CHAPTER - 02

2.6K 547 12
                                    

Percuma melawan, percuma juga membalas

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Percuma melawan, percuma juga membalas. Semua yang terjadi pada Seohee akan terus berulang berkali-kali. Nyaris sama dan tak berubah. Di atap sekolah, tiga gadis menghampirinya, melempar beberapa buku tepat ke depan wajah tanpa belas kasihan.

"Kau sengaja mengerjakan tugasnya asal-asalan?! Bagaimana bisa banyak yang salah?!" Dia berteriak dengan mata tajamnya, menyakiti dengan mendorong Seohee hingga mundur beberapa langkah kebelakang.

Hati dan pikiran Seohee selalu bertentangan jika ada di situasi seperti ini. Ia ingin melawan, namun sadar jika tak mampu melakukannya. Semua akan percuma. Mereka mempunyai kekuasaan dan sengalanya.

"Aku sudah pernah mengatakan, bahwa tugas yang kalian berikan padaku belum ku pelajari." Seohee tidak membuka jasa les privat, ataupun yang lainnya hingga mau mengerjakan tugas sekolah orang lain, apalagi seniornya. Sejauh ini yang ia lakukan hanya karena dipaksa.

Dia mendengus, mendorong Seohee lebih jauh hingga punggungnya menyentuh tembok pembatas. Seohee meneguk ludah, menoleh ke belakang melihat bagaimana tingginya ada di atap sekolah. Akan benar-benar mati jika jatuh dari atas. Ingin sekali mengumpat, menukar nasib dirinya dengan si pelaku perundungan.

"Seharusnya, kau pinjam buku catatan dari satu angkatanku! Kenapa tidak kau lakukan?!"

Bagaimana Seohee bisa melakukannya. Dia tidak berteman ataupun mengenal seniornya. Kini Seohee hanya bisa menunduk dan membiarkan harga dirinya terus di injak-injak.

"Akh!" Seohee meringis saat rambutnya ditarik dari belakang kuat-kuat. Kepalanya mendongak ke atas, kemudian Seohee di hempas hingga jatuh tersungkur ke bawah.

Tangan Seohee terkepal kuat dengan sempurna. Orang bilang sikap kita tergantung bagaimana mereka memperlakukan kita. Apa perlu Seohee lakukan? Misalnya, mendorong mereka bertiga hingga jatuh dari atap sekolah.

Oke, lupakan. Itu suatu hal yang mustahil dan tidak mungkin. Kedepannya Seohee akan mendapatkan masalah yang lebih besar lagi. Kemungkinan dikeluarkan dari sekolah atau mungkin berakhir dipenjara dan merelakan pendidikannya.

"Lihat, sudah berani mengepalkan tangan." Salah satu dari mereka tertawa menghina, sudah jelas sedang meremehkan Seohee. Seohee memang hanya bisa mengepalkan tangan, menahan seluruh emosi yang ingin meluap, namun tak ada tindakan yang dilakukan untuk membela diri.

"Argh!" Seohee meringis lagi saat dia mendapatkan tendangan dari salah satu mereka. Rasanya sakit, bahkan ibunya sendiri tidak pernah menyakitinya sampai seburuk ini.

"Perbaiki lagi. Aku ingin nanti malam kau mengantarkannya ke rumah." Ketiganya pergi meninggalkan Seohee begitu saja tanpa peduli padanya.

"Aku tidak mau!"

Langkah mereka terhenti, berbalik badan untuk menatap Seohee kembali. Apa mungkin mereka salah dengar? Namun rasanya tidak mungkin. Hal itu memang Seohee ucapkan pada mereka.

          

"Aku tidak mau melakukannya." Seohee menegaskan, mengatakan secara terang-terangan bahwa dia menolak.

Salah satu dari mereka maju, berjongkok untuk bersitatap dengan Seohee di bawah. Tak pernah Seohee duga jika ia melawan akan ada pisau lipat kecil yang mengancam dirinya. Seohee menahan air liur sekaligus napas untuk beberapa detik.

Seohee menyebut mereka gila dan sinting. Pelajar tidak boleh membawa senjata tajam ke sekolah, melakukan perundungan, ataupun mengancam. Namun mereka semua melanggar. Cukup punya uang dan kekuasaan, maka masalah selesai. Seperti mereka juga bisa masuk ke Universitas ternama meski nilai rata-rata tidak mencukupi.

"Mau mati? Eum?" Dia berbisik begitu lirih, membuat Seohee merinding bukan main. Gelisah dan takut tentu Seohee rasakan.

Ceklek.

"Woah, sayang sekali fotonya kurang bagus. Kemari, lihatlah ke sini. Wajah kalian harus terlihat dengan jelas di kamera." Jungkook datang, mengangkat kamera ponselnya ditujukan secara terang-terangan pada mereka. Ini juga akan Jungkook jadikan sebuah ancaman, bukti bahwa mereka telah melakukan perundungan pada adik kelasnya.

"Aish, sial."

Dia berdiri, mengernyit bingung Jungkook siapa. Kedua temannya menghampirinya, memberitahu siapa Jungkook menurut yang mereka tahu.

"Ayo pergi, dia itu Ahn Jungkook, murid pindahan kemarin. Kudengar ayahnya adalah seorang direktur SMA Hybe."

Bukan. Itu rumor palsu yang sudah tersebar luas. Jungkook sendiri tidak tahu siapa orang pertama yang menyebarkan rumor seperti itu. Jungkook hanya mengakui bahwa dia adalah pindahan dari SMA Hybe.

"SMA Hybe? Lalu kenapa dia tidak sekolah di sana?" bisiknya.

"Mana aku tahu. Ayolah pergi, orangtua kita masih belum ada apa-apanya." Salah satu dari mereka menariknya untuk di ajak pergi. Ketiganya pun keluar. Akhirnya Seohee bisa bernapas lega dengan kepergian mereka.

Seohee berdiri melalui bantuan Jungkook, memperbaiki jaket putih yang Seohee kenakan agar terpakai kembali. Seohee memungut beberapa buku yang berserakan ke bawah, Jungkook juga ikut membantu Seohee dalam hal ini.

"Kau tidak apa-apa? Ada luka dan sebagainya?" tanya Jungkook penuh khawatir.

Luka? Jungkook bertanya luka? Ya, Seohee terluka. Dia terluka secara batin.

"Tidak, terima kasih sebelumnya. Aku tidak tahu apa jadinya jika kau tidak datang." Seohee mengambil duduk bersandar di bawah.

Jungkook mengambil duduk di sebelah Seohee, duduk berdekatan dan mengangguk sebagai jawabannya.

"Apa kau benar-benar mengambil foto mereka?"

Jungkook menggeleng, menunjukkan layar ponselnya pada Seohee. Rupanya Jungkook mengambil gambarnya sendiri, bukan waktu mereka melakukan perundungan. Jungkook kurang bergerak cepat untuk membalikkan kamera ke belakang.

Seohee tersenyum tipis, begitu pun dengan Jungkook. Dia sungguh mengambil foto dalam sekali jemretan. Namun hasilnya masih tetap bagus dan tampan. Jungkook salut kenapa Seohee masih bisa tersenyum disaat seperti ini. Sangat pintar menyembunyikan perasaannya sendiri. Di bully bukan masalah biasa, ini dapat merusak mental dan psikis.

"Kenapa kau tidak melawan? Jangan mau jadi budak mereka, Noona."

Seohee terdiam lama, bukan karena pertanyaan Jungkook, melainkan panggilannya untuknya. "Noona?"

"Eum, apa aku salah?" Jungkook tidak menemukan letak kesalahannya di mana saat memanggil Seohee dengan sebutan Noona.

"Usia kita sama, panggil saja namaku."

CLASS 11-1 [TERBIT]Where stories live. Discover now