Sejak saat Hinata membuka mata pagi tadi, Hinata benar-benar merasa antusias, tidak sabar untuk cepat-cepat pulang ke rumah dan menyiapkan rencananya bersama sang ibu mertua. Dari yang Kushina sampaikan ketika mereka berbelanja bersama beberapa hari yang lalu, Hinata tahu bahwa hari ini, tepatnya tanggal Sepuluh Oktober, adalah hari ulang tahun Naruto. Pria tua itu semakin menua satu tahun secara resmi. Oleh karenanya, Hinata mencetuskan ide untuk memberi kejutan kecil-kecilan untuk Naruto.
Hinata kira, semuanya akan berjalan lancar, sampai ketika salah satu dosen pengajar mata kuliahnya pada hari ini mengundur jadwal kuliah tanpa pemberitahuan sebelumnya, mengharuskan Hinata untuk tidak hadir karena Ia sudah telanjur berjanji akan bertemu dengan Kushina pada siang harinya.
Seperti yang sudah-sudah, Hinata kembali tidak masuk kelas dan tanpa pikir panjang meminta tolong kepada Lee untuk mengisi daftar hadirnya karena Ino yang juga ikut membolos entah ke mana.
Meskipun Hinata sudah sering melakukan hal tersebut, baru kali ini hatinya terasa berat dan juga gundah. Hal itu tidak lain karena Ia yang sudah berencana menghentikan kebiasaan buruknya, bukan hanya karena keberadaan Naruto, juga karena Ia yang cukup sadar diri akan perkuliahannya yang sudah memasuki masa-masa akhir. Sudah bukan waktu untuknya bersantai kali ini.
Hinata telah membulatkan tekad, bahwa setelah hari ulang tahun Naruto, Ia benar-benar tidak akan melakukan hal yang sama lagi. Hari kelahiran suaminya itu adalah pengecualian terakhir, hitung-hitung sebagai rasa terima kasih Hinata atas segala pengertian dan juga kebaikan Naruto.
Sayangnya, segalanya hancur berantakan saat aksinya ketahuan oleh sang suami. Mendapati kemarahan yang disalurkan oleh Naruto melalui cara yang cukup tenang tetapi menyakitkan, Hinata sungguh kehabisan kata-kata. Belum lagi dengan fakta bahwa pria itu tidak memberinya kesempatan untuk menjelaskan.
Hati perempuan mana yang tidak terluka jika suami mereka berkata bahwa diri mereka terlalu memalukan untuk diakui?
Hinata tahu, seratus persen sadar akan kesalahannya. Ia juga tahu bahwa Naruto kecewa, bahwa pria itu bertindak demikian demi kebaikannya. Akan tetapi, hati Hinata tetap saja terluka oleh kata-kata yang dilontarkan oleh Naruto.
Pria itu ternyata memiliki mulut yang sewaktu-waktu bisa berubah tajam, sama seperti ketika pria itu mengusir Toneri dari kelas dan juga kejadian barusan, di halaman rumah.
Rencana Hinata bersama Kushina benar-benar gagal total, padahal mereka telah seniat itu berbelanja segala kebutuhan masak sendiri dan juga menyiapkan semua hidangan yang ada tanpa bantuan siapa pun. Ibu mertuanya itu sekarang sudah pasti kocar-kacir mencarinya, tetapi sungguh, Hinata tidak siap menghadapi Naruto lagi. Dia terlalu takut.
Ini adalah kali pertama pria itu menumpahkan kemarahannya pada Hinata secara blak-blakan, dan hal itu sudah cukup untuk membuat Hinata ketar-ketir.
Mungkin Hinata harus menjelaskan kepada Kushina nanti-
Hinata terlonjak ketika ketukan di pintu kamarnya terdengar. Buru-buru Ia melangkah untuk membukanya, siap meminta maaf karena menyangka bahwa yang ada di depan pintu adalah Kushina.
Namun, dugaannya salah.
Naruto merupakan sosok yang berdiri di sana, masih dengan raut wajah datar—menatapnya lurus entah untuk alasan apa.
Hinata berdeham kecil. "P-Pak-"
Sebelum Hinata sempat melanjutkan ucapannya, Naruto menyelonong masuk ke dalam kamar gadis itu dengan cepat dan menutup pintu.
"Pak, ada ap-"
"Terima kasih," Naruto menukas dengan segera, enggan memberi kesempatan gadis itu berbicara. "Untuk ... kejutannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Secretly Married [NaruHina] ✅
FanfictionSebuah kisah sederhana tentang perjodohan antara dua manusia yang tak mampu mengelak dari tuntutan orang tua. ~~~~~~ DISCLAIMER: Seluruh karakter yang ada di dalam cerita ini adalah milik Masashi Kishimoto. Pairing: Naruto x Hinata Start: 2 Februari...