Hari ini papa nya kembali dari luar kota, setelah menyelesaikan pekerjaannya selama seminggu ini. Dia melihat anak semata wayangnya itu yang tengah sibuk dengan buku-buku pelajaran di atas meja.
"Rajin bener anak, Papa." Tegur papa Fani.
Fani seketika mendongak dari buku yang dibacanya, wajah kusutnya seketika berbinar melihat papa nya yang sudah pulang.
"Loh, Papa. Kok udah pulang?"
Sang ayah menghampiri Fani kemudian mengecup puncak kepala anaknya dengan sayang.
"Kamu udah makan, sayang?"
Fani menggeleng. "Aku lupa," ucapnya diselingi kekehan.
Papa Fani mendecak, sifat rajinnya Fani menurun darinya.
"Ck kamu ini kebiasaan deh, jangan gitu ah. Papa nggak suka kamu nunda-nunda makan."
Papa Fani lantas duduk di samping sang anak, ia menaruh beberapa paperbag yang dibawanya di atas meja.
"Papa emang udah makan?" Tanya Fani balik dengan mata menyipit.
"Pasti belum 'kan?"
"Ck iya, iya. Yaudah kita makan malam dulu, abis itu kamu kerjain lagi tugasnya."
Fani mengangguk, ia lantas menutup bukunya. Lalu beranjak dari duduknya.
"Aku ambil dulu piringnya yah, Pa."
Papa nya itu mengangguk membiarkan anaknya pergi. Tak lama setelah kepergian Fani ke dapur, ponsel anaknya itu bergetar pertanda pesan dari seseorang. Pada awalnya Feri biasa-biasa saja, namun ekor matanya tak sengaja menangkap nama Mami dilayar ponsel Fani membuat tubuhnya seketika menegang. Tangan kananya sudah akan mengambil ponsel Fani namun ia urungkan, ketika sang anak sudah kembali dari dapur membawa piring berserta temannya yang lain.
Fani menata makanan yang dibawa sang ayah di atas meja, ada beberapa makanan kesukaannya. Seperti bebek bakar, ayam bakar, dan beberapa seafood kesukaan ayahnya. Dia memang tidak bisa memasak, dan selama ini ayahnya tidak pernah protes untuk hal ini. Mereka bisa membelinya, toh Mama nya saja tidak pernah memasak jika berada di rumah.
Fani dengan telaten memberikan piring yang sudah diisi dengan nasi dan lauk pauk kesukaan sang ayah. Kemudian dirinya yang mengambil alas untuk dirinya sendiri.
"Kamu baik-baik aja kan di rumah?" Tanya Felix kembali membuka suara.
"Baik, kok Pa. Satpam komplek juga sering keliling kok."
Felix mengangguk merasa agak tenang.
"Ajak Rara sama Maria nginep di sini kalau Papa atau mama nggak pulang yah, Fan. Papa tetep nggak suka kamu tinggal sendirian."
"Iya, Papa tenang aja kok. Aku sering ajak mereka buat nemenin aku di sini."
"Ardi juga, Papa nggak keberatan kalau dia mau nemenin kamu di sini, Fan. Ardi cowok baik, Papa percaya sama dia."
Perkataan sang papa membuat Fani nelangsa, ia seketika tidak bernapsu lagi untuk makan. Bagaimana bisa, dia melupakan kedekatan sang papa dengan Ardi? Cowok itu cowok pertamanya yang ia kenalkan pada orangtuanya. Pada pertemuan pertama dulu, papa nya langsung menyukai Ardi. Kepribadian Ardi yang sopan, tidak banyak berbicara yang tidak penting, selalu memprioritaskan Fani. Apalagi Ardi juga murid pintar di sekolahnya, belum lagi menjabat ketua osis. Makin-makin menjadi nilai plus dimata papanya itu, dulu dia sangat senang karena Ardi dan papa nya dekat. Tapi sekarang? Dia merasa menyayangkan hal itu, hubungannya jelas sudah berakhir belum lagi masalah yang mendera keluarga mereka. Hhh rasanya sangat menyesakkan bagi dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
One More Time
Teen FictionFani mantan kekasih Ardi. Mantan dari cinta pertamanya, dia tidak tahu alasan mereka berdua putus. Yang jelas dia masih menyayangi pria itu, memang benar kata orang cinta pertama itu susah untuk di lupakan dan itu juga berlaku bagi Fani. Fani kesal...