Bab Empat Puluh Dua

194 29 36
                                    

Happy reading❤️

"Halo, ini gue Alankar Jethro

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Halo, ini gue Alankar Jethro. Melalui video ini, gue ingin menyampaikan permintaan maaf yang sedalam-dalamnya atas kekacauan yang terjadi. Gue amat menyesal dan gue berjanji gue akan belajar dari kejadian ini serta berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Akhir kata, gue ingin memberitahu bahwa gue resmi mengundurkan diri dari keluarga besar NALA. Terima kasih."

Alankar memastikan sekali lagi video tersebut sebelum mengunggahnya di sosial media. Walau percaya sebagian besar netizen pasti menghujatnya, dia memutuskan tetap membuka kolom komentar. Dia tidak mau netizen mengecapnya pengecut. Alankar menarik napas panjang kemudian menekan tombol untuk mengunggah.

Hanya dalam hitungan detik, komentar demi komentar membanjiri unggahannya.

"Titip sandal, Guys! Nanti kalau udah rame, gue balik."

"Dikira power rangers kali, ya? Bisa berubah-rubah? LOL."

"Secara enggak langsung, dia ngaku, weh. Kalau emang dia yang post video sebelah."

"Beneran ngunduran diri atau dipecat karena kelakuan dajjal, tuh?"

Tidak ada yang dapat Alankar lakukan, selain tersenyum kecut. Mengingat perbuatannya yang bejat, dia rasa dia pantas mendapatkan semua hujatan tersebut. Bahkan, dia rasa itu belum setimpal dengan apa yang selama ini dirasakan Galiena. Akan tetapi, Alankar tak bisa mempungkiri bahwa ada sesuatu dalam dirinya yang koyak.

Setelah ini dia tidak akan bisa lagi melakukan hal yang dia suka, seperti menebar pesona lewat akun sosial medianya, mempromosikan produk yang menurut dia pantas untuk diketahui orang-orang, mengadakan acara siaran langsung, dan banyak lagi.

Alankar menunduk, kembali membaca komentar-komentar tersebut. Meski tahu komentar itu dapat melukai hatinya, dia tetap ingin membacanya. Kedua alisnya lantas bertautan saat menyadari masih ada yang membelanya.

"Kecewa, sih. Kalau ternyata lo bisa sejahat itu, Bang. Tapi paling enggak lo udah ngaku dan minta maaf. Setiap orang pasti pernah berbuat salah, kan? Semangat, Bang. Gue percaya lo bisa lewati semua ini."

Seketika komentar itu menjadi komentar teratas. Banyak netizen yang menilai orang tersebut telah dibutakan oleh dirinya hingga tetap memihaknya.

"Haha. Ini, mah, karena buktinya udah kesebar makanya dia ngaku. Coba aja enggak, mana mungkin ayang lo mau ngaku? Dia bakalan sembunyi terus, kali."

"Percuma lo ngomong sama dia. Kalau udah bucin, mah, mau idolanya ngapain orang bakalan tetap dibela. Mana mau mereka nyalahin? Yang ada malah korbannya yang dianggap salah."

"Gue kasihan sama ceweknya, sih. Akun ceweknya juga rame."

Mata Alankar sontak membulat. Buru-buru, dia membuka akun Lula dan menekan unggahan terbaru perempuan tersebut. Tangannya terkepal kuat. Mengapa mereka jadi membawa Lula ke dalam permasalahan ini? Lula sama sekali tidak ada hubungannya. Dia tidak masalah seumpama netizen menghujatnya. Namun, lain halnya dengan Lula.

Mengapa Lula yang tidak bersalah harus ikut menanggung ujaran kebencian tersebut?

"Penasaran gue. Lula dijajanin apa sama Lankar sampai mau punya cowok modelan begitu? Barang di atas ratusan juta kali, ya? Haha."

Napas Alankar memburu. Dia berusaha sekuat tenaga menahan jari-jemarinya yang gatal ingin mengetikkan balasan. Takut akan kelepasan jika terus-terusan membaca komentar negatif tersebut, Alankar keluar dari aplikasi tersebut dan membuka aplikasi lain.

