Stay With Me [27]

7 2 0
                                    

Malam ini Nina menanti chat dari pacarnya, sampai-sampai dia tertidur. Saat terbangun, Nina melirik jam weker di atas nakas sudah pukul 00.24 yang berarti sudah jelas ini tengah malam.

Aih, tenggorokannya kering. Tangan Nina menghahar mencari ponsel cerdasnya. Dapat!

Nina menyalakan layarnya, saat sudah menyala jempolnya bergeser-geser untuk masuk ke dalam kolom chat-nya dengan Reja.

Reja membalas chat nya, hanya "Y" membalasnya sekitar pukul sebelas. What? Emang keyboard Reja rusak, ya? Atau jempolnya sedang bermasalah. Semoga saja tidak, sih.

Nina mengirimkan chat, "Reja sibuk banget, ya?" Sudah jelas, sih. Jadi dokter itu tidak mudah, pasti letih.

Di atas nama Reja sedang onlen tak lama berganti tulisan menjadi mengetik. "Iya, siang tadi ada orang kecelakaan dan butuh di operasi. Kamu kenapa belum tidur?"

Baru saja bangun sudah ditanya begitu ... ih! Gak boleh marah-marah Nina. Kalau pengen pacar perhatian dua puluh empat jam, cari saja yang pengangguran.

Akhirnya Nina membalas, "Kebangun."

Chatan mereka berlanjut hingga Nina mengambil minum ke pantri, lalu kembali lagi menuju kamar.

Entah ide tersirat dapat dari mana Nina menelepon Reja, saat pemuda itu tidak lagi membalas chat darinya.

Teleponnya sekarang terhubung! Terdengar suara serak dari sembrang sana menyapa, "Ada apa?"

Nina membaringkan badan, meletakkan ponsel di sebelahnya. "Lo mau tidur?"

Tak terdengar apa-apa, hanya ada keheningan, tetapi untuk beberapa saat Reja membalas, "Iya, kenapa?"

Dasar laki-laki yang tidak perhatian. Nina juga pengen seperti pacaran-pacaran yang lainnya. Mereka menceritakan hari-hari pada pacarnya di telepon, lalu tertawa dalam keheningan malam, berbincang hingga salah satunya dari mereka tertidur. Begitu romantisnya pacaran orang, pacaran Nina?

Nina menghela nafas, sebelum berkata, "Hari lo gimana? Gue tadi ngelamun ...." Dan akhirnya Nina menceritakan tentang harinya tadi, sesekali Reja tertawa di sembrang sana atau berkomentar.

Kali ini Reja tidak membalas apa-apa. "Ja." Tidak terdengar apa-apa. "Reja." Sama lalu terdengar suara dengkuran halus dari sembarang sana. Membuat Nina mendengarnya terkekeh di sini. Nina memutuskan telepon mereka, mungkin saatnya untuk tidur.

Ada rasa lega setelah dia menceritakannya, ada rasa hangat menjalar di dalam dadanya, ada rasa nyaman selalu setiap saat, laki-laki itu tidak berubah selalu membuatnya semangat, bahagia, senang. Hingga Nina lupa bahwa dia pernah disakitinya. Lebih tepatnya sih Nina tidak ingin mengingatnya.

Nina memejamkan mata, saat dia memejamkan mata bayang-bayang Reja selalu muncul.

Reja hadir kembali seolah menjadi bumi untuk mentarinya, lirik untuk lagunya, hujan untuk bunganya. Sosok yang mampu seperti itu hanyalah Reja. Nina tidak butuh sosok yang sempurna dengan kuda putihnya, Nina hanya butuh Reja. Hanya itu saja!

***

Tanpa Nina duga Darren datang pagi-pagi buta seperti ini, tidak buta sekali sih. Sudah pukul 09.12 Nina lihat tadi di jam kamarnya, ini salah satu momen langka karena Nina bangun pagi, dan ingin belajar memasak. Momen yang langka, 'kan? Mama pun mengakuinya.

Sudah siap-siap ingin belajar memasak dengan Mbak Lila.

Dengan celemek melekat di badannya, Nina memotong-motong wortel menggunakan pisau, yakali kuku.

          

"Terus yang ini gimana, Mbak?"

Darren yang duduk di sembrang sana yang menyahut, "Di cuci, masa cewek gak bisa masak."

Nina hanya mendelik, tapi menuruti kata Darren yang masuk akal. Saat sudah di wastafel, Nina mencucinya disela-sela mencucinya dia bertanya, "Ren, lo gak kerja?"

"Gak."

Lah kok tumben, biasanya berangkat paling pagi, Nina tebak paling semangatnya di kantor itu si Darren, lalu jarang mengambil cuti. "Kenapa?"

"Capek gajih gue gak naik-naik. Gak semangat."

Nina yang sedang mencuci wortel, berkata, "Sabar. Mungkin belum saatnya."

Terdengar dengusan keras dari Darren. "Sabar terus. Kapan naik-naik gajihnya."

"Lo aja gak bersyukur, gak pernah doa sama Tuhan, sih."

Darren tak terima, dia menyangkal, "Gue udah Tahajud malam tadi."

Tahajud ada maunya, sih. Wudhunya yang gak sah atau salatnya gak ikhlas dan mintanya gak dari hati ke hati paling dalam, mungkin saja kalau Darren dinaikkin gajihnya Darren tambah sombong. Makanya gak di kabulin, itu lebih baik.

Nina tertawa sinis. "Cuman sekali doang, sih."

Tanpa berniat membalas Darren beranjak pergi.

Mbak Lila sedang tadi memotong bayam bangkit dan meletakkan bayam itu di wastafel, menyuruh Nina membersihkan itu sekalian juga.

Jadi begini belajar memasak? Rasanya agak aneh. Tidak menyenangkan. Nina jadi bosan, tapi demi dia bisa belajar memasak apa boleh buat. Di masa depan nanti Nina akan menjadi ibu rumah tangga, memasak untuk suaminya, anaknya. Eh, kalau mengingat tentang suami, suami Nina siapa, ya? Kehendak Nina, Reja, sih. Nina lupa menanyakan apa makanan kesukaan Reja, apa perlu Nina menanyakan itu? Terus kalau makanan kesukaan Reja kue bolu, capeklah Nina membuatnya.

"Lagi mikirin apa, hayo!"

Nina tersentak saat Darren mengangetkannya, ih dikira Darren sudah pulang ke rumahnya. Lalu saja dia berdecak, padahal Nina lagi pengen ngehalu yang jauh. Misalnya menikah dengan Reja, punya anak dengan Reja ... eh. Eh. Eh. Lahiran itu sakit.

Nina bergidik ngeri saat membayangkan itu, tapikan kalau suaminya Reja tidak masalah, Reja kan dokter bedah.

Nina beralih mengambil bayam di sebelahnya, lalu tangannya membersihkan bayam.

"Lagi mikirin jodoh."

"Ren, kok bisa lo salat Tahajud tengah malam?"

"Lah kenapa gak bisa?"

"Iya, tapikan kok lo bisa ingat sama Tuhan, tumben." Sedangkan Darren salat lima waktu saja langka mengerjakannya.

"Ye ... walaupun gini-gini gue masih ingat Tuhan kali."

"Enggak maksud gue itu, Ren, kalau minta apa-apa kalau kesulitan gimananya baru ingat Tuhan." Nina juga begitu, sedang menyindir diri sendiri juga, nih.

Darren tercenung, iya-yah. Tapi .... "Setidanya gue masih inget sama Tuhan."

Nina akui keluarganya sangat jauh dari Tuhan, kesehariannya langka mengingat Tuhan, mengerjakan salat langka, tapi keluarganya kecuali Papa-nya tidak mengerjakan yang jahat-jahat. Selain jauh dari Tuhan, mereka juga jauh dari kejahatan.

Kalau hari ini Nina mati, masuk surga apa masuk neraka. Kalau mau berpihak sendiri Nina akan langsung bercebur ke surga, eh, tapi Nina tidak mungkin pahalanya saja secuil. Namun, kalau sudah masuk neraka, apa boleh buat? Menikmati rasa sakitnya saja lagi, ih, amit-amit Nina masuk neraka sekarang. Nina jadi bergidik ngeri.

Ah, jadi pengen salat Dzhur nanti, ingat mati membuatnya ingat sama Tuhan juga membuatnya ingin hijrah dadakan. Namun, Nina tidak yakin akan lama hijrahnya ini.

Pacaran itu dosa? Sekarang Nina sedang menambahkan dosanya. Hadeuh, kalau gini gimana mau jadi penghuni surga.

Nina manusia yang takut neraka. Namun, Nina juga tak pantas di surga.

Nina tidak mempunyai bagian tubuh yang cacat, jadi dia tidak mempunyai keterbatasan. Namun, sayangnya Nina langka bersyukur kepada Tuhan. Nina mulai mengingatnya, kapan dia salat? Kapan dia berbuat baik kepada sesama? Kapan dia berdoa dan memohon kepada Tuhan saat tengah malam, lalu menangis? Nina memang jauh dari agama, apakah ini yang membuat hidupnya terasa tidak berarti?

Nina kadang sering merenungi dosa-dosanya. Menyesal datangnya di akhir, sebelum terlambat, sebelum terlalu dalam dan jauh, Nina melangkah di jalan yang salah, apa Nina bertobat saja? Kesempatan tak 'kan pernah datang dua kali, Nina pun tahu itu. Merenungi kembali apa yang dilakukannya sekarang ini, di jalan yang benar atau kah di jalan yang salah. Nikmat dunia hanya sementara, sejarah hidup tak bisa diulang, detik jam tak 'kan pernah berputar ke kiri. Apa Nina harus bertaubat, sebelum terlambat? Detik ini, hari ini, sekarang ini, masih ada waktu ketika denyut nadinya berjalan. Jantung berhenti tak akan pernah minta permisi. Tuhan Yang Maha Pengampun, haruskah Nina memperdalam ajaran ilmu agamanya? Memohon maaf kepada orang yang pernah  Nina sakiti selama ini, sebelum tertutup pintu maaf dari siapa yang pernah disakitinya. Karena jiwa yang bersih akan menjadikan hati lebih tenang. Apa perlu begitu?

***

Stay With Me (END)Where stories live. Discover now