Raja Marah

181 46 8
                                    

Hari ini aku berangkat sekolah jauh lebih pagi dari jadwal biasanya. Semakin lama aku di rumah semakin besar rasa bersalahku kepada Raja. Sejak semalam pesan dan teleponku tak diresponnya sama sekali. Saat kutanya pada Zahra bagaimana reaksi Raja saat tahu aku tidak hadir aku semakin takut. Kata Zahra, sepanjang pertandingan, Raja begitu emosi hingga menghasilkan kartu kuning. Untung saja timnya masih menang walaupun dengan kemenangan yang tipis.

Dengan bermodalkan sandwich dan susu cokelat yang kupersiapkan sendiri, misi untuk meminta maaf pada Raja akan kumulai.

Sesampainya di kelas keadaan masih sangat sepi. Kuputuskan untuk menuliskan sesuatu di sticky note untuk kutempel di atas kotak bekal yang akan kuberikan kepada Raja.

"Congratulations on your victory, love. I'm so proud of you."

Sebenarnya aku ingin menambahkan kata-kata yang lebih manis. Tapi kupikir kalau sampai kelihatan orang lain aku pasti akan sangat malu. Jadi ucapan selamat saja sepertinya sudah cukup.

Selain membuatkan bekal aku juga akan memberikannya rangkuman pelajaran selama ia tidak bersekolah. Karena senin depan kami sudah melaksanakan UAS.

Selesai dengan persiapan meminta maaf pada Raja, aku pun kembali berkutat dengan buku-bukuku. Membaca memang menjadi aktivitas kesukaanku.

Kelas kini mulai ramai. Namun Raja dan teman-temannya belum juga menampakkan batang hidungnya.
Bahkan Zahra pun tak kunjung datang. Membuatku kesepian saja. Padahal kalau ada dia mungkin perasaanku sekarang akan lebih baik karena ada teman untuk bercerita.

"Selamat pagi semuanya."
Panjang umur sekali manusia satu ini. Baru saja aku memikirkannya ia langsung hadir di depan mata.
Suara Zahra langsung membahana di ruang kelas. Aku tidak mengerti mengapa ada orang yang di pagi hari saja energinya sudah begitu berapi-api.

"Pagi Mahalini yang cantik."
Sapaan yang selalu ia lontarkan kepadaku setiap pagi. Kata cantik itu kini kurasa kehilangan makna karena ia selalu mengatakan itu kepadaku. Entah karena aku memang cantik atau karena ia senang berbasa-basi saja, aku tidak bisa membedakannya.

"Tumben kamu telat Ra?"
Aku mempertanyakan keterlambatannya karena tidak biasanya ia seperti ini.

"Tadi tuh aku mampir dulu ketempat Ayas. Mau booking cafe nya. Soalnya waktu aku wa dia nggak fast respon. Padahal aku perlu kepastian."
Ia menjelaskan kepadaku sembari sibuk melepas jaket dan meletakkan barang-barangnya ke atas meja.

"Ngapain kamu nyewa cafe? Kan belum waktunya kamu ulangtahun."
Sepertinya aku sudah ketularan kekepoannya Zahra. Tidak biasanya aku seperti ini.

"Ya memang bukan buat aku Lin. Tapi buat pacarmu mau selebrasi kemenangan katanya."
Bahkan Raja tidak bercerita kepadaku kalau dia akan mengadakan pesta kemenangan. Sepertinya dia sangat marah kepadaku kali ini.

Tak berselang lama Raja dan teman-temannya memasuki ruang kelas. Tanpa melihat ke arahku ia langsung menuju kursi milik Husni. Padahal aku sudah meletakkan bekal yang kubuat tadi di atas mejanya.

"Bos, ada kotak makan di atas mejamu."
Husni yang kini berganti posisi duduk di kursi milik Raja lah yang menemukan kotak makan yang kubuat untuk Raja.

Namun sepertinya Raja sudah tau kalau bekal itu dari aku. Sehingga tanpa menjaga perasaanku ia berikan begitu saja kepada Husni.

"Makan aja. Aku nggak lapar."
Jelas sekali ia ingin menunjukkan kemarahannya kepadaku.

Tapi karena aku sadar kalau aku salah, jadi aku harus sedikit mengalahkan egoku dan berusaha sedikit keras untuk mendapatkan maafnya.

Segera aku berdiri dan mengambil kotak makan dari tangan Husni.
"Bukan buat kamu."

Aku pun menuju meja Husni dan memberikan kotak makan itu secara langsung kepada Raja beserta binder yang berisi rangkuman pelajaran.

Bani yang menyadari kehadiranku langsung beranjak dari kursinya dan memberikan aku ruang untuk berbicara kepada Raja.

"Maaf karena aku udah ingkar janji. Tapi jujur aku nggak ada niatan buat begitu. Bahkan aku udah izin sama bunda buat nonton pertandinganmu. Tiba-tiba bu Ebeth ngasih tau kalau aku harus ikut tryout. Awalnya aku sudah menolak. Tapi ternyata tryout ini sangat penting karena menjadi pertimbangan untuk pembentukan tim olimpiade provinsi. Dan aku udah berusaha nelpon kamu buat ngasih tau. Tapi kamu nggak nerima telponku."

Aku menjelaskan apa yang terjadi walaupun aku yakin dia sebenarnya sudah mengetahuinya dari Zahra.
Tak ada sedikitpun respon yang ia berikan kepadaku. Ia hanya diam tak bergeming tanpa mau melihatku. Hingga akhirnya pak Danar memasuki ruang kelas ia masih tak menanggapi kehadiranku. Aku pun kembali ke mejaku dan menyerah meminta maaf padanya.

Setelah pelajaran berakhir Darin menyuruh teman-teman kelas untuk berdiam di kelas karena ada yang ingin mereka sampaikan

"Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih atas dukungan dari teman-teman untuk tim sepak bola sekolah. Tanpa kehadiran kalian kemaren tentu saja pertandingan akan terasa hambar."
Sontak saja kami semua bertepuk tangan mendengar apresiasi dari Darin selaku perwakilan dari tim sepakbola.

"Oleh karena itu sebagai rasa terima kasih kami, malam ini kita akan mengadakan selebrasi kemenangan. Kita kumpul di Glacio jam 7 malam dengan tema merah dan hitam."
Tak perlu ditanya siapa yang akan membayar semua itu. Sudah pasti Raja lah donaturnya.

"Undangan ini hanya berlaku buat kalian yang hadir langsung ke stadion."
Kalimat yang keluar langsung dari mulut Raja itu tentu saja spesifik tertuju padaku. Karena satu-satunya orang yang tidak ke stadion di kelas ini hanyalah aku. Jujur saja egoku sangat terluka saat ini. Bukan hanya karena aku tidak diundang, namun juga karena hal ini dilakukan oleh manusia yang berstatus sebagai pacarku. Suasana canggung pun langsung terasa di dalam ruang kelas. Mungkin karena teman-teman yang lain menyadari sedang terjadi perang dingin antara aku dan Raja.

Setelah mengucapkan kalimat itu Raja langsung meninggalkan ruang kelas diikuti oleh para pasukannya.

"Lin, kamu nggak papa?"
Zahra berusaha memastikan keadaanku setelah cukup dipermalukan dengan sikap Raja.

Dan bukan Mahalini namanya jika mau terlihat lemah hanya karena masalah sepele seperti ini.

"I'm okay Ra. Lagian nanti malam aku harus ikut ayah ke acara kantornya."
Sebenarnya itu hanya alasanku saja. Tadi pagi aku sudah menolak ajakan bunda untuk ikut mereka. Namun karena kejadian ini terpaksa aku akan mengikutinya agar hidupku terlihat tidak begitu mengenaskan.

Hingga waktunya pulang sekolah tiba, Raja dan teman-temannya tak kunjung kembali ke kelas dan mengikuti pelajaran. Bahkan hari ini tak ada sarapan dan makan siang yang ia biasa berikan kepadaku. Tapi ya sudahlah, untuk apa aku terlalu memikirkannya. Jangan sampai hal seperti ini menganggu fokus belajarku. Toh aku tidak memiliki perasaan apapun padanya. Bisa jadi inilah jalan Tuhan untuk menjauhkan makhluk itu dari hidupku.










Unfinished Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang