5. 🌈

7 1 0
                                    

-Rianbow-

Rian kesiangan.

Padahal menurutnya ini masih pagi karena jam menunjukkan pukul tujuh. Namun, jika itu berhubungan dengan sekolah mengapa menjadi siang?

Cowok itu turun dari mobil jemputan milik sekolah. Bersama Roni ia melangkah lebar sebelum gerbang ditutup.

"Bisa jalan nggak lo?"

"Bisa tapi jangan buru-buru napa."

"Udah telat, monyet."

"Kaki gue bengkak, dodol."

"Gue tinggal deh, dasar kura-kura lambat."

Roni berjalan mendahului Rian yang sudah masam. Semalam ia tidak bisa tidur lantaran kakinya yang nyeri. Ternyata rasa nyeri itu hasil dari bentuk bengkak. Ia sampai memakai sendal.

Rian sudah terlambat. Namun, hasilnya memohon pada pak satpam dengan menunjukkan bukti kakinya yang menjadi besar, akhirnya diperbolehkan.

"Nggak bisa pake kaos kaki itu, Mas?"

"Bisa, Pak. Kaki yang satunya."

"Ya udah nanti di kelas dipake."

Yang benar saja memakai kaos kaki tapi cuma sebelah? Rian mengiakan saja daripada semakin panjang urusannya. Ia sengaja tidak membawa kaos kaki karena aneh jika dipakai sebelah.

Sesampainya di kelas Bu Heni sudah membagikan kelompok untuk tugas. Rian yang baru saja duduk namanya sudah disebut.

"Dev," rengek Ravina begitu nama Rian disebut satu kelompok dengannya.

"Ada gue," bisik Devi. Cewek berambut panjang itu mengelus lengannya. "Dibawa santai aja, Vin."

Ravina menghela napas. Betul juga kata Devi, semakin pikirannya teringat Rian, semakin hari-harinya menjadi menyebalkan. Padahal drama-drama itu ia ciptakan dalam kepalanya sendiri. Ia pun kembali fokus ke depan.

"Sekarang gabung ke kelompoknya masing-masing, ya. Kelompok satu di pojok kanan depan begitu seterusnya kayak biasanya."

"Iya, Bu!"

Ravina dengan letih, lesu, lemas, membawa bukunya ke meja belakang karena ia kelompok terakhir.

"Capek, ya, absen terakhir, Dev."

"Kelompok urut absen ya gini."

Ravina mengambil tempat duduk paling pojok. Devi hendak duduk di sebelahnya langsung diserobot oleh Rian.

Devi membuka mulutnya langsung dihentikan oleh Ravina. "Biarin, gue udah capek," katanya tanpa suara. Devi semakin prihatin dengan temannya itu. Kayaknya Ravina benar-benar lelah menghadapi kelakuan Rian.

"Gue bagian konsumsi, 'kan?" celetuk Roni. Devi langsung meliriknya sinis.

"Ini gambar petanya nggak akan selesai satu hari," ucap Ravina.

"Semuanya juga tahu."

"Katanya dikumpulkan setelah UAS, 'kan? Dua minggu lagi dong."

"Maksimal, sih. Jadi sebelum UAS malah lebih bagus."

"Yang penting selesai," kata Rian.

Roni menyahut. "Nah, gue sih yang penting ngumpulin."

"Ah, udahlah, Vin, capek sama mereka. Paling cuma modal nama doang."

Ravina mengangguk setuju. "Sabtu-Minggu kan UAS-nya libur, kita pakai buat ngerjain."

"Lo yang beli kertas karton putih, spidol," tunjuk Devi pada Roni. Cowok itu hampir membuka mulutnya protes tetapi Devi langsung menyerbu. "Lo bilang mau jadi seksi konsumsi. Artinya lo punya duit buat dipake sementara."

"Nanti iuran, kok," tambah Ravina.

Roni mengangguk. "Tugas gue itu doang?"

"Nanti dulu kita bagi-bagi tugas, tapi untuk bahan-bahannya fix di lo."

Rian sedari tadi diam, entah kerasukan apa. Ravina sampai tidak sadar ia sedang berada di sampingnya. Tiba-tiba siku Ravina dicolek.

Cowok itu menyodorkan susu kotak rasa kacang hijau. Alis Ravina sudah mengerut heran. Begitu pula Devi dan Roni yang saling pandang bingung.

"Maksudnya?"

"Buat lo sebagai ucapan makasih kemarin udah nolongin," katanya. Ravina terkekeh tidak percaya.

"Kesambet apa lo?"

"Kesambet lo."

"Hah?"

"Lo kan setan."

Roni tertawa kencang sampai memukul meja. Diikuti Devi yang melipat bibirnya takut tertawanya lolos. Sementara Ravina sudah melotot tajam.

"Sabar, Vin," peringat Devi.

"Lo niat ngasih nggak kalau kayak gitu?"

"Habisnya lo malah nanya gitu."

"Ya jawab aja pake kalimat yang baik. Lo lagi berterima kasih sama orang lho? Mending nggak usah, sih, menurut gue."

"Mulai, Dev," bisik Roni.

"Gue bukannya bermaksud bikin lo emosi."

"Nggak bermaksud gimana? Lo setiap hari bikin gue emosi, ya."

"Itu lo aja yang emosian."

"Lo bisa nggak sih cewek kalau lagi marah itu diem nggak usah nyahut terus?"

Devi melihat aura kemarahan Ravina benar-benar nyata. Ia mengelus bahu cewek itu menenangkannya.

"Ravina itu alergi kacang ijo, Yan," katanya membuat mata Rian melebar.

"Apa? Sengaja mau buat gue sakit mentang-mentang mau UAS?" serbu Ravina langsung. "Lo tuh keterlaluan kalau kayak gini."

"Gue nggak tahu, Rav. Sumpah."

"Nanya dulu dong lain kali. Kalau kayak gini kan sayang banget, buang-buang uang. Gue balikin deh."

Rian menatap susu kotak tersebut, menggenggamnya erat. Ia pikir Ravina marah serius dengannya, rupanya ini murni kesalahan yang ia buat sendiri.

Rian mengaku salah langkah.

----




Ditulis pada 9 Februari 2022
Dipublikasikan pada 20 Juni 2022.






Rianbow [SHS 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang