Keenam prajurit Kadipaten Moncer itu bergerak. Berpencar menjadi dua bagian. Satu bagian dari sisi kanan, satu bagian yang lain dari sisi kiri. Golok di tangan masing-masing berkelebat. Terayun dari atas berkilat-kilat ketika tertimpa sinar matahari pagi.
Kilatan yang menyilaukan mata menunjukkan bahwa golok itu sangat tajam. Bahkan tajam sekali. Siap merejam tubuh pendekar muda yang kini jadi musuh Srenggoloyo.
Golok-golok terayun cepat ke tubuh Permana. Kelihatannya Permana tidak menyadari bahwa bahaya mengancam jiwanya. Mengancam keselamatan nyawanya. Namun pada saat golok hampir menyentuh tubuhnya, tahu-tahu tubuh Permana lenyap!
Kelihatannya seperti lenyap. Bukan benar-benar lenyap. Tubuh Permana tidak lenyap. Hanya saja, tubuh Pendekar Budiman itu sebenarnya melenting cepat ke udara. Bersalto satu kali dan menapakkan kedua kakinya di jalanan yang menuju Pulungwarih.
"Nak Permana benar-benar bukan pendekar sembarangan," kata Soma kepada istri dan anaknya.
"Benar, Pak," Rinten menanggapi. "Nak Permana memang tidak bisa diremehkan. Semoga dia bisa menolong kita, termasuk warga Genturan."
Bukan hanya Soma, Rinten, dan Raras yang kaget atas gerak cepat Permana. Gerakan cepat yang hampir tidak kelihatan oleh pandangan mata itu membuat keenam pengeroyoknya terbelalak kaget.
Mereka segera menyadari keadaan setelah mengetahui bahwa lawannya telah berdiri dengan sikap tenang. Permana berdiri tidak jauh dari tempat para pengeroyok itu berdiri.
Ada rasa heran di benak mereka setelah menyadari bahwa tadi mereka hanya mengayunkan golok-golok tajam di tempat kosong. Malah beberapa golok mereka saling beradu hingga menyebabkan tangan kesemutan.
Gerakan cepat yang diperlihatkan Permana bukan hanya membuat kaget keenam prajurit dan Soma sekeluarga. Srenggoloyo pun dibuatnya kaget. Dirinya sekarang menyadari bahwa lawannya benar-benar tangguh.
Dari gerakannya tadi, sungguh dia merasa yakin bahwa lawannya telah menguasai ilmu meringankan tubuh tingkat tinggi. Tubuh pendekar yang dijuluki Pendekar Budiman Pedang Biru itu bisa melesat cepat di udara dengan ringannya. Bisa jatuh ke tanah juga dengan ringannya seolah-olah tidak berbobot sama sekali...!
"Apa dia tidak pernah bercerita apa pun tentang ilmu silat yang dimilikinya?" tanya Raras kepada Soma dan Rinten.
"Tidak," jawab Soma dan Rinten bersamaan.
"Orang yang rendah hati tidak pernah menceritakan kemampuannya kepada orang lain," Soma menanggapi.
"Pendekar semacam Nak Permana ini lebih banyak diam, tetapi kemampuannya tidak disangka-sangka," Rinten menambahkan. "Yang jelas Nak Permana pendekar hebat yang tidak banyak bicara."
Keenam prajurit kembali bergerak cepat untuk menyerang. Mereka serempak melesat cepat dengan ayunan golok masing-masing untuk segera membinasakan lawan.
Permana masih tetap bersikap tenang seperti semula. Dia berdiri tenang dengan kedua tangan lurus ke bawah, seolah-olah tidak mengacuhkan sama sekali lawan-lawan yang mengeroyoknya.
Tapi begitu keenam anak buah Srenggoloyo hampir berhasil mengayunkan golok mereka ke tubuh Permana, dengan cepat kedua tangan si Pendekar Pedang Biru itu menyorong ke depan!
Hantaman tenaga dalam memancar ke delapan penjuru mata angin dari kedua telapak tangan Permana. Membuat keenam penyerangnya terpental ke belakang sejauh puluhan tombak.
Mereka terpental menyebar ke berbagai penjuru mata angin. Satu dengan yang lainnya terpisah. Tubuh mereka berjatuhan. Mereka bergelimpangan dengan golok terlepas dari genggaman tangan masing-masing.
Para prajurit Moncer itu terbangun dengan tubuh lemas. Mereka terhuyung-huyung berusaha bangun, tapi malah kembali terjatuh. Lebih keras jatuhnya dari semula.
Gemas hati Srenggoloyo melihat anak buahnya sudah bergelimpangan hanya karena satu gebrakan jurus lawan. Mereka pada loyo hanya oleh satu hantaman tenaga dalam lawan.
Ini sungguh memalukan! Selama hidup, baru kali ini dirinya merasa malu mempunyai anak buah yang goblok dan berotak udang! Seumur-umur, baru sekarang ini Srenggoloyo menyadari bahwa anak buahnya itu tidak bisa diandalkan!
"Dasar goblok! Ternyata kalian tak becus menghadapi pendekar cecurut ini! Ternyata kalian loyo menghadapi seekor coro macam begini! Sana, minggat dari tempat ini! Biar kubereskan si tikus busuk ini," sesumbar Srenggoloyo dengan nada merendahkan.
Srenggoloyo segera pasang kuda-kuda. Pasang jurus yang dia pelajari dari ayahandanya. Sebuah jurus yang seabad lalu pernah mengguncang dunia persilatan. Kedua tangan Srenggoloyo mengembang, kaki kanan diangkat, sedangkan kaki kiri tetap menancap di bumi. Jurus bangau-diapit-dua naga!
"Hei, pemuda ingusan!" teriak Srenggoloyo. "Larilah sejauh-jauhnya selagi kamu bisa daripada mati konyol oleh jurusku ini, hiaaat...!"
Permana waspada menghadapi lawan. Jantungnya berdegup kencang juga karena berhadapan dengan sebuah jurus yang sangat asing baginya.
Sekilas dia teringat gurunya –Ki Sasmaya—yang pernah bercerita tentang jurus-jurus yang menggabungkan beberapa jenis gerakan binatang menjadi satu jurus yang mematikan.
Seperti yang pernah diperagakan Bendu dengan jurus gono-rimong-wanara-nya. Jurus yang pernah digunakan Bendu untuk menyerangnya itu sungguh-sungguh sebuah jurus yang hebat.
Menggabungkan tiga gerakan binatang sekaligus. Dengan dilandasi tenaga dalam. Waktu itu Bendu yang bertubuh cebol bisa membuatnya tercecar. Sempat kewalahan menghadapinya.
Kini Permana melihat sebuah gerakan aneh yang seperti menggabungkan gerakan ular dengan bangau. Sebuah jurus yang tidak bisa dia duga seberapa kehebatannya.
Karena Ki Sasmaya belum pernah bercerita tentang jurus-jurus gabungan berbagai kehebatan gerakan binatang yang ada di dunia persilatan. Ki sasmaya sendiri mengaku bahwa ada ribuan jurus-jurus yang hebat dari meniru gerakan binatang itu yang dikembangkan manusia.
Manusia, dengan segala kelicikan dan kehebatan berpikirnya memang suka meniru-niru gerak dan pikir binatang untuk diwujudkan dalam bentuk jurus-jurus.
Ada jurus yang baik dan banyak pula yang jahat bentukan dari jurus-jurus binatang ini. Tergantung yang menggunakannya, tentu saja. Setiap manusia bebas menciptakan jurusnya sendiri.
Setiap manusia bebas mengembangkan jurus-jurus dari gerak-gerik binatang. Tidak ada yang bisa membatasi. Hukum alam, yang sedikit banyak membatasinya. Seleksi alami yang membuat jurus-jurus itu akan musnah atau berkembang.
Ada satu pesan Ki Sasmaya yang sampai sekarang masih terngiang di telinga Permana. Dirinya harus selalu berhati-hati setiap menghadapi jurus-jurus lawan.
Terutama lawan yang menggunakan jurus-jurus binatang macam Srenggoloyo itu. Sebab, begitu pesan Ki Sasmaya, jurus-jurus binatang bila dikuasai dan dikembangkan oleh manusia akan sangat berbahaya. Karena manusia bisa berpikir, sedangkan binatang tidak.
Jurus-jurus binatang yang hebat itu di tangan binatang tidak berbahaya karena si binatang tidak bisa berpikir. Tapi begitu jurus-jurus itu berada di tangan manusia, maka bisa berubah jadi sangat berbahaya!
Dalam keadaan seperti itu, memang hanya kehati-hatian yang bisa dilakukan Permana. Pendekar Pedang Biru itu memusatkan pikirannya pada gerakan lawan yang mulai meliuk-liuk untuk menghimpun tenaga dalam.
Yang disalurkan ke kedua telapak tangan dan kedua kakinya. Sungguh ngeri Permana membayangkan kedahsyatan jurus yang bakal diterapkan lawannya untuk menghabisi orang lain. Orang lain yang dianggap penghalang.
Srenggoloyo kelihatannya akan menghabisi siapa pun yang akan menghalangi niatnya. Niat jahatnya untuk membawa paksa Raras Arum ke Kadipaten Moncer. Dia tak peduli lawannya sakti atau tidak punya sedikit pun ilmu silat. Yang penting, setiap penghalang akan dia singkirkan. Setiap penghalang akan dia tuntaskan!
***
KAMU SEDANG MEMBACA
PEDANG KEBENARAN SEJATI
AdventureDia bernama Permana Brata. Punya julukan Pendekar Budiman karena dia memang baik budi pekertinya. Dijuluki Pendekar Pedang Biru karena memiliki pedang sakti yang memancarkan sinar biru. Pedang Biru juga disebut Pedang Kebenaran Sejati karena pedang...