Bab 25 : Ikut Merasakan

1.1K 163 2
                                    

Pagi ini Fidelya hanya bisa menutup wajahnya ketika terbangun dan sadar bahwa Arion tengah memperhatikannya. Pria itu belum pergi bekerja, masih sibuk membersihkan meja makan dan menyiapkan piring untuk mereka gunakan makan.

Fidelya kembali tenggelam dalam selimut, berencana akan keluar saat Arion telah pergi bekerja. Namun, pria itu belum kunjung menunjukkan tanda-tanda akan pergi, sedangkan Fidelya sudah merasakan pengap di dalam selimut.

"Makan, yuk," ajak Arion yang berjongkok di sebelahnya.

"Duluan, aku masih ngantuk."

Arion membuka pelan selimut tersebut. "Bangun atau aku makan kamu," ancamnya.

Fidelya terkesiap, bayangan dirinya berada di bawah Arion dalam kurun waktu yang tak ia ketahui, membuatnya kembali menutup tubuh dengan selimut. Ya, di kasur ini Fidelya tak bisa disebut gadis lagi, sebab Arion berhasil meluluhkan pertahanan hatinya tadi malam.

"Ayo, entar kamu telat ke kafe."

Itu tidak masalah, Fidelya bisa pergi jam berapa pun semaunya, asalkan Keyvano sedang berbaik hati. Fidelya menggenggam erat selimutnya, tak akan membiarkan Arion kembali membuka selimut tersebut. Selain malu karena mengingat kejadian itu, ia pun tak ingin Arion kembali melihat tubuhnya yang polos.

"Aku anterin, kamu nggak perlu pesan ojek online," ucap Arion lagi.

Saat itu pula Fidelya membuka selimutnya, menatap Arion yang kini tengah mengenakan jam tangan. Ia baru sadar bahwa motornya sedang dipinjam oleh salah satu pegawainya, oleh sebab itu Arion menunggu untuk mereka berangkat bersama.

Fidelya menelan ludah, itu berarti Arion terancam kehilangan pekerjaan karena dirinya. Ia cepat melingkarkan selimut di tubuh, tidak membiarkan seinci pun paha dan badannya di lihat oleh Arion. Sedangkan pria itu melirik, kemudian tersenyum geli.

"Kamu ngapain, sih?" Arion mendekat, "kenapa jadi ulat bulu gitu?"

"Jangan mendekat!" cegah Fidelya yang berusaha berdiri.

"Kenapa, sih? Kenapa harus berselimut begitu?"

Fidelya tidak menyahuti, berusaha berdiri dan turun dari kasur. Ujung selimut tak sengaja diinjaknya, membuat keseimbangan hilang dan Fidelya hampir akan merasakan kerasnya lantai, jika saja Arion tidak menangkapnya.

"Hati-hati, dong," ucap Arion, "kenapa juga harus pakek selimut." Melepaskan selimut tersebut dari tubuh sang istri.

Seketika Fidelya menjerit, "Aaa!" sembari menutupi tubuhnya dengan tangan, "ngapain dilepas?"

Sementara itu Arion hanya bisa mengerutkan kening. "Emang kenapa? Kamu kesusahan gitu jalannya, gimana nggak aku lepas."

"Kamu buta? Aku lagi—"

Ucapan Fidelya terhenti, merasakan tangannya menyentuh sehelai kain di bahu, tatapan beralih ke badan dan kakinya yang semuanya tertutup baju tidur. Ia mengerutkan kening, menatap Arion yang kebingungan bukan main, sama sepertinya.

"Lagi apa?" tanya Arion, penasaran.

Seketika Fidelya merasa ingin mati di tempat karena menyadari bahwa semalam ia bermimpi telah ditelanjangi oleh Arion. Ingin berlari ke kamar mandi, tetapi Arion menangkap pinggangnya, membuat tubuh mereka bertubrukan.

"Sudah kuduga, kamu juga sebenarnya suka, 'kan?" bisik  Arion, tepat di telinga Fidelya.

"Nggak," elaknya.

