Lelaki yang di pegang itu ucapannya yang akan selalu ia tepati. Contohnya saja Aldi, sekarang ia sudah berada di depan kelas Zela menunggu gadis itu keluar kelas dan ia akan mengajaknya ke kantin bersama seperti apa yang ia katakan tadi pagi.
Beberapa siswi di dalam kelas sesekali melirik ke luar lewat jendela kaca dan bertanya-tanya mengapa Aldi yang notabenenya anak IPS dan sama sekali tak pernah menginjakkan kaki di lingkungan IPA kini berdiri di depan kelasnya. Mereka semua ingin tahu, dan bahkan ada yang menduga jika Aldi akan mengundang keributan.
"Ngapain coba si Aldi di depan kelas kita?" Bisik Wenly pada Nisa.
"Mau ngajak berantem Nicol Tah? Tapi ga mungkin deh, soalnya kan mereka gapernah ada interaksi," balasNisa.
"Iya sih, tapikan siapa tau di luar sekolah?"
"Ah udah ah, mending kita lanjut kerjain ini aja daripada gosip."
Mereka memilih menyudahi bergosip karena tugas-tugas bagi mereka sangatlah penting, apalagi ini soal kimia. Semuanya mengerjakan dengan tenang kecuali Zela dan juga Andra, mereka berdua terlihat gelisah dan kurang mengerti apa yang di maksud oleh soal.
Zela ingin menangis saja, kenapa soal-soal di sekolah ini jauh lebih sulit di pahami dari pada di sekolah nya dulu. Zela dulu tidak terlalu pintar tapi seenggaknya ia mengerti apa yang sedang di pelajari, namun sekarang rasanya sangat sulit sekali otaknya bisa mengerti dan menerima.
"Yah, bel udah bunyi,"ucap Zela ketika mendengar bel istirahat berbunyi dan ia baru mengerjakan dua soal dari sepuluh soal.
"Lo daritadi ga selesai?" tanya Novan melirik buku tugas Zela.
Gadis itu mengangguk lesu dan Novan malah menghela napas heran karena dari lamanya waktu yang di berikan dan Zela masih belum apa-apa.
" Jangan mentang-mentang Lo tau goblog itu gratis, ya jangan lu pake juga lah gobolknya," ujar Novan begitu menohok.
"Astaga bestaik, ucapanmu kasar sekali. Zela punya hati dan perasaan asal Lo tahu Van," sahut Agam yang tak sengaja mendengar obrolan Zela dengan Novan.
Zela hanya diam, meneguk ludahnya dengan susah payah karena ucapan Novan begitu menusuk sekali sampai dadanya sedikit sesak. Zela menoleh ke arah Agam lalu tersenyum untuk memberi tahu jika dirinya tidak apa-apa karena ucapan Novan barusan.
Seolah tak melakukan apapun Novan mengabaikan ucapan Agam dan memilih bangkit dari tempat duduknya untuk keluar terlebih dahulu, ia dan Nicol masih belum bertegur sapa dari kemarin hingga kini. Agam dan Andra yang melihat itu hanya saling tatap lalu menghela napas. Mereka sangking ga pernah berantem, pas berantem sedikit menyeramkan.
"Aku duluan ya Gam, Ndra," ucap Zela saat hendak berjalan keluar kelas.
"Cie Zela, udah gasabar ya nemuin yang diluar! Dari tadi lagi nunggunya!" Suara Andra memenuhi isi kelas membuat para siswi yang dari tadi banyak menduga dan berasumsi akhirnya tahu Aldi datang ke kelas ini untuk siapa.
Agam yang penasaran sedikit memiringkan wajahnya untuk melihat ke arah jendela dan melihat siapa yang Andra maksud. Mata Agam masih sehat, ia sedikit terkejut karena ini kali pertama seorang Aldi si anak IPS menginjakkan kaki di kelas IPA, kelasnya dan Nicol lagi.
"Keren banget Zel, doi Lo cakep!" Agam memberikan satu acungan jempol.
"Kita cuma temenan kok, yaudah duluan yah." Zela sedikit malu dan memilih untuk segera keluar kelas, ia yakin Aldi lumayan lama menunggunya karena setelah bel berbunyi Zela tak langsung keluar dari kelas.
Senyuman teramat manis terbit dari bibir Aldi ketika melihat Zela keluar dari kelas. Gadis berponi itu langsung menghampirinya dan berdiri diam di hadapannya seperti ingin bicara tapi tak mau bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEGITIGA
Teen FictionMempunyai paras cantik dan sifat yang baik tidak membuat seorang Azela disukai banyak orang. Jika biasanya gadis cantik akan mendapatkan sebuah nama dan tempat, maka Zela tak mendapatkan semua itu. Hampir seluruh sekolah tak menyukainya hanya karena...