Alankar mencari grup yang berisikan dirinya, Lula, Almira, Titus, dan Gio. Dia rasa dia perlu meminta maaf kepada empat temannya karena dia yakin mereka juga akan terseret. Dia lantas tertawa kala mendapati hanya tersisa dia dan Lula di grup. Sedangkan ketiga temannya sudah keluar dari beberapa hari lalu.

Luar biasa. Siapa yang sangka mereka akan pergi begitu saja ketika dia tersandung kasus? Padahal selama ini hubungan mereka tergolong akrab, sangat akrab malah. Mereka sudah sampai mengenal keluarga masing-masing. Rupanya kekuatan persahabatan mereka hanya sebatas itu.

Alankar Jethro
Lula

Alankar Jethro
Gue minta maaf. Gara-gara gue, lo jadi kena imbasnya. Gue enggak masalah kalau lo mau ikut keluar dari grup. Mungkin emang lebih baik jangan berhubungan sama gue lagi. Karir lo masih panjang.

Alankar menunggu dengan gelisah. Meski dia berujar demikian, dia tetap berharap Lula akan berada di sampingnya. Menunggu cukup lama, akhirnya pesan tersebut dibaca oleh Lula. Alankar membiarkan ruang obrolan tersebut terbuka, menantikan balasan Lula. Tetapi sayangnya sudah sepuluh menit berlalu, balasan tersebut tak kunjung muncul.

"Kalau emang udah enggak mau lagi temenan sama gue, kenapa tetap di grup, sih? Php banget."

Alankar menjambak rambut frustrasi tidak menyangka semua lebih memilih meninggalkannya. Apa tidak bisa Tuhan menyisakan satu orang di sisinya? Dia butuh sosok teman untuk berkeluh kesah.

***

"Bu Galie," panggil Diego.

Galiena mengangkat kepala. "Iya?"

"Itu ...."

Galiena tersenyum lega melihat grafik penjualan yang baru saja ia dapatkan. Mungkin memang ada sedikit penurunan, tetapi tidak terlalu drastis. Sehingga ia cukup optimis dalam waktu dekat, keadaan akan berangsur pulih. Yang mereka butuhkan hanya sedikit waktu.

"Saya boleh bertanya?"

"Tanya apa?"

Diego mengembuskan napas mencoba mengumpulkan semua keberanian yang dia punya sebelum berucap, "Jika saya menjadi Bu Galie, saya sudah pasti sangat dendam kepada Alankar. Bukan itu saja, saya rasa saya juga akan menghalalkan semua cara guna menghancurkan hidupnya."

Galiena menaikkan sebelah alis. "Apa setelah menghancurkan hidup dia, kamu merasa bahagia?"

Mendapati sang sekretaris yang tak berkutik, Galiena tersenyum simpul. "Jawabannya pasti enggak, bukan? Kita enggak mungkin bisa berbahagia di atas penderitaan orang lain. Dan saya rasa tanpa saya perlu membalas, dia sudah mendapatkan ganjaran yang setimpal."

"Tapi, dia sudah sangat jahat ke Bu Galie."

Galiena mengangguk setuju. Alankar memang sangat jahat.

"Dan sebenarnya, Go. Daripada berkeinginan membalas dendam, saya lebih marah kepada diri sendiri."

"Loh? Kenapa?"

"Karena saya kurang waspada sampai-sampai saya mempercayakan dia untuk mewakili perusahaan yang papa bangun dengan susah payah."

"Itu bukan salah Bu Galie. Emang dianya aja yang pintar banget ngibul sampai kita semua ketipu," bela Diego.

Tidak ingin membicarakan Alankar lagi, Galiena mengalihkan topik. "Lula gimana? Kamu sempat kontakan dengan dia?"

"Sampai hari ini Lula masih belum membalas pesan saya, Bu. Saya sedikit mengkhawatirkan keadaannya. Terlebih para netizen bukan cuma menargetkan Alankar saja, tetapi Lula juga."

"Saya jadi terharu. Terima kasih atas kekhawatirannya, Pak Diego. Saya pikir bapak manusia es yang enggak bisa ngerasain apa-apa," ujar Lula yang tak tahu-menahu muncul di ambang pintu mengejutkan Galiena dan Diego.

Lula mendorong pintu lebih lebar kemudian membungkukkan badan. "Omong-omong, selamat siang, Bu Galie dan Pak Diego."

***

Gimana perasaan kalian setelah baca part ini? Mau nampol Lankar?🤣

Scent of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang