindahkan ke ruang rawat. Sementara Sunghoon masih di bawah penangan beberapa dokter.

Sampai monitor denyut jantung Sunghoon mendadak menampilkan garis lurus, "Andwae Sunghoon!!"

Beberapa dokter bisa kulihat terus mencoba mengembalikkan denyut jantung Sunghoon dengan alat pacu jantung namun tetap monitor itu menampilkan garis lurus membuat duniaku rasanya begitu kosong. "Jangan pergi Hoon... aku mohon hiksss aku mencintaimu."

"Aku tak sanggup Hoon jeball..." Aku meratap terisak begitu keras sampai kerongkonganku sakit. "Aku tak akan memaafkan diriku jika kau pergi dengan cara begini Sunghoon-ah..."

Pintu kaca ruang ugd ini bergeser menampilkan beberapa dokter yang menatapku iba, "Kami sudah berusaha semaksimal mungkin nona."

"Tidak!" Jeritku, "Lakukan lagi aku mohon... aku mohon selamatkan Sunghoon hikss.."

"Aku mohon selamatkan dia!"

Jay menarik kedua tanganku yang sejak tadi tanpa sadar mencengkram erat sneli yang dokter itu pakai. "Lepas sialan!"

Aku mendorong Jay menjauh dariku dengan seluruh tenagaku dan berajalan masuk lantas menggenggam erat tangan Sunghoon yang dingin. "Aku mohon Hoon bangunlah..."

"Jangan tinggalkan aku..."

"Aku tak sanggup Hoon..."

"Aku mencintaimu... sangat." Aku mengecupi tangannya erat dan terisak merasakan tak ada hembusan nafasnya lagi. Terus menangis memeluknya mengiba dan berharap ini hanyalah mimpi burukku.

"Sunghoon-ah, mianhae... jeongmal mianhae..."

"Ayo bangun Sunghoon hiksss kumohon jangan begini..."

Tubuhku di tarik paksa oleh Jay keluar dari ruangan dan para dokter itu kembali melakukan kejut jantung lagi pada Sunghoon.

Plakkk

Aku berontak dan dengan penuh kebencian melayangkan satu tamparan padanya, "Ini semua salahmu Jongseong!!!"

"Aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri jika Sunghoon tak selamat Park Jongseong." Kataku dan ia menarikku ke dalam pelukannya.

Aku berusaha keras melepas pelukannya tetapi ia lebih erat memelukku. "Mianhae..." Lirihnya dan bisa kurasakan ia menyuntikkan sesuatu padaku yang membuat kesadaranku perlahan hilang.

Hanya kegelapan yang menyelimutiku dan aku berharap setelah bangun nanti ini semua hanyalah mimpi.

Mimpi burukku.

••••

Aku terbangun dan mendapati diri tidur di ranjang ruang rawat inap. Pakaianku pun sudah berganti menjadi baju pasien. Lantas terkejut mendapati seseorang di ruangan ini.

Bukan Jay tapi orang asing yang sibuk bermain ponsel di sofa yang disediakan di ruang rawat ini. "K-kau siapa?" Tanyaku dan ia melirikku sesaat lalu kembali bermain dengan ponselnya.

Aku tak ambil pusing segera akan beranjak untuk mencari tahu keadaan Sunghoon sekarang. "Sunghoon sudah melewati masa kritisnya." Katanya memberitahu.

"Kalau kau tak percaya lihat saja ini." Ia melemparku satu dokumen berisi foto-foto Sunghoon yang terbaring di ruang rawat inap sepertiku.

"Aku akan memastikan dengan kedua mataku sendiri."

Ia berdecak dan beranjak mendekat, "Merepotkan." Desisnya. Lalu tanpa terduga menggendongku dan mendudukanku di kursi roda yang baru kusadari keberadaannya.

"Aku bisa jalan." Protesku akan bangkit berdiri namun ia menahan kedua bahuku. "Diam atau aku cium."

"Huh?"

Ia tersenyum miring dan menarik daguku, "Jay hyung sering berbagi apapun padaku. Jadi bukan masalah besar jika dia membagi mainan kecilnya padaku."

"Kau gila." Desisku.

"Yang Jungwon berhentilah bermain-main." Kata seseorang yang berdiri di ambang pintu ruangan ini ntah sejak kapan.

JADI ORANG MENYEBALKAN INI SI JUNGWON ITU?!

"Sudah waktunya pergi rapat."

Jungwon tampak tak senang lalu mengusak rambutku, "Sampai jumpa lagi noona."

Menghela nafas. Sedikit banyak kecewa tak menyangka orang yang begitu Minhye cintai tak sebaik yang aku kira.

Padahal aku pernah punya pikiran untuk meminta pertolongan pada si Jungwon itu. Tapi mendapati sikapnya tadi rasanya hanyalah hal sia-sia.

Ia tak jauh berbeda dengan Jay.

Ruangan terbuka kembali menampilkan Jay yang menatap heran. "Kau lumpuh mendadak?"

"Tidak." Aku akan berdiri namun Jay menahan kedua bahuku seperti yang Jungwon lakukan membuatku berdecak menatapnya sebal. "Sunghoon sudah melewati masa kritisnya."

"Aku ingin memastikannya dengan kedua mataku sendiri."

Ia menatapku sesaat lalu menghela nafas kasar. "Ayo. Lihat dengan kedua matamu Kim." Ia menarik lenganku kasar dan setengah menyeretku berjalan menuju ruang rawat inap Sunghoon.

Aku masuk ke dalam ruangan dan melihat Sunghoon terbaring dengan berbagai macam alat medis di tubuhnya membuatku menangis lagi.

Lantas dengan hati-hati menggenggam satu tangan Sunghoon dan mencium punggung tangannya merasa sangat bersyukur bahwa ia masih hidup. "Jika aku begini, apa kau akan terluka seperti sekarang?"

"Aku pikir kau sudah tahu akan jawabanku."

"Aku tahu. Kau pasti akan menjadi orang paling bahagia atas kesakitan dan kematianku Bella." Katanya tanpa menatapku melainkan kaca jendela ruangan yang menampilkan buliran salju.

Sialnya. Aku malah seperti tokoh antagonis sekarang. "Kau itu seperti musim dingin Bella-ah." Ia menghela nafas dan menatapku dengan tatapan redup itu lagi yang ntah mengapa memberikan rasa sakit lain yang sulit kujelaskan.

"Aku akan memberimu kesempatan untuk bersamanya sampai ia sadar kembali Bella."

"Setelah ia sadar. Tepati janjimu." []

SLAVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang