05

23 3 0
                                    

Law Faculty

Dalam diam, Jeno menatap tulisan yang terbuat dari logam mengkilat dari gedung yang selama ini menjadi tempat tujuan utamanya saat menuntut ilmu. Baru sebulan, tapi melihatnya lagi setelah sekian lama agaknya membuat darahnya berdesir.

He misses this place, especially that girl, the blonde one who would welcome him with the most beautiful smile in this whole universe.

Sayangnya, Jessica mendaftarkan Jeno di Fakultas Sastra, jadi dia tidak bisa sering-sering melihat Rosé karena perbedaan jam kuliah. Ah, bahkan kalaupun jam kuliahnya sama dengan punya Rosé seperti sekarang, Jeno juga tetap tidak bisa melihat gadis itu dari dekat. Di bawah pohon yang rindang itu, Jeno melihat Rosé yang tengah duduk bersama dengan sahabatnya, Winwin.

"Ros," panggil Winwin, membuat Rosé harus mendongak karena Winwin hanya berdiri di samping tempat duduknya.

"Hm."

Jeno sadar Winwin melihatnya, tapi tentu saja Winwin memilih untuk abai. Pemuda itu akhirnya mengambil duduk di samping Rosé, memberikan salah satu kopi di tangannya pada si blonde.

"Gue gak inget pernah lihat orang ini, dan kayaknya emang bukan anak fakultas kita. Tapi aneh gak sih kalo dia melototin ke sini terus?"

"Ha?" Rosé mengernyit, menatap Winwin tidak mengerti.

Dengan gerakan alis, Winwin menunjukkan apa yang membuatnya merasa tidak aman. Rosé memutar pandangannya, menatap lurus ke arah Jeno yang masih berdiri di tempat.

"Oh, dia?" tanya Rosé tanpa mengalihkan padangan dari Jeno.

"Hm. Lo kenal dia?"

"Mmm... enggak juga. Gue ketemu sama dia sekali doang, terakhir kali gue ke rumah Tante Jessica." Rosé menyesap kopinya. Padahal dia yakin itu adalah cappuccino, tapi entah kenapa rasanya terlalu pahit. Antara lidahnya yang eror, atau sesuatu dari rumah Jessica itu... entahlah.

"Pas lo nyari Jeffrey itu?" tanya Winwin.

Rosé mengangguk.

"Tapi—bentar. Gue denger-denger Tante Jessica ngadopsi anak, ya? Apa jangan-jangan dia?"

"Sebenernya ada satu lagi."

"Oh, dua?"

Sekali lagi Rosé mengangguk.

"Wah... gue kira Jeffrey doang yang dia anggep anak." Winwin mengeluarkan se-pack rokok, lanjut mengambil sebatang dan menyulutnya dengan korek yang disodorkan Rosé.

"You know, smoking is bad for your lungs," ujar Rosé.

"But you always have this thing with you," balas Winwin sambil meletakkan kembali korek itu ke tangan Rosé.

"I took it from Jeffrey so that he would stop smoking." Lirih, tapi Winwin masih bisa mendengar kalimat bernada putus asa yang baru saja Rosé ucapkan. Pemuda itu tersenyum, membuang udara bercampur asap yang sempat melewati paru-parunya.

"Gak bisa dihubungi sama sekali, ya?"

Rosé diam, hanya menatap tanah sambil jemarinya bermain dengan korek yang dipegangnya. Dia tahu Winwin sama cemasnya, tapi apa yang bisa mereka lakukan? Indeed, there is something off about Jeffrey's absence. Sayangnya, baik Rosé maupun Winwin sama-sama clueless.

Butuh beberapa detik untuk Rosé menyadari bahwa tanah di depannya tidak lagi kosong. Sepatu kets putih dengan sempurna menapak di sana. Hanya sekilas, kedatangan orang itu terasa seperti Jeffrey.

"Excuse me."

Rosé mendongak, juga Winwin yang sedari tadi awas dengan Jeno yang sengaja mendekat. Mereka berdua hanya memandang Jeno dalam diam, menunggu apa yang akan pemuda itu katakan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 25, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Two of Me ; Jeno ft JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang