4. Kakakku

967 232 11
                                    

IMEL

"Mamah! Mamah!" aku, Mama dan Papa langsung menoleh ketika Kak Lia keluar dari kamarnya dengan sorakan heboh begitu.

"Kenapa kamu heh?" tanya Papa.

"Ini ada berita penting!" seru Kak Lia.

"Apaan?" tanyaku.

Karena sepertinya obrolan akan serius, kurebut remot TV dari tangan Mama, mengecilkan volume-nya agar obrolan kami malam ini bisa jelas.

"Randy, Ma, Randy,"

"Kak Randy kenapa?" tanyaku.

Kak Randy adalah pacarnya Kak Lia, mereka sudah 2 tahun pacaran. Temen di kantor gitu. Kak Randy ganteng, baik, dan royal. Tiap ke sini, pasti aku sama Mama dibeliin sesuatu.

"Randy barusan ngajakin nikah!" seru Kak Lia.

Mataku seketika membesar, terkejut, tapi juga bahagia mendengar kabar ini. Respon yang sama juga keluar dari Papa dan Mama.

"Gimana bilangnya?" tanya Mama.

"Ya gitu, lewat telepon sih, katanya udah lama pacaran dari pada gini-gini terus, nikah aja yuk? Gitu Ma!" jelas Kak Lia.

"Kamu mau nikah, Ya?" tanya Papa.

"Ya mau lah Pa!"

"Terus Kakak bilang apa pas Kak Randy ngajak nikah?" tanyaku.

"Ya bilang nanya Papa sama Mama dulu, terus kata dia kalo emang hayu mau lamaran aja gitu,"

Mama makin sumringah mendengar hal seperti ini, jadi langsung saja Kak Lia diminta menelepon ulang Kak Randy, untuk bertanya hal yang lebih jelas.

Sesuai yang Kak Lia jelaskan, Kak Randy menuturkan rencana seriusnya untuk menjadikan Kakakku itu sebagai istrinya. Kak Randy bahkan bilang, jika diizinkan, ia dan keluarganya akan datang hari Sabtu besok untuk melamar secara resmi.

Tentu saja rencana itu diterima dengan baik oleh Papa dan Mama. Yeah, 2 tahun hubungan mereka, kami semua tahu bagaimana sosok Kak Randy, ia juga berasal dari keluarga yang baik.

"Mama harus pesen makanan nih!" ujar Mama ketika panggilan bersama Kak Randy berakhir.

"Makanan apaan Ma?" tanyaku.

"Ya buat suguhin tamu lah Mel, nanti Mama minta kontak tukang kue yang enak ke Bude Yayu, terus soal katering temennya Papa aja ya?"

"Iya, masakan si Diah aja, Ma. Catering-nya udah terkenal kok," sahut Papa.

"Mama gak mau masak?" tanya Kak Lia.

"Ya gak sempet lah Kak, mendingan nyuruh orang,"

Aku mengangguk, jujur, aku bahagia melihat senyum mengembang di wajah Kakak, Mama dan Papa. Ya, mereka bertiga adalah hartaku yang paling berharga. Kami memang hanya keluarga kecil, hanya 4 orang dari dulu, hubungan kami berempat juga bisa dibilang dekat dan harmonis. Di keluarga besar, keluargaku sering sekali dijadikan panutan oleh yang lain.

Pembahasan soal lamaran Kak Lia tak berhenti hanya dalam satu malam. Keesokan harinya Mama sibuk teleponin sodara-sodara, ngasih tahu Kakak lamaran dan minta rekomendasi kue yang enak.

"Dek, kamu Mama tugasin buat pesen kue ya!" ujar Mama.

"Iya, siap Ma! Mana kontaknya?" pintaku.

"Liat di group WA!"

Aku mengambil ponselku dari saku celana, membuka group keluarga besar, bukan group keluarga inti. Ada Bude Yayu yang sudah mengirimkan kontak.

Bu Andini PerCa.

Ranjang Usang Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang