Jaemin menyeret tas sekolahnya, malam ini harusnya menyenangkan, setelah perkelahian nya tadi, seharusnya moodnya semakin baik kan? Harusnya iya. Tetapi bukannya senyum sumringah yang jaemin tampilkan, bibir tipisnya itu malah terus mendumal tak jelas.
Jaemin akui, dia menang lagi melawan hyunjin dan para antek anteknya, ya walaupun dengan sedikit bantuan, gak masalah lah. Anak itu juga gak segan untuk berterimakasih, karena bagaimana pun mama selalu mengajarkan jaemin untuk berterimakasih jika menerima sesuatu. Sekalipun itu hanya sekecil biji wijen.
Abis nolong terus masalah juga selesai, yang di tolongin juga sudah berterimakasih, bukankah tidak ada lagi yang harus dilakukan. Harunya mereka pulang ke rumah masing masing kan? Tolong katakan iya pada jaemin. Sebab demi apapun, jaemin tidak ingin jeno ikut ke rumahnya, dengan alasan apapun itu.
Akan tetapi, jeno tetap jeno, ternyata kakaknya itu bisa keras kepala juga. Bahkan setelah di tolak sedemikian rupa, kakak sepuluh menitnya itu masih saja kekeh mengikutinya dengan dalih takut jaemin pingsan di tengah jalan.
Oh ayolah, jaemin hanya mendapat memar di tulang pipi dan robek di sudut bibir saja, bagaimana bisa dirinya pingsan. Jaemin tidak selemah itu.
"Balik lo!" Usirnya setelah mereka sampai di lobi.
Bukannya balik badan terus pulang, jeno malah cekikikan kemudian menggeleng.
"Gue mau nginep di tempat lo"
"Enak aja, gue lagi gak nerima tamu. Balik sana!! Ntar bokap lo marah, nangis lo"
"Bokap lo juga, btw"
"Iya sih. Eh ajirr?... pokoknya gue gak lagi nerima tamu, pulang sana!!" Usirnya lagi tetap kekeh melarang jeno menginap di tempatnya.
Jeno sempat menarik kedua sudut bibirnya. Secara gak sengaja ternyata jaemin masih menganggap Donghae papanya, tentu saja bukankah harusnya seperti itu.
"Malam ini gue nginep tempat lo, anggap aja sebagai balasan karena gue udah nyelamatin pala lo yang nyaris bocor itu" ujar jeno sambil berlalu mendahului jaemin, tenang saja jeno tahu di mana unit adiknya itu-hasil mencari tahu dari winter.
"Gak bisa gitu dong, gue udah bilang makasih ya sama lo" protes jaemin sembari mengejar jeno yang sudah masuk kedalam lift.
"Hidup itu perihal Give and take. Gue udah ngasih lo pertolongan, jadi gue juga harus dapat balasan dong, dan gue mau nginep di tempat lo sebagai balasannya. Makasih doang mah gak cukup"
"Tapi gue gak minta di tolongin tuh. Jadi gue gak perlu ngasih apa apa sama lo sebagai balasan" balas jaemin dengan menekan dua kata yang dimaksud oleh jeno.
"Iya iya terserah lo mau ngomong apa, yang jelas malam ini gue nginep di tempat lo"
Jaemin mendengus, anak itu tak lagi menjawab. Jaemin sedang malas berdebat, selain menghancurkan moodnya, jaemin juga malas terlalu banyak bicara sebab luka di sudut bibirnya jadi terasa perih.
Biarlah jeno melakukan apa yang dia inginkan. Lagi pula untuk apa jaemin berusaha menahan Jeno, toh Jaemin sudah bilang 'kan, jeno sama anjingnya dengan jeno.
Dalam artian, sejak tadi jaemin melarang jeno ikut itu karena takut jeno bertemu dengan kembaran beda wujudnya. Iya kalian paham 'kan?
Namun setelah dipikir-pikir, untuk apa jaemin peduli? Itu bukan jaemin sekali.
Drrtt...drrtt...
Jaemin meraih ponselnya lantas mendekatkannya ke arah telinga.
"Gue udah di lift"
***
"Mentang mentang gak ada gue, lo sekarang leluasa benget ya melihara hewan berbulu ini"
Jaemin baru saja keluar dari kamar mandi saat jeno berjongkok di depan kembaran beda wujudnya itu. Pemuda itu memperhatikan sang kembaran beda wujudnya yang nampak sudah terlelap tanpa berniat menyentuhnya.
Jaemin ingat kok, kakaknya itu alergi sesuatu yang berbulu. Tetapi apa pedulinya? Jaemin tidak meminta jeno untuk datang ke apartemennya.
Maka tanpa menanggapi ucapan sang kakak, jaemin membawa langkahnya ke dapur, membuka pintu kulkas untuk kemudian mengeluarkan satu kaleng soda. Tidak untuk di minum melainkan untuk di tempelkan ke pipinya yang memar, jaemin tidak punya es batu.
"Dek pinjem baju dong, gak mungkinkan gue tidur pakek baju kotor"
"Lo ngerepotin banget anjir"
Mulutnya memang mengumpat, tapi kakinya tetap melangkah ke arah kamarnya. Tak lama kemudian kembali keluar dengan baju dan celana di tangan kirinya, sedang di tangan lainnya mendekap sebuah selimut juga bantal. Jaemin meletakan nya di atas sofa.
"Gak usah protes" ujarnya sembari mengambil remot penghangat ruangan yang tergeletak di atas meja untuk menaikan suhu derajatnya.
Setelahnya tidak ada lagi ucapan apapun, jaemin meninggalkan jeno sendirian di ruang tengah, tak lupa mengikut sertakan anjing kesayangannya yang tentu saja sudah menjadi teman tidur sejak dulu.
Asal kalian tahu Jaemin lebih memilih tidur dengan jeno si gumpalan putih dari pada jeno kakak kembarnya. Memang adik yang budiman jaemin ini.
Setelah punggung jaemin benar benar menghilang dari pandangan, jeno menghela nafas "Pelan pelan aja jen, masih untung hari ini adek lo mau nerima lo nginep disini" monolog jeno berusaha menghibur dirinya sendiri.
Setelah berganti pakaian, jeno segera merebahkan dirinya, menyembunyikan tubuhnya di balik selimut yang di bawakan sang adik tadi.
Lagi, dirinya menghela nafas panjang, jeno belum mengantuk, dan sepertinya malam ini ia akan sulit tidur.
"Kosong banget" gumamnya sambil bangkit, ia mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan dimana dinding-dinding itu nampak begitu polos, tidak ada benda apapun sebagai hiasan, barang foto satupun. Jeno yakin semuanya diturunkan, terbukti dari paku paku kecil yang tertancap dibeberapa titik.
Jeno jadi penasaran? Kenapa jaemin melepaskan semua pigura? Apa begitu menyakitkan untuk adiknya itu?
"Sebesar apa kecewa lo sama mama dek?" Lirihnya sembari beralih pada nakas disamping sofa, membuka salah satu laci untuk kemudian mengeluarkan sebuah pigura yang terletak disana. Ya, saat jaemin di kamar mandi ia sempat membuka laci itu.
Dua orang yang selalu ia rindukan, di dalam foto itu keduanya nampak tersenyum bahagia. Hanya berdua, tanpa dirinya juga papa. Dan jeno hanya bisa tersenyum getir melihatnya.
Tidak masalah, jeno sangat paham. Sebab akan lebih mengherankan jika dirinya menemukan foto keluarga lengkap terpajang disini.
"Tahu gak sih ma, adek sekarang udah jago berantem, lawan lima lagi. Lihatnya bikin aku jadi mikir, kenapa harus bayar mahal mahal ikut les taekwondo? sementara dengan biasa berantem di jalanan bisa bikin jago? Mana gratis kan, hemat"
Jeno terkekeh sebelum akhirnya menghela nafas berat. Ia meletakan pigura itu di dadanya, mendekapnya seolah dua orang didalamnya memang mampu ia dekap secara nyata.
"Aku kangen kalian, aku kangen kita yang dulu" lirihnya ketika sirat masa lalu mulai bermunculan, memenuhi pikirannya.
Jeno hanya tidak tahu bahwa di dalam sana, sang adik turut melakukan hal yang sama. Sebab sekeras apapun jaemin mengatakan dirinya berubah, akan tetap ada sisi dari dirinya yang tidak berubah, jaemin masih sama, jaemin masih menjadi jaemin yang merindukan kehangatan keluarganya yang dulu, seperti jeno-kakak kembarnya.