Lima orang yang sejak tadi bersembunyi di dalam mobil keluar, satu di antara mereka mendekati gerbang rumah Calais.
"Pak, apa benar ini rumah Alya Safita Dafna?" tanya Pria tersebut.
"Ya, ada perlu apa?" tanya penjaga rumah tersebut curiga.
"Saya ingin bertemu dengan beliau, apa beliau ada?" tanyanya.
Penjaga rumah Calais menimbang sebentar, menurutnya mencurigakan pria bermasker hitam ini. Dia akan menghubungi Nenek Alya dulu namun terlambat karena pisau menancap di kakinya, pria itu melemparkan pisau dan merusak kunci gerbang lalu membius penjaga rumah.
Pria itu menariknya, setelah memastikan keadaan aman dia memberikan isyarat kepada teman-temannya.
"Rumahnya kosong kan?"
"Lo lihat kan tadi mereka pergi sama anak SMA itu, mobil Alya juga gak ada. Jadi rumahnya kosong."
Salah satunya temannya membuka pelan jendela rumah kemudian melemparkan tiga gas air mata.
"Takutnya ada pelayan atau siapa di dalam sana. Sebagai peringatan aja," ucapnya santai.
Rumah sebesar ini pasti memiliki pelayan banyak, untuk berjaga-jaga karena bosnya tidak ingin ada orang yang mati karena hanya ingin memberikan peringatan saja kepada keluarga Dafna itu.
Zaro yang sedang menemani Calais membuat bubur tiba-tiba menghirup aroma yang tidak asing, dia keluar dari dapur, matanya membulat melihat bagian rumah Calais berasap.
"Cala gas air mata!" teriak Zaro.
"Yang bener lo?!" Calais mengambil cuka.
Merusak botolnya dengan paksa kemudian merendam dua handuk.
"Sorry lo harus ada di situasi ini," ucap Calais memberikannya handuk tersebut.
Zaro langsung membekap mulutnya, dia memeluk Calais kemudian berlari, mereka harus menyelamatkan nenek Alya dan Denis, sekilas dia melihat api sudah membakar sisi rumahnya
Sedangkan di kamar Denis mengernyit mencium aroma gosong.
"Nenek Masak?" tanya Denis lemah.
Nenek Alya menggeleng. "Ini pasti si Cala. Cewek masak kok gosong," omel Nenek Alya.
Nenek Alya keluar dari kamar. Asap melambung tinggi, dia berlari dan melihat Calais dan Zaro yang susah payah menaiki tangga.
"Cupu!" teriak Nenek Alya membantu mereka.
"Lari-lari kita harus cepat menyelamatkan diri," seru Calais susah payah.
Denis bangkit dari tidurnya menatap ketiganya yang heboh, Calais dan Zaro mengguyur wajah mereka dengan air di kamar mandi.
"Tinggalin gue aja," ucap Denis pasrah.
Zaro dan Calais membuang jaketnya karena sudah ketempelan gas air mata.
"Gak!" sahut Zaro menggendong Denis di punggungnya.
Mereka keluar lewat jalur belakang. Calais memotret dua orang yang sedang menambahkan api ke rumahnya. Malangnya mereka ketahuan oleh dua orang yang membakar rumah tersebut.
"Kejar mereka!"
Zaro berlari lebih dulu, sedangkan Calais menyeret paksa Neneknya dengan panik. Disaat seperti ini Frans tidak ada, hebatnya mereka melakukannya di jam yang sepi, bayangkan saja subuh belum ada yang keluar apalagi rumah Calais ada di perumahan.
"Aw," ringis Calais terjatuh karena tidak memperhatikan jalan.
Tapi dia bangkit menahan sakit di lututnya. Dipikiran Calais saat ini adalah lari dan lari. Sambil berlari dia menghubungi sahabat-sahabatnya. Tidak ada yang mengangkatnya.
Zaro sedikit oleng beruntung bisa menyeimbangkan tubuhnya kembali.
"Turunin gue aja Ro," ucap Denis.
"Diem bangsat," bentak Zaro.
Dia menahan rasa sakit di kakinya, dia tidak boleh lemah karena Calais saja yang jatuh bisa bangkit kembali. Zaro tidak menyangka bahwa hidup Calais sesulit ini, diincar banyak orang.
Calais menekan setiap bel rumah yang dia lewati berharap mereka keluar dan melihatnya. Mereka tidak dapat berlari keluar dari perumahan karena para pengejar itu menahan pergerakan mereka.
Mereka bersembunyi di bangunan rumah yang sudah rusak.
"Kaki kamu," ucap Nenek Alya khawatir karena melihat betis Zaro yang tertancap pisau kecil.
"Tidak masalah," bisik Zaro.
Denis menahan tangisannya karena dia tidak berguna. Jangankan membantu mereka dia saja lemah.
"Nenek nikahin kamu sama Zaro itu biar gak ngalamin hal ini." Nenek Alya menggeleng, dia Kira Calais akan tinggal di rumah Ajeng setelah menikah.
"Tapi ternyata salah harapanku pun musnah," ucap Nenek Alya.
"Jangan nyanyi, Nek," tegur Calais.
Dia mengumpat di dalam hati tak ada satupun yang mengangkat panggilannya. Bunda Ajeng, Papa Khansa, Gale, Chiron.
"Wisnu bantuin gue Wisnu," tutur Calais panik.
Wisnu yang baru bangun tidur langsung berdiri. "Kenapa La? Lo kenapa?" tanya Wisnu sambil mengambil kunci motornya.
"Gue—" panggilannya terputus.
Wisnu berusaha menghubunginya balik tapi ponsel Cala mati.
"Pastinya ada sesuatu sama dia," gumam Wisnu.
Dia harus ke rumah Calais.
"Wisnu! Calais," teriak Erlangga keluar dari kamarnya.
"Apa sih. Kalau lo mau mohon-mohon minta bantuan ke gue nanti aja," sembur Wisnu kesal.
Hampir setiap hari Erlangga meminta Wisnu atau Cakra untuk membantu Erlangga meminta maaf kepada Calais dan memperbaiki hubungan mereka.
Erlangga menggeleng. "Gue lihat di berita rumah Calais kebakaran!"
"Anjing kenapa gak bilang dari tadi," umpat Wisnu.
Dia berlari keluar apartemen menyalakan motornya sambil mengirimkan pesan kepada yang lainnya termasuk kepada Cakra.
Di rumah kosong Calais mengumpat karena ponselnya mati. Dia menunduk tidak tahu harus melakukan apa, Neneknya sudah mengirimkan sinyal bantuan tapi tidak ada jawaban. Pasti mereka masih tidur.
"Perut gue sakit dari tadi mana kayak ngompol lagi," ucap Calais menarik celananya sampai lutut untuk memeriksa.
Calais mematung, bergerak kaku menatap Zaro yang juga menatapnya.
"Tenang sayang, yuk Napas kamu gak bakal kenapa-napa," ucap Zaro setenang mungkin.
"Darah, Ro," ucap Calais kosong.
Zaro memegang wajah Calais. "Gak papa anggap aja air kencing," sahut Zaro.
Pemuda itu sangat tenang walaupun detak jantungnya berdetak sangat cepat. Dia harus menyakini istrinya ini.
"Jangan takut," ucap Zaro menatap mata Calais.
Gadis itu memang mengangguk sambil mengambil napasnya dalam-dalam. Tubuhnya bergetar sama seperti dirinya ketika di lapangan waktu itu bedanya Zaro ada di depannya kali ini.
"Darah," gumam Calais disertai matanya yang tertutup dan kesadaran perlahan mulai hilang. Zaro mengigit bibir bawahnya sambil Memeluk Calais erat.
Sama juga dengan Nenek Alya yang memeluk erat Denis karena pemuda itu juga tidak sadarkan diri. Nenek Alya mengecup puncak kepala Denis sayang kemudian melihat Zaro yang diam.
"Mereka di sini!"
Gimana sama Part ini? Kok gue agak sedih, ya😥😞
KAMU SEDANG MEMBACA
Zarocala
HumorKamu gini Aku gitu Punya istri di usia muda apalagi saat dia masih SMA itu emang gak masalah bagi Zaro. Tapi jika istrinya modelan seperti Calais tentu itu adalah masalah yang sangat besar bagi Zaro. Ada saja kelakuan Cala yang bisa membuat orang ng...