"Jangan bohong. Kalau enggak, kamu nggak bakal mimpiin hal kayak gitu," Arion yang jahil, menggigit telinga sang istri, "mumpung masih pagi," bujuknya.

Fidelya menelan saliva susah payah, ketika tubuhnya diangkat oleh Arion dengan sangat enteng menuju kasur. Ia sungguh tak percaya, bukannya melawan, tubuh ini malah terpaku sebab terlalu mendamba. Kepalanya sekuat tenaga berteriak untuk kabur, tetapi tubuh tidak menggubris, begitu pula dengan hatinya.

"Kelihatannya kamu udah siap," ucap Arion, membaringkan tubuh sang istri di atas kasur, "kalau kamu telat dan dimarahi Keyvano, kamu tinggal kasih tahu aku."

Setelah itu Fidelya merasakan ciuman hangat di keningnya, lagi-lagi bibir pria yang berada di atasnya, membuat Fidelya malu dan bereaksi pada jantungnya yang tak mau berdetak normal. Setelah dipikir-pikir, siap tidak siap, ia memang akan tetap merasakan hal ini, sebab mereka berdua tinggal di bawah atap yang sama.

Tak mungkin bisa mengelak, pria dan wanita memiliki rasa tersebut, apalagi Fidelya telah mengantongi status istri yang dicintai, pasti akan merasa aman untuk memberikan mahkotanya. Lagi pula, Arion ada di sini, meskipun hidup sederhana, pria itu terbukti mau berusaha dan tidak pernah meninggalkannya.

Fidelya memejamkan mata, merasakan kancing bajunya dibuka satu per satu dengan sangat perlahan, Arion tidak terkesan buru-buru, seakan tahu bahwa ini adalah pengalaman baru untuk Fidelya, maka tidak akan meninggalkan kesan buruk di awal penyatuan.

***

Fidelya tak mampu mengangkat wajahnya yang bersembunyi di balik bantal. Sungguh memalukan, di pagi hari bukannya pergi bekerja, Fidelya malah terbuai di bawah Arion, meluncurkan desahan kenikmatan yang baru kali ini dirasakannya.

"Nggak mau pergi kerja?" tanya Arion, terdengar sangat lembut.

Fidelya hanya bergumam sebagai jawaban, menarik selimut hingga menutupi bahu. Ya, bisa dirasakannya Arion pun belum beranjak sejak kejadian tadi, dan tubuh mereka berdua masih polos di bawah selimut. Fidelya berharap kamar sebelah tidak mendengarkan adegan tadi, sebab ia merasa bahwa tak bisa menahan setiap suara yang dikeluarkannya.

"Kalau gitu makan dulu," Arion bangkit, dan dengan santai memungut pakaiannya, "makanannya udah dingin, loh."

Melihat pria itu telah bangkit dari kasur, membuat Fidelya pun ikut bangun dan menutupi tubuh dengan selimut. "Lo boleh masuk kamar mandi dulu? Gue mau mungut baju."

Arion yang hanya mengenakan kolor, menatap Fidelya dengan alis terangkat. "Pungut aja, kali. Kalau ribet, selimutnya dilepas dulu."

Fidelya mendengkus. "Cuma orang bodoh yang mau telanjang di depan lo!"

Lelaki itu tertawa. "Lah, tadi kamu telanjang di bawah aku," Arion semakin tertawa ketika melihat semburat merah muncul di pipi Fidelya, "kirain setelah ngelakuin itu, kamu bakalan sedikit lembut ke aku, ternyata belum, ya?"

"Mana gue mau," ketus Fidelya.

"Aku mau mandi dulu, tadi udah janji mau ketemu ayah, tapi harus ketunda karena ada yang nafsuan pagi-pagi." Arion meledek.

Saat berbalik menuju kamar mandi, bisa dirasakannya bahu ditimpuk oleh bantal. Arion menengok ke belakang, tertawa geli melihat kelakuan sang istri yang sangat kekanakan ketika tengah malu. Ah, andai saja ia belum membuat janji,  sudah pasti akan kembali dimakannya wanita itu.

***

Hellow guys
Jangan lupa vote dan komeeeen

Jebakan Pak CEO (END)Where stories live. Discover now