Sepuluh

1.5K 41 9
                                    

Pak Hanif menitikkan air mata, ia memeluk sang menantu. Ayah Alexa itu terlihat sangat tulus berterima kasih pada Joan. Bahunya semakin terguncang saat Pak Hanif tidak menahan tangisnya.

“Saya orang tua yang gagal.”

“Anda tidak gagal, hanya takdir yang memberikan saya kesempatan untuk berterima kasih pada Tuan.”

Pak Hanif melepaskan pelukannya. Lalu, mengusap wajah yang penuh dengan air mata. Menantunya bagai malaikat yang datang dengan ketulusan.

“Alexa butuh bimbingan, saya bersedia membimbing dia menjadi lebih baik.” Joan kembali berjanji pada Pak Hanif.

Bu Maria melihat dari balik pintu kedua pria itu berpelukan. Hatinya terenyuh dengan sikap Joan, walau ia masih tidak percaya jika pria itu tulus.

Joan pamit masuk kamar, sudah larut pikir pria itu. Ia melangkah menuju kamar Alexa. Sebenarnya, ia merindukan kamar biasanya. Dari pada tidur di ruang itu dan hanya melihat sang istri tertidur.

Alexa sudah tertidur, ia seperti mimpi melihat gadis yang dulu sempat membuat netranya tak berkedip.

Joan terkesiap saat Alexa terbangun. Sang istri langsung menarik selimut menutup seluruh tubuh.

“Joan, pasti otaknya mesum kan?” Alexa berteriak.

“Kamu yang mikirnya aneh-aneh. Aku nggak nafsu sama wanita hamil.” Joan berbalik badan dan mengambil baju ganti.

“Joan, mau ngapain?” Lagi, Alexa berteriak saat Joan membuka baju.

“Ganti baju, malas ke toilet.”

Dengan santai pria itu berganti pakaian di depan Alexa. Sang istri, menutup wajah dengan bantal.

Joan tidak peduli, ia benar-benar sudah mengantuk. Ia merebahkan tubuh di sofa, tidak lama netranya langsung terpejam.

“Joan!” Alexa berteriak kembali. Namun, sang suami sudah tidak peduli dengan teriakan sang istri karena sudah sangat lelah.

***

Joan terbangun saat mencium aroma yang segar. Netranya terbuka saat Alexa sedang menyisir rambut basahnya. Joan mengusap wajah kasar, ternyata aroma shampo Alexa membuatnya berimajinasi.

“Mau ke mana?” tanya Joan.

“Bukan urusan kamu, mau ke mana pun aku pergi.” Alexa masih saja sinis pada Joan.

Joan beranjak dari sofa dan berdiri di samping Alexa. “Kamu bisa bilang ke aku, nanti aku antar ke mana kamu mau.”

Alexa menoleh, pria itu masih dalam keadaan menguap. Seperti Joan masih mengantuk.

“Masih mengantuk saja sudah sok mau mengantar aku.”

“Saya mandi dulu,” ujar Joan.

“Nggak usah, aku bisa naik taxi.”

Joan tidak peduli, dia langsung ke kamar mandi tanpa mendengarkan teriakan Alexa yang berisik baginya. Ibu hamil itu membuat dirinya menutup telinga.

Alexa terlihat lebih segar, perutnya belum terlihat jelas jika ia sedang hamil. Selesai dari kamar mandi, pria itu mengibaskan rambutnya yang basah. Sebagai wanita normal, Alexa tak berkedip melihat sang suami yang terlihat sangat tampan.

“Kenapa lihat seperti itu, baru sadar kalau suamimu tampan?”

Seketika Alexa berputar dan mencari kesibukan agar tidak terlihat jika ia mengagumi sang suami.

“Jangan terlalu percaya diri. Kamu pikir situ ganteng?”

“Sepertinya, iya, sih.”

Lagi, Joan berjalan santai di depan Alexa. Sementara, Alexa mengerutu saat pria itu berjalan lebih dahulu dari dirinya.

**

“Lexa, kamu mau ke mana?” tanya sang ayah.

“Ke kampus, Pa.” Alexa menjawab cepat.

“Tidak usah. Mulai hari ini, papa tidak mengizinkan kamu untuk pergi ke kampus atau ke mana pun tanpa suami kamu.”

Alexa tidak percaya jika sang ayah bisa melakukan hal setega itu padanya. Ia hanya ingin menyelesaikan kuliahnya dan menggapai cita-cita.

“Papa tega!” Alexa berteriak.

“Papa hanya melakukan yang terbaik. Lihat, kamu sedang hamil. Apa kamu tidak malu, hah?” Sang ayah mulai emosi, siarannya kini mulai meninggi.

“Aku punya suami, untuk apa malu! Lagi pula yang mengantar pun Joan. Bukannya itu yang Papa mau sejak dulu, aku menikah dengan sopir kesayangan Papa!”

Tamparan keras mengenai pipi Alexa. Joan menghampiri Alexa yang kini mulai mengeluarkan air mata. Sementara, Bu Maria menenangkan sang suami.

“Papa tidak sekeji itu, Papa bukan orang jahat yang memanfaatkan Joan untuk menikahi kamu karena perbuatan orang lain. Pernikahan kamu dengan Joan spontan karena Papa tidak ada pilihan lain. Apa kamu pernah berpikir tentang kehormatan orang tua, hah?”

“Alexa sudah mengatakan kalau semua ini bukan kemauan aku. A—aku ....”

Joan membantu Bu Maria yang kesusahan menahan tubuh Pak Hanif yang hampir terjatuh. Tangan Ayah Alexa terus memegangi dada yang kian terasa sakit.

“Pa!” teriak ibu dan anak itu bersamaan.

“Papa!”

Joan menggendong Pak Hanif ke mobil. Mereka semua panik karena pria itu sepertinya terkena serangan jantung dadakan.

**

Mereka semua masih berada di luar ruang UGD. Alexa dan Bu Maria menangisi tersedu di tempat duduk. Wanita berkaus hitam dengan topi coklat datang menghampiri keduanya.

“Bagaimana bisa Papa terkena serangan jantung, Ma?” Carisa—anak pertama Pak Hanif bertanya pada sang ibu.

Bu Maria langsung memeluk sang anak. Clarisa malah melirik ke arah Alexa, sepertinya ia mengetahui jika telah terjadi sesuatu sampai sang ayah bisa terserang serangan jantung.

“Gara-gara dia, kan, Ma?” Clarisa menghampiri Alexa.

Joan menghadang kakak iparnya itu, ia menghalangi saat Clarisa hampir menampar sang istri.

“Mbak, tolong jangan buat keributan di sini. Ini semua bukan salah Alexa,” ujar Joan.

“Jo, jangan membela dia. Dasar nggak tahu diri. Belum puas kamu buat keluarga malu, belum puas kalau Papa masih hidup!” teriak Clarisa.

“Cukup, Sa. Alexa nggak bersalah,” bela Bu Maria.

Alexa hanya bisa menangis saat dirinya kini selalu menjadi sasaran kesalahan dari sang kakak. Belum lagi saat ia menyadari semua adalah kesalahan dirinya. Andai saja, ia bisa menjaga diri, mungkin sang ayah tidak akan terkena serangan jantung.

**

 
Cerita ini sudah ada di play store

 Cerita ini sudah ada di play store

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 18, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pura pura Miskin Ternyata SultanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang