O9

3.6K 485 38
                                    

Dion sudah tenang, Ia melepas rengkuhannya. Mengusap wajahnya kasar, lalu melihat Harraz yang tadi merengkuhnya.

"Udah nangisnya?"

"Sorry baju lo jadi basah"

"Nanti juga kering lagi"

"Makasih"

"Ga perlu bilang makasih, gue cuma mau berbagi kehangatan. Wangi ga badan gue?"

Sempet-sempetnya ya.

"Bau"

"Beneran bau?"

"Engga, wangi."

"Wangi apa?"

"Wangi dosa."

"Bener-bener lo"

Dion menanggapinya dengan tertawa kecil,

Dion berdiri dan berjalan lebih dekat ke sisi danau, mengambil batu kecil. Ia lemparkan batu itu sejauh yang Ia bisa.

"Yah cuma bisa segitu? liat nih"

Harraz ikut melemparkan batu ke danau. Ternyata lebih jauh punya Dion.

"Sok sok an sih lo"

"Tadi cuma latihan"

"Ayo lemparin lagi, barengan"

"Ayo, satu dua tiga"

Mereka melempar batu secara bersamaan.

tuk

Batu mereka bertabrakan sehingga terpental ke kanan dan ke kiri.

Mereka pun bertatapan lalu tertawa.

Harraz berhenti tertawa, lalu terfokus pada Dion yang tak bisa berhenti tertawa.

"Nah gini, ketawa."

Akhirnya Dion pun bisa berhenti tertawa.

"Muka lo udah merah karena nangis terus tambah merah karena ketawa"

"Diem"

"Lucu" Celetuk Harraz

"Apaan yang lucu?"

"Lo lah, apa lagi?"

Dion merasa seperti ada kupu-kupu di perutnya. Apa ini?

"Mau ke rumah pohon ga?"

"Ayo, dari tadi gue mau ke situ"

Keduanya menaiki pohon lalu masuk ke rumah pohon itu. Ukuran nya cukup untuk tiga orang dewasa. Jadi, cukup untuk mereka berdua dan masih ada space kosong.

Rumah pohon itu terbuat dari kayu yang kuat, di dinding nya ada gambar-gambar coretan yang sepertinya gambaran Harraz 6 tahun lalu.

TOUGH - HARUBBY [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang