CHAPTER 12

247 22 0
                                    

Sepasang tungkai jenjang itu berjalan menapaki anak tangga pendek sebelum mendorong pintu kaca dan memasuki tempat yang tidak terlalu ramai. Indera penciumannya langsung terdapat oleh aroma saus dan aroma sedap yang lain. Suara-suara yang mengudara dan bergumul menjadi satu, tak jauh berbeda dengan dengung kawanan lebah bagi rungu pria berjaket abu-abu kusam.

Netranya mengedar ketika tungkainya berhenti bergerak, memperhatikan satu per satu para pekerja lain yang sibuk dengan pekerjaannya.

"Anak baru!"

Merasa dipanggil, pria itu menoleh dan mendapati wanita berumur yang membawa nampan berisi banyak piring serta alat makan kotor.

"Ambil ini dan cuci," ujar wanita itu setelah berada di dekat lawan bicaranya. "Dari mana saja? Sona kesulitan di belakang. Asal dirimu tahu kalau tadi sempat ramai."

Yojoon mengangguk cepat dan segera membawa nampan berisi piring kotor itu ke dapur belakang. Meninggalkan wanita yang sebelumnya berbicara padanya, masih memandang punggung Yojoon yang kemudian menghilang di balik dapur.

-o★o-

"Sial, diriku akan membunuhmu."

"Busungkan dada Anda, Nona."

Menuruti titah yang terlontar adalah pilihan yang lebih baik setelah mendapati bahwa umpatannya bahkan tidak diperhatikan oleh wanita dengan surai terikat satu itu.

"Jangan terlalu membusungkan dada Anda, Nona."

"Aishh, mau dirimu apa sebenarnya?" ujar wanita dengan panah dan busur di kedua tangannya. Menatap dengan pandangan tak suka terhadap wanita yang kini juga turut menatap matanya.

"Jangan terlalu membusungkan dada Anda dan turunkan sedikit kepala Nona hingga dagu Anda menyentuh—"

"Berisik!"

"Apa yang sedang kalian lakukan?"

Dua wanita di sana menoleh kala mendengar suara seseorang yang baru saja datang. Pria dengan kemeja biru serta celana panjang yang membalut kaki jenjangnya. Melangkah dengan santai dan mendekati kedua wanita yang kini memandang dengan pandangan berbeda, pandangan kesal dan yang satunya segan.

"Aku ingin mengadu."

Sedangkan wanita yang satu diam-diam menghela napas, sudah tahu apa yang akan dilontarkan oleh perempuan yang diajarnya.

"Dia, perempuan yang dirimu banggakan, yang katamu pintar serta sigap, perempuan yang sering dirimu puji tentang kedisiplinannya."

"Lalu?" Suara pria dengan surai tertata itu mengalun lembut.

"Dia semena-mena terhadap diriku."

"Apa yang dia lakukan?" Kedua alis pria itu naik lalu memutar atensinya pada perempuan yang satunya. "Apa yang kamu lakukan?"

"Kak, di sini aku yang mengadu!"

"Hanya mengajarkan teknik yang benar, maaf jika mungkin perkataan saya menyakiti Nona."

"Tentu saja menyakiti—"

"Tentu saja tidak, aku memantau dari sana sejak tadi. Kau hebat, Sean."

"Terima kasih, Tuan."

"Kakak!"

"Sekarang hentikan lebih awal pembelajaran ini. Kau bisa pergi bersama temanmu yang lain." Tak mempedulikan teriakan Adiknya yang kini merubah raut menjadi senyum. Terlampau senang hingga segera berlari keluar lapangan setelah melempar begitu saja busur serta panahnya.

Saat ini hanya terhuni dua manusia berbeda gender yang berada di dalam lapangan dan beberapa penjaga yang tersebar di sudut-sudut tertentu. Sean membungkuk, mengambil satu per satu anak panah yang dilempar asal oleh penguasa sebelumnya.

 EQUIVALENTWhere stories live. Discover now