Yunggi sudah selesai dirias dan semua orang yang melihat pasti akan berhenti untuk sekadar memuji kecantikannya.
"Bagus tenan kowe, Le. Ming yo ayu. Piye kuwi? (Ganteng banget kamu, Nak. Tapi juga cantik. Gimana itu?)" puji Bu Denok, penata rias pengantin, membuat Yoongi menunduk malu.
"Mantene nggemeske tenan! Pingin tak jiwit pipimu, Le (Pengantinnya menggemaskan sekali! Pingin kucubit pipimu, Nak)."
Yunggi lagi-lagi menunduk namun kali ini karena menahan tawa. Jimmy yang duduk tak jauh darinya tersenyum walaupun tak mengerti perkataan Bu Denok.
"Mengko pas maem karo mimik ati-ati. Ben ra tumpah. Ndak mengko reget klambine. Yo ra ketan mengko bengi klambine ra dinggo (Nanti pas makan sama minum hati-hati. Biar nggak tumpah. Nanti bajunya kotor. Ya walaupun nanti malam bajunya nggak dipakai)."
"Hush!" Sumirah, ibu Yunggi, menghentikan omongan saru (mesum) Bu Denok. "Anakku ojo diajari saru to, Mbakyu (Anakku jangan diajari mesum to, Mbakyu)."
"Welah! Penting kuwi. Nek ra saru njuk mengko bengi karo bojone piye? Neng-nengan? Le dadi kapan nek ngono kuwi? (Welah! Penting itu. Kalau nggak mesum terus nanti malam sama suaminya bagaimana? Diem-dieman? Kapan jadinya kalau begitu?)"
Bu Sumirah hanya geleng-geleng kepala sedangkan Yunggi sibuk mengipasi wajahnya yang memanas dengan kipas sate yang entah bagaimana berada di meja rias.
"Wis rampung durung, Mbakyu? Besanku piye? (Udah selesai belum, Mbakyu? Besanku gimana?)"
"Ameh rampung. Gari nganggo mlati. Nek besan wis beres. Asistenku wis mrono ket mau bar Subuh (Hampir selesai. Tinggal pakai melati. Kalau besak sudah beres. Asistenku udah ke sana dari habis Subuh)." Bu Denok mengalungkan melati di leher Yunggi. "Wis mantep! Manglingi. Bojomu njuk mengko kesengsem nganti ra iso kedep (Mantap! Bikin pangling. Suamimu nanti kesengsem sampai nggak bisa berkedip)."
Yunggi memperhatikan pantulan dirinya di kaca rias. Ia tampak berbeda dengan riasan tipis hasil tangan terampil Bu Denok, paes kelas wahid di desanya. Ia melihat jam tangan pemberian orang tuanya dan baru menyadari bahwa akad nikahnya akan dimulai seperempat jam lagi.
"Hehehe...." kekeh Yunggi.
"Ngopo je malah guya-guyu? Wis ra sabar ngamar po piye? (Kenapa ketawa-ketiwi? Udah nggak sabar ngamar apa gimana?)"
Plak!
"Mbakyu, ket mau og ngomong saru ra mandeg-mandeg to? (Mbakyu, dari tadi kok ngomong yang mesum nggak berhenti-berhenti?)"
"Ehehehe," balas Bu Denok sambil cengengesan.
"Wis siap, Le? Simbok tak matur Bapak nek ngono (Udah siap, Nak? Ibu beri tahu Bapak kalau gitu)."
Yunggi mengatur nafas dan mengangguk. Ia tersenyum singkat sebelum Sang Ibu keluar dari kamar tidurnya yang telah dihias menjadi kamar pengantin sejak sehari sebelumnya. Telapak tangannya terasa berkeringat seiring pergerakan jarum jam tangan miliknya.
"Ya Allah, jebul arep dadi manten marai stres ngene ki (Ya Allah, ternyata mau jadi pengantin bikin stres begini)," batinnya.
---
Hal serupa pun tengah melanda Teddy yang duduk di ruang tengah kediaman calon mertuanya berseberangan dengan penghulu. Kedua orang tua serta adiknya berada di sisi kanannya dengan wajah santai, berbanding terbalik dengan wajah datarnya.
"Bang, senyum dikit napa? Noh orok di sono ampe nangis liat elu." Ian berkata sambil menudingkan dagu ke arah bayi yang menangis.
"Orok nangis pan biasa. Nape jadi gue yang salah?"
"Muke lu serem soalnye, Bang. Auranye pan jadi nakutin."
Teddy mendecakkan lidah sementara Ian hanya terkekeh.
Puk! Puk!
Teddy menoleh ketika punggung tangannya ditepuk pelan dan disambut senyuman hangat menenangkan Sang Ayah dan Ibu.
"Wajar kalo lu gugup. Ini pan mimpi lu. Babe ame Nyak lu juga same aje dulu."
Teddy mengangguk sebab degup jantungnya benar-benar tak karuan hingga terasa sulit berbicara. Apalagi ketika ibu Yunggi keluar dari kamar tempat Yunggi menunggu dan memberi tanda dengan ibu jarinya ke arah ayah Yunggi. Ia meraup oksigen dengan rakus dan menghembuskan nafas dengan cepat.
"Gue bisa! Dikit lagi Yunggi beneran jadi pendamping gue!" seru Teddy di dalam hati.
"Baiklah. Semuanya sudah siap, jadi bagaimana kalau dimulai sekarang?" tanya Sang Penghulu.
"Siap, Pak!" seru Teddy yang langsung dihadiahi pukulan Ian.
"Sabar nape, Bang?"
Semua hadirin tertawa melihat semangat calon pengantin yang tidak sabaran itu.
"Baiklah. Pengantinnya sudah semangat sekali jadi kita mulai saja nggih."
Prosesi akadpun dimulai. Yunggi yang mendengar dari dalam kamar merasa gugup ketika Teddy melakukan kesalahan dalam mengucapkan akad nikah. Beruntung, calonnya itu berhasil mengulangnya dengan lancar hingga selesai. Senyum bodoh menggoda sudut-sudut bibir Yunggi ketika teriakan 'sah!' para saksi dan undangan bersahut-sahutan.
"Mesam mesem saiki. Wis sah, Le. Wis bebas arep klamben po wudo saiki. Ihiiirrr!!! (Mesam mesem sekarang. Udah sah, Nak. Udah bebas mau berpakaian atau telanjang sekarang. Aseeekk!)" goda Bu Denok, membuat Yunggi sukses membayangkan hal yang iya-iya hingga wajahnya memerah.
"Selamat ya, Yun," ucap Jimmy yang merangkul bahunya. "Aku ikut senang. Doa terbaik buat kau sama Bang Teddy ya."
"Makasih banyak ya, Mas Jimmy."
"Santai aja."
Jimmy menoleh ketika merasa pundaknya dicolek.
"Ya, Bu?"
"Kamu yo manis banget lho. Sini tak rias sekalian." Bu Denok memalingkan wajah Jimmy ke arahnya.
"Tidak usah, Bu."
"Udah diem aja. Nanti siapa tahu ada yang nyantol."
Yunggi terkekeh melihat penolakan di wajah Jimmy namun sama sekali tak mencoba menyelamatkannya dari tangan lentik Bu Denok.
---
Ian menertawai kakaknya yang sudah persis dengan ikan mas koki milik almarhum engkong mereka. Mulut Teddy membuka dan menutup berkali-kali saat melihat Yunggi keluar dari kamar.
"Bang, mingkem," ujar Susilo pada putra tertuanya dan Teddy pun langsung menutup mulutnya.
"Cantik," gumam Teddy ketika sepasang matanya bersirobok dengan mata Yunggi yang kini telah resmi menjadi pendamping hidupnya. Tanpa ia sadari, air matanya menetes pelan karena rasa haru dan lega bercampur menjadi satu.
"Mas Teddy kok nangis?" tanya Yunggi yang mengeringkan air mata suaminya dengan tisu.
"Kamu cantik, Dek. Cantik banget," jawab Teddy dengan suara bergetar.
Yunggi tersenyum malu-malu.
"Mas Teddy juga. Ganteng dan gagah banget."
"Makasih ya, Dek."